Tumpeng merupakan salah satu hidangan populer khas Nusantara yang memiliki cita rasa lezat dan dipadukan dengan cara penyajiannya yang menarik.
Kita tentu sering menjumpai nasi tumpeng, karena menyajikannya dalam acara formal atau hari spesial sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat Indonesia.
Namun di balik kelezatannya yang menggugah selera, tumpeng ternyata menyimpan berbagai nilai filosofi dan cerita sejarah yang menarik untuk kita telusuri. Apa saja? Yuk! Simak penjelasannya di bawah ini.
Asal-Usul Tumpeng
Secara etimologis, istilah “tumpeng” berasal dari singkatan bahasa jawa, yaitu “tumapaking panguripan – tumindak lempeng – tumuju Pengeran” yang bermakna “tertatanya hidup-berjalan lurus-kepada Tuhan”. Ed-Dally, dan Faizah (2020) menjelaskan bahwa arti ungkapan tersebut adalah berkiblatlah kepada pemikiran bahwa manusia itu harus hidup menuju jalan Tuhan.
Lalu, secara terminologis tumpeng merupakan makanan tradisional yang selalu disajikan pada saat pelaksanaan ritual sesajen dalam tradisi masyarakat jawa.
Baca juga: Tumpeng: Sejarah, Filosofi, dan Kreasinya yang Eksis di Era Modern
Tidak hanya itu, dalam sejarah disebutkan bahwa terdapat tiga perioderisasi penting yang berkaitan dengan kepercayaan dan nilai filosofi dari nasi tumpeng. Apa saja periodisasi tersebut?
1. Periode Kapitayan
Periode kapitayan merupakan masa dimana belum adanya agama yang masuk ke Indonesia, sehingga pada saat itu masyarakat untuk mendekatkan diri kepada tuhannya menggunakan benda-benda yang dianggap memiliki kekuatan, salah satunya adalah tumpeng.
Tumpeng pada masa itu diyakini memiliki kekuatan untuk dapat mencapai tuhan yang disebut Sang Hyang Tunggal, yakni zat yang tak dapat dijelaskan dan tak dapat terjangkau oleh pancaindera manusia.
2. Periode Hindu-Budhha
Dalam periode ini penyebaran agama hindu dan budhha sudah semakin meluas. Oleh karena itu, nasi tumpeng pun mulai mengalami banyak pergeseran makna. Menurut Ed-Dally, dan Faizah (2020), tumpeng sudah berubah wujud menjadi bentuk kerucut (menggunung) karena dipengaruhi oleh keyakinan agama Hindu bahwa gunung-gunung di Jawa merupakan tempat bersemayamnya pada arwah leluhur.
Tidak hanya itu, bentuk kerucut pada tumpeng juga dipengaruhi oleh ajaran kosmologis dalam kepercayaan Buddhisme.
3. Periode Islam
Setelah agama islam masuk dan berkembang di Indonesia, makna tumpeng pun kembali berubah. Di periode ini, nasi tumpeng digambarkan sebagai hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan alam, serta hubungan manusia dengan sesama manusia.
Hubungan manusia dengan Allah tergambar dari puncak tumpeng itu sendiri yang melambangkan bahwa Allah yang Maha Kuasa atas langit dan bumi dan karena itulah manusia wajib untuk menyembah Allah.
Selanjutnya, hubungan antar sesama manusia bisa dilambangkan dengan butiran nasi yang dipadatkan lalu dibentuk mengerucut ke atas, maknanya adalah semua manusia itu sama di mata Tuhan kecuali amal ibadahnya.
Lalu yang terakhir, hubungan manusia dengan alam digambarkan melalui ragam lauk-pauk yang mengelilingi nasi tumpeng yang menjadi cerminan bahwa sifat hubungan manusia dengan alam itu bergantung satu sama lain.
Nilai Filosofi Pada Tumpeng
Selain tampilannya yang meriah, tumpeng ini sebenarnya menyimpan banyak sekali nilai filosofi yang mengingatkan kita pada makna kehidupan. Beberapa di antaranya adalah:
1. Bentuk kerucut pada tumpeng melambangkan hubungan manusia sebagai mahluk kepada Tuhan yang Maha Pencipta.
Selain itu, dari laman rri.co.id, memaparkan bahwa bentuk kerucut yang menjulang tinggi diartikan sebagai doa dan harapan untuk menggapai cita-cita.
2. Biasanya ketika tumpengan ada 2 warna nasi yang digunakan, yaitu nasi kuning yang melambangkan kekayaan dan kesejahteraan. Lalu ada juga nasi yang berwarna putih memiliki makna kesucian.
3. Setiap lauk pauk di nasi tumpeng ternyata memiliki nilai filosofis tersendiri, lho! Misalnya telur rebus yang melambangkan perencanaan yang matang sebelum melaksanakan sesuatu agar semuanya tercapai dan selamat. ikan teri yang menggambarkan gotong royong, dan satu lagi urap yang bermakna kehidupan yang tenang dan kreativitas.
Aturan Dalam Memotong Nasi Tumpeng
Biasanya kita melihat nasi tumpeng dipotongnya dari atas. Namun, menurut madiunpedia.com, cara yang benar memotong tumpeng adalah dengan kita mengelilingi tumpeng tersebut dan dimakan bersama-sama mulai dari bawah beserta dengan lauknya terus menerus hingga sampai ke puncaknya.
Baca juga: Tumpeng Kemerdekaan, Simbol Nasionalisme yang Muncul di HUT RI untuk Gantikan Kue Tart
Hal ini dilakukan lantaran, memotong tumpeng apalagi dari atas berarti memotong permohonan doa manusia kepada Tuhan.
Dari penjabaran di atas ternyata tumpeng tidaklah hanya sebuah suguhan di setiap acara. Namun, di dalamnya terdapat doa dan makna filosofi bagi kita semua dan juga menjadi pengingat bahwa setiap keberhasilan yang telah kita capai itu harus disyukuri kepada Tuhan yang Maha Esa.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News