Ledre pisang, camilan khas Bojonegoro, kini tidak hanya terkenal karena rasanya yang manis, tetapi juga karena sejarah panjang yang terkandung di baliknya. Makanan ini menjadi simbol kreativitas masyarakat Bojonegoro dalam menghadapi masa-masa sulit, khususnya pada era penjajahan. Dari bahan-bahan sederhana yang ada pada masa itu, ledre pisang pun lahir dan bertahan hingga kini sebagai salah satu oleh-oleh khas Bojonegoro yang terkenal.
Sejarah Ledre Pisang
Dimulai sejak masa penjajahan Belanda, ledre pisang pertama kali diperkenalkan oleh seorang perempuan keturunan Tionghoa, Mak Min Tjie, pada tahun 1932. Ketika berusia 14 tahun, ia menciptakan ledre pisang untuk membantu masyarakat yang menghadapi kelaparan. "Pisang raja menjadi salah satu bahan makanan yang melimpah, karena itu Mak Min Tjie membuat pisang dengan campuran tepung beras, gaplek (singkong kering), santan, dan garam," ujar Ny. Seger, putri dari Mak Min Tjie, dalam wawancaranya.
Campuran bahan-bahan tersebut kemudian dicetak di atas wajan baja dengan metode tradisional yang disebut "edre-edre," yang berarti "diacak-acak." Nama "ledre" sendiri berasal dari metode pengolahan tersebut. Pada masa penjajahan, kelaparan melanda Bojonegoro, dan ledre pisang menjadi salah satu inovasi penting untuk mengatasi kekurangan pangan. Seiring berjalannya waktu, ledre pisang berkembang menjadi camilan yang sangat dihargai masyarakat, meskipun awalnya bentuknya masih sederhana.
Transformasi Ledre Pisang
Ledre pisang tidak hanya bertahan dalam masa-masa sulit, tetapi juga mengalami transformasi seiring berjalannya waktu. Pada tahun 1970-an hingga 1980-an, ledre pisang mencapai puncak kejayaannya. Namun, popularitasnya sempat meredup seiring dengan perubahan zaman. "Kejayaan ledre pisang terjadi pada tahun 1970-an hingga 1980-an, namun sempat meredup," kata Ny. Seger.
Namun, sejak tahun 2000-an, ledre pisang kembali mendapatkan tempat di hati masyarakat. Kini, camilan ini hadir dalam berbagai varian rasa, mulai dari rasa pisang original, pandan, cokelat, hingga rasa buah-buahan seperti stroberi, melon, dan durian. Meskipun bentuk dan rasa mengalami inovasi, ledre pisang tetap mempertahankan nilai historis dan budaya yang melekat padanya.
Warisan Budaya Takbenda Indonesia
Ledre pisang bukan hanya sekadar camilan, tetapi juga merupakan aset budaya yang perlu dilestarikan. Pada tahun 2025, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI menetapkan ledre pisang sebagai salah satu Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Indonesia. Penetapan ini menegaskan bahwa ledre pisang tidak hanya penting dari segi kuliner, tetapi juga sebagai bagian dari sejarah dan budaya yang harus dilestarikan.
Ledre pisang, yang kini dikenal luas sebagai oleh-oleh khas Bojonegoro, telah menjadi salah satu simbol kebanggaan daerah. Di balik rasanya yang manis dan kenikmatannya, ledre pisang memberikan dampak positif bagi perekonomian lokal, terutama bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Bojonegoro. Kecamatan Padangan dan Purwosari kini menjadi sentra industri rumahan ledre pisang yang terkenal, dan ratusan UMKM di daerah ini bergantung pada produksi ledre pisang sebagai mata pencaharian mereka.
Keberlanjutan dan Dampak Sosial
Selain sebagai ikon kuliner, ledre pisang juga berperan dalam pemberdayaan masyarakat Bojonegoro, terutama dalam sektor ekonomi kreatif. Proses pembuatan ledre pisang yang masih dilakukan secara tradisional di rumah-rumah warga memberikan peluang kerja bagi banyak orang, terutama di daerah sekitar Kecamatan Padangan dan Purwosari. Para pengrajin ledre pisang ini tidak hanya mempertahankan kualitas produk, tetapi juga menjadikan ledre sebagai salah satu sektor yang menyumbang pada perekonomian lokal.
Di tengah perkembangan zaman, ledre pisang tetap menjadi bagian dari budaya Bojonegoro yang tak terpisahkan. Dengan semakin banyaknya varian rasa dan kemasan yang lebih modern, ledre pisang kini bisa dinikmati oleh lebih banyak orang. "Ledre pisang telah menjadi camilan yang sangat disukai banyak orang dan menjadi simbol dari kekuatan tradisi kuliner Indonesia," tutup Ny. Seger.
Kesimpulan
Ledre pisang bukan hanya sekadar camilan yang nikmat, tetapi juga bagian penting dari warisan budaya Indonesia. Dari masa penjajahan hingga kini, ledre pisang tetap bertahan dan terus berkembang. Dengan mendapatkan pengakuan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia, ledre pisang kini bukan hanya disajikan sebagai camilan, tetapi juga sebagai simbol dari ketahanan, kreativitas, dan kebanggaan masyarakat Bojonegoro.
Sumber:
- Rahasia di Balik Kenikmatan Ledre Pisang Bojonegoro, Dulu Simbol Kelaparan Kini Jadi Kuliner Khas yang Banyak Diburu Wisatawan
- Camilan Khas Bojonegoro, Ledre dari Bahan Non-Pisang Tak Kalah Memikat
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News