Tidak setiap hari siswa sekolah dasar punya kesempatan memegang langsung selang pemadam kebakaran, mengenakan baju Damkar, atau mencoba memadamkan api seperti petugas sungguhan.
Namun, momen itu menjadi nyata bagi 165 siswa dari tiga SD di Desa Kedu, Kecamatan Kedu, Kabupaten Temanggung, pada Senin (4/8/2025).
Kegiatan ini berlangsung di halaman SD Negeri 1 Kedu mulai pukul 08.00 hingga 12.00 WIB. Diselenggarakan oleh KKN GIAT 12 Universitas Negeri Semarang (UNNES) bekerja sama dengan Tim Pemadam Kebakaran Kabupaten Temanggung, acara ini menjadi bagian dari program Desa Tangguh Bencana (DESTANA), sebuah inisiatif untuk membekali warga desa dengan keterampilan mitigasi bencana.
Mengajarkan Kesiapsiagaan Sejak Dini
Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), salah satu kunci menekan risiko korban saat bencana adalah kesiapsiagaan masyarakat, termasuk anak-anak. Oleh karena itu, edukasi tentang kebakaran menjadi langkah penting yang bisa dimulai dari usia sekolah.
“Edukasi ini penting diberikan sejak dini. Anak-anak perlu tahu bahwa kebakaran bukan hanya soal api, tapi juga soal respon cepat, kerja sama, dan keberanian,” ujar Sadam, perwakilan dari Tim Frosen Pemadam Kebakaran Kabupaten Temanggung.
Melalui kegiatan ini, siswa diharapkan memahami langkah-langkah dasar yang bisa dilakukan jika menghadapi kebakaran, mulai dari mengenali sumber api, memadamkannya dengan cara sederhana, hingga meminta bantuan petugas.
Rangkaian Simulasi yang Seru dan Edukatif
Acara dimulai dengan pengenalan tugas pemadam kebakaran. Petugas Damkar memperlihatkan peralatan yang digunakan dalam operasi, mulai dari baju tahan panas, helm, hingga selang air bertekanan tinggi.
Sesi kemudian berlanjut ke praktik interaktif:
Latihan fokus untuk melatih konsentrasi dalam situasi darurat.
Simulasi memadamkan api menggunakan kain basah.
Rintangan fisik membawa air, meniru situasi ketika warga harus memadamkan api di lokasi yang sulit dijangkau.
Penggunaan APAR (Alat Pemadam Api Ringan), yang diperagakan langsung oleh petugas.
Momen unik terjadi ketika Damkar membawa seekor ular. Petugas menjelaskan bahwa dalam beberapa misi penyelamatan, mereka juga harus berhadapan dengan satwa liar yang berpotensi membahayakan warga. Ular yang dibawa kali ini sudah jinak dan memiliki nama unik, yaitu Susan.
Sorak Sorai di Akhir Acara
Bagian yang paling dinanti siswa adalah sesi penutup. Petugas Damkar menghidupkan selang besar, menyemprotkan air ke udara, dan mengajak anak-anak berlari di bawah guyuran. Suasana halaman sekolah seketika berubah menjadi arena tawa dan keriuhan.
Bagi anak-anak, momen ini bukan sekadar bermain, tetapi juga menjadi cara untuk mengingat pengalaman positif tentang petugas pemadam kebakaran. “Senang banget! Basah semua, tapi seru,” ujar salah satu siswa sambil tersenyum lebar.
Langkah Nyata Menuju Desa Tangguh Bencana
Program DESTANA sendiri merupakan upaya mahasiswa KKN GIAT 12 UNNES dan masyarakat desa untuk membangun sistem kesiapsiagaan bencana berbasis komunitas.
Desa Kedu menjadi salah satu wilayah yang aktif menggelar kegiatan edukasi, simulasi, dan pelatihan untuk berbagai kelompok usia.
Melalui pelatihan ini, anak-anak diharapkan tidak hanya tahu apa yang harus dilakukan saat kebakaran, tetapi juga menularkan pengetahuan tersebut kepada keluarga mereka di rumah. “Anak-anak ini adalah generasi penerus, mereka perlu siap, bukan panik, saat menghadapi keadaan darurat,” tambah Sadam.
Dengan langkah-langkah kecil seperti ini, Desa Kedu membuktikan bahwa membangun masyarakat tangguh bencana dapat dimulai dari ruang kelas dan halaman sekolah.
Senyum anak-anak yang basah kuyup menjadi simbol bahwa belajar tentang bencana tidak selalu harus menegangkan namun bisa juga penuh keceriaan.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News