Jalak suren (Gracupica contra) merupakan salah satu spesies burung dari keluarga Sturnidae yang memiliki nilai ekologis dan kultural penting di Indonesia. Burung ini dikenal dengan berbagai nama lokal seperti jalak uren, jalak putih, atau pied myna dalam bahasa Inggris.
Berdasarkan klasifikasi ilmiah, jalak suren termasuk dalam kingdom Animalia, filum Chordata, kelas Aves, ordo Passeriformes, dan famili Sturnidae. Spesies ini pertama kali dideskripsikan secara ilmiah oleh Linnaeus pada tahun 1758 dalam Systema Naturae edisi ke-10.
Habitat dan Persebaran Jalak Suren
Jalak suren merupakan burung asli Asia dengan persebaran alami meliputi India, Nepal, Pakistan, hingga Asia Tenggara termasuk Indonesia. Di Indonesia, populasi alaminya terutama ditemukan di Jawa dan Bali.
Burung ini menyukai habitat terbuka seperti padang rumput, area pertanian, tepian sungai, dan daerah perkotaan dengan ketinggian hingga 700 meter di atas permukaan laut.
Menurut penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Asian Ornithology (2021), jalak suren menunjukkan adaptasi yang baik terhadap lingkungan manusia, sering terlihat di pemukiman dan area perkotaan.
Ciri Fisik Jalak Suren yang Khas
Jalak suren (Gracupica contra) memiliki penampilan fisik yang sangat khas dan mudah dikenali. Burung berukuran sedang ini memiliki panjang tubuh sekitar 23-25 cm dengan berat antara 90-110 gram.
Postur tubuhnya tegak dan ramping, khas keluarga Sturnidae, dengan proporsi sayap yang lebar mencapai 30-35 cm yang memungkinkannya terbang dengan lincah di antara pepohonan.
Warna bulu jalak suren menunjukkan kontras yang mencolok antara hitam dan putih. Bagian kepala, leher, punggung, sayap, dan ekornya berwarna hitam pekat dengan kilau metalik kehijauan atau kebiruan saat terkena sinar matahari.
Sementara bagian dada, perut, dan pantatnya berwarna putih bersih. Pola warna ini dilengkapi dengan bercak-bercak putih pada bulu penutup sayap yang membentuk garis sayap khas.
Ciri paling mencolok dari jalak suren terdapat pada bagian kepala. Burung ini memiliki kulit wajah tanpa bulu berwarna merah jingga terang di sekitar mata hingga pangkal paruh.
Iris matanya berwarna coklat tua atau kuning kecoklatan, dengan jambul pendek yang dapat berdiri ketika waspada. Paruhnya yang kuat berbentuk kerucut berwarna kuning cerah, khas burung pemakan serangga.
Kaki jalak suren memiliki adaptasi khusus untuk bertengger. Warna kakinya kuning cerah sama seperti paruhnya, dengan bentuk ramping dan cakar tajam. Kaki ini memiliki tiga jari menghadap depan dan satu menghadap belakang, memungkinkannya mencengkeram dahan dengan kuat.
Perbedaan antara jantan dan betina (dimorfisme seksual) pada jalak suren tidak terlalu mencolok. Jantan umumnya berukuran lebih besar dengan warna lebih kontras, warna merah di wajah lebih cerah dan luas, serta postur tubuh yang lebih tegap. Sementara betina memiliki paruh dan kaki dengan warna kuning yang sedikit lebih pucat.
Anakan jalak suren memiliki penampilan yang berbeda dengan dewasa. Bulu mereka lebih kusam dengan dominasi warna kecoklatan, wajah belum memiliki warna merah, dan paruh serta kakinya berwarna abu-abu kecoklatan. Perubahan warna menjadi dewasa sempurna membutuhkan waktu sekitar satu tahun.
Beberapa adaptasi fisik khusus membuat jalak suren unik, antara lain lidah yang kuat untuk menangkap serangga, otot syrinx yang berkembang baik untuk menghasilkan variasi suara kompleks, serta bulu yang rapat dan keras sebagai perlindungan dari cuaca.
Status Perlindungan dan Ancaman
Berdasarkan Peraturan Menteri LHK No. P.106 Tahun 2018, jalak suren termasuk dalam daftar satwa dilindungi di Indonesia. IUCN Red List memasukkan spesies ini dalam kategori Least Concern secara global, namun populasinya di alam liar Indonesia mengalami penurunan signifikan.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam laporannya tahun 2020 mencatat penurunan populasi hingga 50% dalam 10 tahun terakhir di Jawa akibat perburuan liar dan hilangnya habitat.
Ancaman utama terhadap kelestarian jalak suren meliputi perdagangan ilegal, perusakan habitat, dan penggunaan pestisida di lahan pertanian. Burung ini banyak diburu untuk diperdagangkan sebagai hewan peliharaan karena kicauannya yang merdu. Data dari Wildlife Conservation Society (WCS) Indonesia menunjukkan bahwa ribuan ekor jalak suren masih diperdagangkan secara ilegal setiap tahunnya di pasar-pasar burung.
Punya Peran Ekologis
Sebagai bagian dari ekosistem, jalak suren memiliki peran penting sebagai pengendali hama alami. Burung ini dikenal sebagai pemakan serangga seperti belalang, ulat, dan wereng yang sering menjadi hama pertanian.
Penelitian yang dilakukan oleh IPB University (2019) menunjukkan bahwa keberadaan jalak suren dapat mengurangi hingga 30% serangan hama pada tanaman padi.
Selain itu, jalak suren juga berperan dalam penyebaran biji-bijian melalui kotorannya. Beberapa jenis tanaman seperti beringin dan loa sangat tergantung pada burung-burung pemakan buah seperti jalak suren untuk penyebaran bijinya. Hilangnya spesies ini dari ekosistem dapat mengganggu keseimbangan alam dan rantai makanan.
Di beberapa daerah di Jawa, jalak suren memiliki nilai budaya yang tinggi. Masyarakat tradisional sering menganggap kehadiran burung ini sebagai pertanda baik.
Beberapa komunitas bahkan memiliki tradisi untuk tidak mengganggu sarang jalak suren yang berada di sekitar pemukiman. Sayangnya, nilai-nilai kearifan lokal ini mulai terkikis seiring dengan maraknya perburuan untuk kepentingan komersial.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News


