Di pusat Kota Solo, tepatnya di Jalan Slamet Riyadi Nomor 171, berdiri sebuah prasasti bersejarah yang kerap terabaikan oleh masyarakat yang melintas. Monumen tersebut dikenal dengan nama Monumen Prasasti Perebutan Kekuasaan Jepang dan Pertempuran Kempetai. Lokasinya strategis, berada di jalur utama kota, namun tidak banyak orang yang mengetahui nilai sejarah di balik keberadaannya.
Prasasti ini menyimpan cerita penting tentang masa transisi setelah Jepang menyerah dalam Perang Dunia II dan Indonesia memproklamasikan kemerdekaan. Kehadirannya menjadi penanda bahwa perjuangan rakyat Solo memiliki peran besar dalam mempertahankan kedaulatan bangsa.
Latar Belakang Sejarah: Masa Transisi Kekuasaan
Setelah Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, kondisi di berbagai daerah masih belum stabil. Jepang memang sudah menyerah kepada Sekutu, tetapi pasukan dan senjatanya masih tersebar di banyak kota, termasuk Surakarta. Situasi tersebut membuat masyarakat khawatir, sebab tanpa penguasaan senjata dan markas Jepang, keamanan rakyat belum sepenuhnya terjamin.
Salah satu lembaga militer Jepang yang paling ditakuti adalah Kempetai atau Polisi Militer Jepang. Lembaga ini terkenal keras dan sering melakukan tindakan represif. Markas Kempetai di Solo kemudian menjadi sasaran utama pejuang Indonesia untuk direbut.
Perebutan Markas Kempetai
Peristiwa perebutan markas Kempetai di Solo menjadi salah satu momentum penting perjuangan kemerdekaan. Dilansir dari laman detik.com, awalnya sempat dilakukan perundingan antara Komite Nasional Indonesia (KNI) Solo dengan pihak militer Jepang. Namun, semangat perlawanan yang menggelora di kalangan pemuda membuat serangan terhadap markas Kempetai tidak dapat dihindari.
Perebutan markas tersebut bukan sekadar aksi militer, melainkan juga simbol berakhirnya dominasi Jepang di Surakarta. Senjata yang berhasil direbut kemudian digunakan untuk mempertahankan kemerdekaan dari ancaman pasukan asing yang datang kembali.
Peristiwa ini menunjukkan bahwa rakyat Solo memiliki keberanian besar untuk melawan kekuatan militer yang selama ini ditakuti.
Untuk mengenang peristiwa bersejarah tersebut, pemerintah mendirikan Monumen Prasasti Perebutan Kekuasaan Jepang dan Pertempuran Kempetai. Peresmian dilakukan pada 13 Oktober 1985 oleh Gubernur Jawa Tengah saat itu, H. M. Ismail.
Monumen ini berfungsi sebagai pengingat bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia diperoleh melalui perjuangan nyata, bukan pemberian. Selain itu, prasasti tersebut juga menjadi bentuk penghormatan kepada para pejuang yang rela mengorbankan nyawa demi tegaknya kemerdekaan.
Monumen ini menempel di bagian depan bangunan bekas Hotel Cakra. Hotel tersebut sudah lama terbengkalai dan sering dikaitkan dengan cerita-cerita mistis. Keberadaan monumen di dinding bangunan tua itu menambah suasana khas, seakan menyimpan banyak lapisan sejarah sekaligus.
Sayangnya, kondisi monumen saat ini kurang terawat. Lingkungan sekitar yang sibuk membuat prasasti bersejarah tersebut seakan menyatu dengan tembok biasa, sehingga banyak orang tidak menyadari nilai penting yang tersimpan di baliknya. Padahal, prasasti tersebut merupakan saksi perjuangan rakyat Solo dalam mengusir pendudukan Jepang.
Makna dan Nilai Sejarah Monumen
Monumen ini memiliki makna penting yang tidak seharusnya dilupakan:
1. Simbol Keberanian Rakyat Solo
Aksi perebutan markas Kempetai menjadi bukti nyata bahwa rakyat berani menghadapi pasukan Jepang yang dikenal kejam dan disiplin.
2. Jejak Transisi Kekuasaan
Peristiwa ini menunjukkan bahwa peralihan kekuasaan dari Jepang ke Indonesia tidak berlangsung damai sepenuhnya, melainkan melalui perjuangan dan pengorbanan.
3. Identitas Sejarah Lokal
Prasasti ini menegaskan bahwa Solo memiliki peran besar dalam mempertahankan kemerdekaan nasional, sehingga menjadi bagian dari identitas sejarah kota.
4. Tantangan Pelestarian
Kondisi monumen yang tidak terawat menjadi peringatan akan pentingnya menjaga warisan sejarah agar tidak hilang ditelan modernisasi kota.
Monumen ini seharusnya mendapat perhatian yang lebih besar, baik dari pemerintah maupun masyarakat. Pelestarian bukan hanya menjaga fisik prasasti, tetapi juga memastikan kisah perjuangan di baliknya terus hidup dalam ingatan generasi berikutnya.
Jika ditata dengan baik, monumen ini berpotensi menjadi destinasi wisata sejarah yang memberi nilai edukasi. Penambahan informasi sejarah, penataan lingkungan, dan penyediaan ruang refleksi dapat membuat monumen lebih mudah diakses serta dipahami masyarakat.
Dengan demikian, monumen tidak hanya menjadi benda mati, melainkan juga sarana pembelajaran sejarah yang hidup.
Monumen Prasasti Perebutan Kekuasaan Jepang dan Pertempuran Kempetai di Solo adalah bukti keberanian rakyat dalam merebut kembali kedaulatan bangsa. Meski kini kondisinya terabaikan, nilai sejarah yang dimilikinya tetap besar.
Prasasti ini mengingatkan bahwa kemerdekaan adalah hasil dari perjuangan panjang dan pengorbanan nyata. Tanggung jawab bersama adalah merawat serta melestarikan monumen tersebut agar generasi mendatang memahami bahwa kebebasan tidak datang begitu saja, melainkan diraih dengan darah, air mata, dan tekad yang kuat.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News