ada cinta tanah air di balik kuliner tradisional sederhana - News | Good News From Indonesia 2025

Ada Cinta Tanah Air di Balik Kuliner Tradisional Sederhana

Ada Cinta Tanah Air di Balik Kuliner Tradisional Sederhana
images info

Jawa adalah salah satu daerah di Indonesia yang dianugerahi tanah subur dan ragam pangan yang melimpah untuk bahan kuliner.

Pernakah Kawan GNFI mendengar istilah pangan yang diawali dengan kata "polo"? Orang Jawa sejak lama mengenal istilah polo atau pala untuk menyebut jenis tanaman yang menjadi sumber pangan pokok. 

Berbagai jenis tanaman tersebut menunjukkan kekayaan alam dan kreativitas masyarakat dalam memanfaatkan dan memaknai filosofinya. Kurniawati (2023) dan IDN Times (2025) membahas 5 jenis polo beserta filosofinya seperti uraian berikut:

1. Polo pendem merujuk pada umbi-umbian yang tumbuh di dalam tanah, seperti singkong, ubi jalar, talas gembili, uwi, atau kentang. Filosofinya, siapa pun yang mau bekerja keras menanam, pasti bisa menuai hasil, meski tersembunyi di dalam bumi. Ketekunan dan kesabaran dalam menanam akan selalu berbuah manis.

Tanaman ini bermanfaat sebagai sumber karbohidrat, kaya serat, vitamin A (ubi jalar), mineral. Pengolahan bisa direbus atau dikukus sampai siap dinikmati sebagai kuliner getuk, tiwul, tape, kolak, gorengan.

2. Polo gumantung adalah tanaman yang berbuah menggantung atau merambat dengan buah bergelantungan di batang/para-para, seperti pepaya, mentimun, dan labu, kundur, oyong (gambas), pare.

Filosofinya, rezeki bisa hadir dari atas, melimpah dan mudah dijangkau. Tanaman ini bermanfaat sebagai sumber vitamin A (labu), vitamin C, antioksidan, rendah kalori. Pengolahan untuk kuliner bisa berupa sayur lodeh, tumisan, kolak labu, sup, sayur bening.

3. Palawijo artinya tanaman yang di tanam pada musim kemarau. Tanaman ini juga dikenal sebagai pangan kedua setelah padi, misalnya jagung, kacang-kacangan, dan kedelai. Masyarakat menanamnya sebagai bentuk filosofi dari kemandirian masyarakat yang tidak hanya bergantung pada beras (diversifikasi pangan).

Tanaman ini bermanfaat karena kaya protein nabati (kacang-kacangan), serat, energi (jagung). Pengolahannya bisa untuk kuliner jagung rebus, tempe, tahu, bubur kacang hijau, rempeyek, olahan kedelai.

Cinta Tanah Air dan Melestarikan Kebudayaan dalam Kehidupan Sehari-hari

4. Polo kesimpar menggambarkan tanaman liar yang bisa tumbuh sendiri tanpa banyak perawatan. Buahnya tumbuh menyebar atau tersimpar di tanah. Filosofinya keberkahan alam yang selalu memberi rezeki, tanpa diminta. Contohnya semangka, melon, timun suri, blewah. Buah-buah ini mempunyai manfaat sebagai sumber air, vitamin C, elektrolit alami, menyegarkan tubuh. Pengolahannya mudah bisa sebagai kuliner yang dimakan segar, jus buah, es buah, rujak.

5. Polo kirna merujuk pada buah dari pohon tahunan yang berumur panjang. Buah tahunan tersebut hanya berbuah pada musim tertentu, contohnya mangga, durian, dan rambutan, duku, nangka, jambu air.

Manfaat buah ini adalah kaya vitamin, mineral, antioksidan alami. Pengolahannya sebagai kuliner dapat dimakan segar, rujak, manisan, jus, dodol nangka, lempok durian.

Filosofi Bijak di Balik Kuliner Tradisional Jawa

Kuliner yang Sederhana tetapi Sehat dan Bergizi

Ternyata banyak kuliner tradisional yang lebih bergizi dibanding makanan instan. Pangan lokal lebih aman dan menyehatkan daripada makanan instan yang tinggi gula, garam dan lemak.

