Di sudut-sudut rumah, terutama saat senja mulai tiba, kehadirannya sering kali diumumkan dengan suara khas “cak, cak, cak”. Cicak, reptil kecil yang begitu akrab dengan kehidupan manusia, adalah makhluk yang penuh kontradiksi.
Di satu sisi, banyak orang merasa jijik atau terganggu oleh kehadiran, kotoran, atau bahkan bentuknya. Namun, di balik persepsi negatif itu, tersembunyi peran ekologis yang sangat penting, sebagaimana diungkap oleh para pakar.
Klasifikasi dan Ciri Fisik Cicak
Secara ilmiah, cicak termasuk dalam famili Gekkonidae. Berbeda dengan tokek yang berukuran lebih besar dan bersuara nyaring, cicak rumah yang umum kita jumpai adalah reptil berukuran kecil dengan tubuh yang pipih.
Kulitnya yang lunak diselimuti oleh sisik-sisik kecil dan biasanya berwarna abu-abu, kecoklatan, atau kehitaman, sering dengan bintik-bintik atau corak yang membantu mereka berkamuflase dengan lingkungan. Ciri yang paling mencolok adalah kemampuan mereka untuk berjalan bahkan merayap di permukaan vertikal yang licin seperti dinding dan kaca.
Kemampuan ini dimungkinkan berkat struktur kaki mereka yang unik, dilengkapi dengan setae atau rambut-rambut halus yang sangat kecil (mikroskopis) yang memanfaatkan gaya tarik-menarik molekuler (van der Waals) untuk menempel.
Mata cicak juga unik; mereka memiliki pupil vertikal yang dapat membesar di kondisi gelap untuk menangkap lebih banyak cahaya, menjadikan mereka pemburu yang handap pada malam hari. Sebagai hewan berdarah dingin (poikiloterm), cicak mengandalkan suhu lingkungan untuk mengatur metabolisme tubuhnya, sehingga sering terlihat berjemur di pagi hari.
Kemampuan Mimikri yang Mengagumkan
Salah satu kemampuan paling menarik dari beberapa spesies cicak adalah mimikri, yaitu kemampuan untuk meniru atau menyamar untuk melindungi diri dari pemangsa. Bukan hanya sekadar mengubah warna seperti bunglon (yang juga termasuk dalam subordo yang sama), mimikri pada cicak bisa lebih kompleks.
Sebagai contoh, beberapa jenis cicak pohon meniru warna dan tekstur kulit pohon tempat mereka tinggal. Bahkan, ada spesies cicak berekor daun (Uroplatusspp.) dari Madagaskar yang mampu menyamar menyerupai daun kering secara sempurna, mulai dari warna, bentuk tubuh, hingga corak pada ekornya. Kemampuan adaptasi evolusioner ini adalah bentuk pertahanan diri yang sangat efektif di dunia hewan.
Baca juga Kelomang, Hewan Kecil Bercangkang yang Jadi Indikator Kesehatan Lingkungan Laut
Manfaat Cicak Menurut Pakar IPB University
Terlepas dari reputasinya yang sering dianggap sebagai hama pengganggu, Dr. Achmad Farajallah, dosen Departemen Biologi di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) IPB University, memberikan perspektif yang berbeda dan lebih seimbang. Menurutnya, cicak justru memainkan peran penting sebagai pengendali alami populasi serangga di dalam rumah.
Nyamuk, lalat, ngengat, dan serangga kecil lainnya adalah makanan utama cicak. Dengan demikian, kehadiran mereka sebenarnya memberikan manfaat gratis sebagai penjaga keseimbangan ekosistem rumah, tentu saja selama populasinya terkendali dan tidak berlebihan.
Dr. Achmad menjelaskan bahwa setidaknya ada empat jenis cicak yang umum ditemui di permukiman. Cosymbotus platyurus sering terlihat di tembok dekat sumber cahaya, memanfaatkan lampu untuk berburu serangga yang tertarik. Gehyra mutilata lebih menyukai area gelap dan lembap seperti dapur atau balik lemari.
Sementara itu, Hemidactylusfrenatus biasanya menghuni area luar rumah seperti dinding berkayu atau plafon, dan Cyrtodactylusmarmoratus lebih sering ditemui di pagar atau pohon.
Dua jenis pertama, Cosymbotus dan Gehyra, lah yang paling sering berinteraksi dengan manusia dan memicu keluhan. Namun, tingkat gangguannya sangat bergantung pada persepsi dan toleransi masing-masing individu.
Mengenai kekhawatiran cicak sebagai pembawa penyakit, Dr. Achmad menegaskan bahwa risikonya belum terbukti signifikan. Meskipun sebuah penelitian dari Universitas Malaya menunjukkan adanya bakteri Salmonella pada usus 20-60% cicak, organisasi kesehatan dunia seperti WHO dan CDC menyatakan bahwa sumber kontaminasi makanan utama justru berasal dari unggas dan bahan mentah, bukan dari cicak.
Di sisi lain, pakar IPB ini juga mengakui bahwa bagi sebagian orang, cicak memicu herpetofobia (ketakutan berlebihan terhadap reptil). Studi di Malaysia dan India menunjukkan bahwa 15-20% populasi, khususnya perempuan dan anak-anak, mengalami fobia ini hingga dapat mengganggu aktivitas sehari-hari, bahkan dalam kasus ekstrem menghambat kesempatan akademis.
Mengendalikan, Bukan Membasmi
Menyikapi hal ini, Dr. Achmad menyarankan langkah-langkah pengendalian yang ramah lingkungan alih-alih pembasmian agresif. Menjaga kebersihan rumah, menutup celah masuk, mengurangi pencahayaan terang di malam hari, dan membersihkan kotoran cicak secara rutin adalah langkah-langkah efektif. Ia juga menyebutkan sejumlah bahan alami pengusir cicak seperti daun salam, kapur barus, dan bubuk kopi.
Kesimpulannya, cicak bukanlah musuh yang harus dimusnahkan. Mereka adalah bagian dari jaring makanan di ekosistem rumah kita. Selama kehadirannya tidak menimbulkan gangguan kesehatan yang nyata atau ketakutan yang mendalam, membiarkan mereka hidup justru dapat menjadi solusi alami untuk mengontrol populasi serangga pengganggu. Seperti kata Dr. Achmad, “Mereka berperan penting sebagai pengendali alami serangga.”
Baca juga Apa Itu Hewan Dugong? Mamalia Laut Jinak yang Bisa “Menyimpan Karbon”
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News