Tumpukan sampah plastik di pesisir pantai Kampung Buton, Distrik Waisai, Kabupaten Raja Ampat, pagi itu pelan-pelan diangkat dari pasir yang memeluknya erat. Mahasiswa KKN-PPM UGM Sorai Waisai 2025 bersama Dinas Lingkungan Hidup Raja Ampat bergotong royong membersihkan pantai setelah hujan rintik sempat menunda kegiatan.
Bukan sekadar seremonial, Aksi nyata ini merupakan bagian dari program kerja “Clean Ocean, Healthy Community” yang diusulkan oleh Intan Nur Sya’baningsih serta “Kitong Bersih Pantai” yang diinisiasi oleh Nabila Rasyiida. Keduanya dilaksanakan pada Jumat, 18 Juli 2025, di Kampung Buton, sebuah kampung nelayan yang kehidupannya erat bergantung pada laut.
Di Kampung ini, setiap hari warga menggantungkan hidup dari laut yang menyediakan berbagai jenis ikan, udang, hingga hasil laut lain. Namun, wajah pantai yang menjadi pintu kehidupan itu kini tercoreng oleh sampah plastik.
Kebiasaan membuang sampah sembarangan, ditambah arus laut yang membawa limbah dari berbagai tempat, membuat pesisir Kampung Buton kerap dipenuhi botol, kantong plastik, hingga sisa kemasan sekali pakai. Situasi ini bukan hanya merusak pemandangan, tetapi juga mengancam keberlangsungan hidup nelayan.
“Kesadaran nelayan masih kurang, masih ada yang membuang plastik es di laut. Sosialisasi ini sangat penting untuk menyadarkan masyarakat akan hal tersebut” ujar Pak Ahmat, salah satu tokoh masyarakat setempat.
Sampah plastik yang terbawa ke laut tidak hanya membunuh biota laut, tetapi juga berisiko kembali masuk ke tubuh manusia melalui rantai makanan. Ancaman ini semakin nyata bagi nelayan yang sehari-hari menggantungkan hidup dari laut. Karena itu, KKN Sorai Waisai menilai kesadaran kolektif warga adalah kunci untuk memutus siklus sampah yang merugikan.
Kegiatan bersih pantai dimulai dengan ajakan untuk bersama-sama memungut sampah disekitar pesisir. Mulai dari mahasiswa, ibu-ibu, hingga anak-anak kampung ikut turun antusias dalam membersihkan sampah.
Mereka memunguti plastik yang menempel di pasir, mengais jaring rusak yang terdampar, hingga mengumpulkan botol air mineral yang berserakan. Suasana hangat tercipta, seperti gotong royong tempo dulu, di mana semua orang bekerja sama demi tujuan yang sama: melihat pantai mereka kembali bersih.
Setelah aksi bersih-bersih, kegiatan dilanjutkan dengan sosialisasi bertema “Kenali Bahayanya Sampah Plastik yang Dibuang di Laut.” Intan Nur Sya’baningsih, koordinator Kluster Medika, bersama tim dari Dinas Lingkungan Hidup, menjelaskan dengan cara interaktif bagaimana plastik merusak ekosistem laut sekaligus kesehatan manusia.
Poster, presentasi visual, hingga diskusi terbuka dipakai agar masyarakat lebih mudah memahami. “Kalau laut tercemar, bukan cuma ikan yang berkurang, tapi juga kesehatan kita yang akan terancam,” jelas Intan di depan puluhan warga yang berkumpul di sisi lain dari pesisir pantai yang lebih lapang.
Antusiasme warga terlihat dari banyaknya pertanyaan yang muncul. Beberapa nelayan bercerita tentang hasil tangkapan yang menurun dan kualitas ikan yang tidak lagi sama. Dari diskusi itu, mereka mulai menyadari bahwa menjaga laut bersih bukan hanya tugas pemerintah atau mahasiswa, melainkan investasi jangka panjang untuk masa depan mata pencaharian mereka sendiri. Anak-anak yang sebelumnya ikut memungut sampah pun mendengarkan dengan serius, ada juga yang masih sibuk main kejar-kejaran.
Bagi KKN Sorai Waisai, kegiatan ini bukan sekadar agenda KKN, tetapi dorongan agar lahir kebiasaan baru yang berkelanjutan. Mereka ingin aksi bersih pantai dan sosialisasi tidak berhenti ketika masa pengabdian selesai, melainkan menjadi rutinitas warga Kampung Buton. Kehadiran Dinas Lingkungan Hidup semakin memperkuat semangat itu, karena ada jaminan tindak lanjut dari pemerintah daerah untuk mendukung perubahan pola hidup masyarakat pesisir.
Masyarakat sempat membahas juga tentang topik penting dimana jumlah kuantitas dari Tong Sampah yang minim di sekitar pantai dan kemudian dijanjikan oleh Dinas untuk bisa ditindak lanjuti dalam hal pengadaan barang esensial tersebut agar ekosistem tetap terjaga.
Sore hari, pantai yang tadinya dipenuhi sampah mulai tampak berbeda. Karung-karung berisi plastik dan limbah lainnya ditumpuk di satu sudut untuk diangkut, sementara warga duduk bersama mahasiswa menikmati pisang goreng hangat buatan ibu-ibu kampung. Tawa dan cerita sore itu menjadi penutup manis dari sebuah aksi sederhana, tetapi menyimpan makna besar.
Gerakan “Clean Ocean, Healthy Community” dan "Kitong Bersih Pantai" di Kampung Buton meninggalkan jejak lebih dari sekadar pantai bersih. Ia menanamkan kesadaran baru bahwa sampah plastik bukan hanya soal lingkungan, tetapi juga soal masa depan kesehatan dan keberlanjutan hidup nelayan.
Di Raja Ampat, wilayah yang selama ini dikenal dunia karena keindahan lautnya, langkah kecil dari kampung nelayan ini menjadi pengingat sederhana: menjaga laut berarti menjaga kehidupan itu sendiri.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News