Jika masyarakat kembali mengutamakan pangan lokal, bukan hanya kesehatan tubuh yang terjaga, tetapi juga pola makan sehat dan alami bisa terbentuk.

Mengonsumsi pangan lokal selaras dengan tren hidup sehat yang kini banyak digemari masyarakat. Singkong, ubi, dan jagung kaya serat yang baik untuk pencernaan.

Kacang-kacangan mengandung protein nabati yang menyehatkan jantung, buah musiman menyimpan antioksidan alami.

Sementara itu, olahan tradisional seperti tempe dan tahu sudah lama dikenal dunia sebagai superfood khas Indonesia.

Maka, setiap kali kita memilih singkong rebus daripada mi instan, atau bubur kacang hijau daripada minuman kemasan manis, kita sebenarnya sedang menjaga tubuh, menghargai budaya, dan berkontribusi pada cinta tanah air yang nyata.

 

Kehidupan Sehat dengan Warisan Kuliner, Makanan Tradisional Nabati

Melestarikan Kuliner Tradisional Sejalan dengan SDGs

Saat ini dunia sedang menghadapi tantangan besar berupa krisis pangan global, perubahan iklim, hingga degradasi lahan. Indonesia pun tidak terlepas dari tantangan tersebut dan pangan lokal hadir sebagai solusi melalui diversifikasi pangan.

Menurut Widowati (2022) dari BRIN, mengembangkan pangan lokal tidak hanya tentang makan, tetapi juga menyangkut budaya, ekonomi, dan kemandirian bangsa. National Geographic Indonesia (2021) dan Mileneo dari GNFI (2024) juga menyampaikan pangan lokal dapat dimanfaatkan sebagai solusi masa depan untuk menghadapi masalah tersebut.

Lebih jauh lagi, WWF Indonesia (2022) menekankan bahwa memilih pangan secara bijak berbasis lokal berarti tidak hanya menyehatkan tubuh, tetapi juga ikut menjaga keanekaragaman hayati dan kesejahteraan petani.

Dalam konteks Sustainable Development Goals/SDGs (Sekretariat Nasional SDGs, 2025), pemanfaatan pangan lokal tradisional bisa dalam bentuk diversifikasi berbagai tanaman pangan polo. Aksi tersebut sangat relevan untuk mendukung pencapaian beberapa tujuan pembangunan berkelanjutan terkait SDGs 2, 3, 12 dan 15.

1. SDG 2: Zero Hunger. Diversifikasi pangan melalui berbagai umbi-umbian dan kacang-kacangan dapat menjadi alternatif sumber karbohidrat dan protein nabati selain beras. Sumber pangan lokal jika dikembangkan secara optimal, ketahanan pangan nasional akan lebih kuat dan tidak bergantung pada impor.

Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam program diversifikasi pangan berbasis kearifan lokal.

2. SDG 3: Good Health and Well-being. Berbagai jenis sayur dan buah berperan penting dalam pemenuhan gizi seimbang. Konsumsi makanan tersebut secara cukup membantu mencegah masalah gizi ganda di Indonesia, yaitu stunting pada anak dan obesitas pada orang dewasa.

Dengan menggali potensi pangan lokal, masyarakat Indonesia bisa lebih sehat dan tidak bergantung pada makanan instan atau impor.

3. SDG 12: Responsible Consumption and Production. Pemanfaatan hasil pangan lokal mengurangi jejak karbon dari impor bahan pangan (misalnya kedelai impor). Dengan mengolah hasil bumi sendiri, masyarakat juga mendukung ekonomi lokal dan menjaga keberlanjutan produksi pertanian rakyat.

4. SDG 15: Life on Land. Buah-buahan lokal musiman memiliki nilai ekologis dan budaya. Menjaga keberadaannya berarti ikut melestarikan keanekaragaman hayati Indonesia. Pemanfaatan buah lokal juga mendorong masyarakat untuk menghargai hasil alam sendiri.

Kawan GNFI, ternyata dengan memilih pangan lokal, kita dapat menyehatkan tubuh, memperkuat ekonomi rakyat, melestarikan budaya, dan ikut menjaga bumi.

Mari, kita jadikan pangan tradisional bukan hanya cerita masa lalu, tetapi bagian dari gaya hidup masa kini dan masa depan. Karena sesungguhnya, melalui kuliner lokal, kita sedang menghidangkan rasa cinta pada tanah air.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

UF
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.