Tradisi yang selama ini mendarah daging pada kaum pesantren Indonesia kali ini seharusnya lurus, tapi perlu dibenahi. Namun, apakah soal semacam ini penting menurut Kawan?
Belakangan ini banyak perspektif buruk terkait penghormatan santri kepada kiai pesantren yang dinilai bentuk kemunduran, feodalisme atau penyalahgunaan kekuasaan di media sosial. Pandangan ini mungkin buah dari banyaknya kasus kekerasan seksual oleh oknum pengurus pondok atau sekolah Islam yang ramai di internet.
Membahas ketaatan tentu erat dengan kedudukan kiai di pesantren, tak hanya sebagai penentu kebijakan dan pengajar, ia juga figur sentral berwibawa yang bisa dijadikan panutan santri. Pengagungan tersebut bukanlah hal yang tidak berdasar, hal itu dibangun atas kedalaman ilmu agama, keterbukaan dan integritas.
Pada akhirnya ketaatan itu mengarah pada upaya mencari berkah dari kiai, kenapa? Melansir dari salah satu artikel tebuireng.online, santri melihat kiai sebagai orang yang dekat dan memahami kehendak yang kuasa lewat pemahaman kitab agama dan syariat.
Dari pemahaman itu, budaya rendah hati dan hormat selalu menjadi kode etik yang diajarkan sejak awal menjadi santri baru. Tujuannya untuk membentuk karakter murid dan menanamkan nilai toleransi. Budaya ini juga berlaku untuk senior pesantren dengan alasan yang kurang lebih sama.
Bentuk dari penghormatan itu beragam, mulai dari berdiri saat salaman, berbicara sopan, tidak mendahului kiai hingga tidak berbicara sebelum ditanya.
Antara Menghormati dan Menghargai di Pesantren
Kebiasaan menghormati orang lain sudah jadi aturan tidak tertulis di Indonesia, bahkan hal kecil sekalipun. Mulai dari etika memanggil orang lebih tua, siapa yang disapa duluan, giliran makan di acara, sampai tema adat pernikahan.
Pernahkah Kawan merasa ingin menghormati saat bertemu idola, tokoh masyarakat, atasan kantor atau saat menyambut tamu? Jika iya, apa penyebab yang dirasa itu muncul?
Mengutip dari tebuireng.online, Islam mengatur persoalan tersebut dalam kitab Sunan Abi Dawud, tepatnya HR. Abu Daud no. 5229. Hadis ini tidak melarang sikap berdiri kepada orang lain dalam rangka menghormati dan memuat celaan terhadap mereka yang senang ketika orang lain berdiri untuknya.
Intinya, selama menghormati itu bukan pengagungan atau paksaan maka itu dianjurkan, terutama pada orang yang memang memiliki kemuliaan.
Tentu ada dilema jika penghormatan dilakukan karena takut dianggap tidak loyal atau dihukum. Maknanya bergeser, bukan lagi mencari berkah tapi ada indikasi penyalahgunaan kekuasaan dari oknum kiai atau senior yang mengharapkan kehormatan buta.
Inilah pentingnya membedakan antara menghormati dan mengagungkan secara berlebihan. Menghormati berarti mengakui prestasi seseorang sambil tetap menggunakan akal sehat dan prinsip Islam sebagai landasan. Mengagungkan secara berlebihan, berarti menempatkan seseorang di atas batas wajar, sehingga mengabaikan kesalahannya.
Kesetaraan dan Anti Kultus Indvidu dari Muhammadiyah
Meski memiliki nilai positif, penghormatan kepada seorang alim ulama karena dasar garis keturunan secara tegas dihindari oleh organisasi islam Muhammadiyah (MI). Tujuannya untuk memastikan umat islam lurus pada ajaran nabi Muhammad SAW dan menyembah Allah SWT, bukan figur manusia.
Melansir dari artikel muhammadiyah.or.id, Rasulullah SAW sebagai seorang nabi melarang sahabatnya untuk menunjukan penghormatan berlebihan.
Oleh karena itu, segala bentuk penghormatan atau mencari berkah itu tergantung pada niatnya. Selama tidak bermaksud meminta karomah kiai atau ilmu spiritual maka itu didasarkan pada tindakan yang benar.
Hal ini berlandaskan prinsip tauhid islam yang menekankan hanya Allah SWT yang layak dimintai pertolongan. Namun, sudah sepatutnya Kawan menghormati jika bersebrangan dengan orang yang berbeda pandangan.
Taat pada kiai dan kegiatan mencari berkah dasarnya adalah adab yang luhur asal dibarengi niat mencari ridha Allah SWT. Lain jika semata untuk memuaskan ego oknum kiai atau sebagai aturan tak tertulis buatan senior.
Mengutip pepatah populer dari artikel merdeka.com, adab lebih tinggi dari ilmu. Benar, tapi ilmu menjaga bagaimana Kawan beradab semestinya. Mari taat kepada kiai secara rasional agar pesantren tetap jadi rumah ilmu dengan santri yang sopan dan berakal.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News