memahami isu royalti musik apa isi permenkum nomor 27 tahun 2025 dan apakah memutar indonesia raya harus bayar - News | Good News From Indonesia 2025

Memahami Isu Royalti Musik: Apa Isi Permenkum Nomor 27 Tahun 2025 & Apakah Memutar Indonesia Raya Harus Bayar?

Memahami Isu Royalti Musik: Apa Isi Permenkum Nomor 27 Tahun 2025 & Apakah Memutar Indonesia Raya Harus Bayar?
images info

Isu royalti musik sedang hangat diperbincangkan. Polemik ini mencuat setelah 29 musisi mengajukan gugatan uji materi Undang-Undang Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi (MK) perihal aturan royalti. Ketegangan semakin meningkat menyusul kasus hukum yang menjerat pengelola restoran Mie Gacoan di Bali karena diduga memutar lagu tanpa membayarkan royalti.

Pemerintah Indonesia kemudian menerbitkan Peraturan Menteri Hukum (Permenkum) Nomor 27 Tahun 2025. Isi dari Permen terssbut adalah aturan dan ketentuan mengenai mengatur pengelolaan royalti lagu dan musik yang melibarkan LMKN.

Uniknya Lagu Tabola Bale yang Meramaikan Upacara HUT RI ke-80 di Istana Merdeka: Bernuansa Indonesia Timur & Minangkabau!

Apa Isi Permenkum Nomor 27 Tahun 2025?

Peraturan Menteri Hukum Nomor 27 Tahun 2025 jadi upaya serius untuk memperkuat perlindungan hak cipta di industri musik. Aturan ini menegaskan kembali kewajiban bagi para pengusaha untuk membayar royalti saat memanfaatkan lagu atau musik di ruang publik yang bersifat komersial. Penerbitan peraturan ini diharapkan dapat menjaga keberlangsungan ekosistem musik, sehingga para pencipta, musisi, dan penerbit musik bisa mendapatkan hak mereka.

Kepala Direktorat Hukum Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu, dan Pemusik (PAPPRI), Marcel Siahaan, menekankan bahwa kewajiban membayar royalti bukanlah sekadar urusan administratif. 
Dalam keterangannya, Marcel menjelaskan bahwa lisensi adalah instrumen penting untuk melindungi hak cipta dan diharapkan dapat mengubah pandangan masyarakat. Marcel juga mengatakan, 

"Kita ingin mengubah paradigma masyarakat: menggunakan musik secara komersial berarti juga menghargai hak pencipta. Dengan aturan baru, semua pihak di industri musik bisa mendapatkan haknya sekaligus menjaga ekosistemnya berkelanjutan." ujar Marcel dalam keterangan tertulis Kementerian Hukum.

Melalui Permenkum 27/2025, pemerintah secara resmi menegaskan kembali sistem pengelolaan royalti melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) yang didukung oleh Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). Lisensi musik sendiri terbagi menjadi tiga jenis utama, yaitu lisensi pertunjukan publik untuk konser, restoran, atau hotel, lisensi siaran untuk televisi dan radio, serta lisensi digital untuk layanan streaming dan konten video. Aturan ini juga diharapkan dapat menjadi pengingat bagi masyarakat, pelaku usaha, dan platform digital bahwa membayar royalti adalah bentuk nyata dari penghargaan terhadap karya.

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia saat ini juga sedang merevisi Undang-undang Hak Cipta, yang nantinya akan mengatur lebih rinci tentang penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) dan perlindungannya dalam industri musik. Dengan demikian, pemerintah tidak hanya fokus pada aturan yang sudah ada, tetapi juga mulai mengantisipasi tantangan baru yang muncul dari perkembangan teknologi.

Gita Bahana Nusantara, Grup Bersuara Emas yang Memeriahkan Upacara Peringatan Detik-Detik Proklamasi di Istana Merdeka

Apakah Memutar Indonesia Raya Harus Bayar?

Panasnya isu royalti musik yang bertepatan dengan momen HUT RI ke-80, sempat ramai pula dibahas soal apakah pemutaran lagu kebangsaan Indonesia Raya perlu membayar royalti.

Terkait hal ini, LMKN telah mengumumkan bahwa seluruh acara hiburan rakyat yang digelar dalam rangka memperingati HUT RI ke-80 tidak akan dikenakan royalti.

Hal itu sesuai dengan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, yang menggolongkan penggunaan lagu kebangsaan sebagai penggunaan yang wajar (fair use). Dengan demikian, masyarakat bisa dengan bebas menggunakan lagu-lagu kebangsaan tanpa perlu khawatir soal pembayaran royalti.

Pernyataan ini sengaja dikeluarkan LMKN untuk menanggapi kebingungan di masyarakat terkait kewajiban membayar royalti, terutama untuk acara yang tidak bersifat komersial. Sesuai dengan mandatnya yang tertuang dalam Pasal 89 UU No. 28 Tahun 2014, LMKN hanya bertugas mengumpulkan dan menyalurkan royalti dari pengguna yang memanfaatkan musik untuk kepentingan komersial. Lembaga ini memastikan bahwa uang royalti tersebut akan sampai ke tangan pencipta, musisi, dan produser rekaman suara.

Sebagai landasan hukum, LMKN tidak hanya berpegang pada UU Hak Cipta, tetapi juga pada Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2021 dan Permenkum No. 27 Tahun 2025. Peraturan yang terakhir disebutkan ini bahkan memperkuat tata kelola royalti, mulai dari perluasan kewenangan penarikan royalti digital, kemungkinan dibentuknya LMKN di daerah, hingga pengetatan evaluasi untuk Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). Selain itu, dana operasional LMKN kini dikurangi dari 20% menjadi hanya 8% dari total royalti yang berhasil dihimpun.

 

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Aulli Atmam lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Aulli Atmam.

AA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.