Pesatnya arus transformasi digital yang melanda Indonesia menjadikan penguasaan keterampilan teknologi sejak dini sebuah keniscayaan. Akses terhadap pendidikan digital yang berkualitas, sayangnya, masih menjadi tantangan di banyak daerah.
Kondisi inilah yang coba dijawab oleh sekelompok mahasiswa berdedikasi dengan membawa secercah inovasi ke sebuah desa di pesisir utara Jawa.
Suasana Perpustakaan Ngundi Kaweruh di Desa Pangkalan, Pati, pada pertengahan Juli lalu terasa berbeda. Nama perpustakaan yang dalam bahasa Jawa berarti "mencari ilmu" tersebut seakan menemukan makna barunya.
Ruangan yang umumnya identik dengan deretan buku dan keheningan, kali ini riuh oleh semangat dan tawa 68 anak Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI). Mereka tidak sedang membaca buku biasa, melainkan tengah bermain dengan logika, fondasi utama dari dunia kodifikasi.
Pemandangan tersebut merupakan bagian dari program kerja “Pelatihan Literasi Coding”, sebuah inisiatif yang digagas oleh para mahasiswa Kuliah Kerja Nyata-Tematik (KKN-T) Literasi dari IPB University tahun 2025. Selama dua hari, pada 10-11 Juli 2025, perpustakaan desa itu dialihfungsikan menjadi "laboratorium logika" bagi 46 siswa SD Pangkalan dan 22 siswa MI Miftahul Huda dari kelas 4 hingga 6.
Pemahaman mendalam mengenai relevansi program ini menjadi penting. Anak-anak di Desa Pangkalan, seperti halnya jutaan anak lain di Indonesia, adalah generasi digital native. Mereka akrab dengan gawai, lihai berselancar di YouTube, dan fasih bermain gim daring.
Sebuah paradoks kemudian muncul: keakraban ini sering kali menempatkan mereka sebagai konsumen pasif. Energi dan waktu mereka habis untuk menerima informasi dan hiburan, bukan untuk mencipta atau bernalar.
Celah inilah yang menjadi landasan “Pelatihan Literasi Coding”. Tujuannya bukan untuk mencetak programmer andal dalam waktu singkat, melainkan untuk menanamkan benih computational thinking atau pola pikir komputasi. Kemampuan untuk memecah masalah besar menjadi bagian-bagian kecil yang sistematis dan menyelesaikannya secara runut merupakan esensi dari program ini.
Para mahasiswa KKN IPB University memiliki jawaban tentang bagaimana cara mengajarkan konsep serumit itu kepada anak-anak usia 10-12 tahun, yaitu dengan mengubahnya menjadi permainan. Platform edukasi global yang ramah anak, Code.org, mereka manfaatkan untuk menerjemahkan konsep alur logika menjadi permainan menyusun puzzle digital.
Layar laptop yang disediakan tidak menampilkan barisan kode yang membingungkan. Sebaliknya, anak-anak disambut oleh karakter gim yang menarik dan tantangan interaktif.
Tugas mereka sederhana, yakni menyusun blok-blok perintah visual, persis seperti menyatukan kepingan puzzle, untuk membuat karakter di dalam gim bergerak sesuai tujuan. Setiap blok mewakili perintah fundamental seperti "maju", "belok kiri", atau "ulangi 3 kali". Kunci keberhasilan terletak pada ketepatan urutan.
Keseruan menyusun puzzle digital ternyata menyimpan pelajaran lain yang tak kalah penting. Para mahasiswa membagi anak-anak ke dalam kelompok-kelompok kecil. Strategi ini mendorong mereka untuk berkolaborasi, berdiskusi, dan saling membantu saat menemukan jalan buntu. Mereka belajar bahwa memecahkan masalah sering kali lebih efektif jika dilakukan bersama.
“Tujuan utama kami bukan menjadikan mereka coder dalam dua hari, tetapi untuk menanamkan computational thinking. Kemampuan berpikir runut dan memecahkan masalah inilah yang akan berguna di pelajaran apa pun, tidak hanya di bidang teknologi,” jelas Naufal, Koordinator Mahasiswa KKN di Desa Pangkalan, saat ditemui di lokasi.
Antusiasme para peserta pun terlihat jelas. Mereka yang terbagi dalam dua sesi, yaitu satu hari untuk siswa SD dan satu hari untuk siswa MI, tampak sangat fokus pada tantangan di hadapan mereka. Riuh rendah suara diskusi antar teman dan sorak sorai "Berhasil!" terdengar setiap kali sebuah kelompok berhasil menyelesaikan level. Hal ini menunjukkan betapa mereka menikmati proses belajar yang berbeda.
“Seru sekali! Awalnya bingung, tetapi ternyata seperti main teka-teki. Kita harus memikirkan urutannya agar karakternya bisa jalan sampai tujuan,” celoteh Marsya, siswi kelas 6 yang menjadi salah satu peserta.
Kegiatan “Pelatihan Literasi Coding” ini menjadi bukti nyata bahwa literasi di era digital memiliki makna yang semakin luas. Literasi bukan lagi sekadar kemampuan membaca dan menulis, melainkan juga kemampuan memahami dan menyusun logika, sebuah "bahasa" universal untuk masa depan.
Inisiatif mahasiswa KKN-T Literasi IPB University di Desa Pangkalan ini adalah kabar baik dari dunia pendidikan. Sebuah langkah kecil dari perpustakaan desa di Pati ini berpotensi melahirkan generasi masa depan Indonesia yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga cakap dalam bernalar logis dan siap menghadapi tantangan zaman.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News