pahlawan literasi dari desa cimayang cerita bambang dan rumah baca taman semesta - News | Good News From Indonesia 2025

Pahlawan Literasi dari Desa Cimayang: Cerita Bambang dan Rumah Baca Taman Semesta

Pahlawan Literasi dari Desa Cimayang: Cerita Bambang dan Rumah Baca Taman Semesta
images info

Bambang Joko Susilo lahir di Sragen, 14 Juli 1964. Minatnya pada dunia menulis tumbuh sejak SMP, dibuktikan dengan karyanya yang dimuat tahun 1981 di rubrik Mimbar Harapan. Setelah menamatkan pendidikan di IISIP Jakarta dan berkarier sebagai jurnalis, ia memilih menulis cerita anak sebagai jalan pengabdian.

“Saya menulis cerita anak karena saya tahu, dari pengalaman pribadi, masa kecil itu penting. Cerita-cerita sederhana bisa menolong anak-anak melihat dunia dengan cara yang lembut,” ungkapnya.

Selain menulis, Bambang juga pernah melukis dan berperan dalam kegiatan seni. Namun, ia menemukan bahwa menulis adalah medium yang paling kuat untuk menyampaikan pengalaman dan pesan kehidupan.

Kepercayaannya pada kekuatan sederhana sebuah cerita membawanya meraih berbagai penghargaan, termasuk Anugerah Kebudayaan dari Menteri Kebudayaan dan Pariwisata pada 2003.

Pak Bambang, Pendiri Rumah Baca Taman Semesta
info gambar

Tahun 2008 menjadi titik balik penting. Dengan uang hasil royalti dan penghargaan dari dunia kepenulisan, ia memutuskan membeli tanah di sebuah desa asing bagi banyak orang: Desa Cimayang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor.

Alasannya sederhana tetapi mendalam: harga tanah yang terjangkau (hanya Rp15.000 per meter saat itu) dan suasana alamnya yang tenang, memungkinkan ia menemukan ruang untuk meditasi dan refleksi diri.

Awalnya, Bambang hanya ingin membangun rumah sederhana untuk tinggal dan membaca, tetapi interaksi dengan anak-anak setempat memunculkan ide baru.

Maka lahirlah Rumah Baca Taman Semesta pada tahun 2010—sebuah ruang literasi yang menyatukan cinta, kesyukuran, dan semangat berbagi.

Bootcamp 2 Mitigasi Bencana Local Heroes, GNFI Academy Hadirkan Banyak Narasumber

Sebagai seorang jurnalis yang hidup dari menulis, Bambang merasa ada panggilan untuk mengembalikan ilmu yang dimilikinya kepada masyarakat. Dari situlah muncul ide mendirikan rumah baca sebagai tempat di mana anak-anak bisa mengakses buku dan membangun imajinasi.

Ia membawa koleksi bukunya ke Desa Cimayang pada tahun 2009, lalu mulai mengundang anak-anak sekitar untuk datang ke rumah. Awalnya sederhana seperti membaca sambil duduk di teras rumah, membaca sambil bercengkrama, tanpa rak buku, tanpa ruang khusus. Namun, semangatnya sudah tumbuh sejak hari pertama.

Upaya pertama Bambang dibangun dari hasil menabung royalti buku-buku yang telah ia terbitkan. Sedikit demi sedikit, ia menyisihkan honor menulis untuk membeli perlengkapan dan menambah koleksi bacaan di rumah baca.

Teman-teman dekat dan sesama penulis ikut menyumbang buku, bahkan warga sekitar ikut membantu dengan semangat gotong royong.

Lambat laun rak buku mulai berdiri, dinding-dinding mulai dipenuhi hiasan, dan rumah baca kecil itu menjelma menjadi tempat yang hidup. 

Membangun taman baca di Desa Cimayang bukanlah perjalanan mudah bagi Pak Bambang. Sejak awal, ia harus menghadapi berbagai tantangan teknis dan finansial. Lokasi taman baca yang berada di wilayah sepi dan dipenuhi semak belukar membuat proses pembangunan tidak mudah.

“Waktu itu tempatnya sunyi, banyak binatang liar, saya bangun perlahan dari honor menulis,” ujar Bambang.

Tak hanya itu, bencana alam juga menjadi ujian berat. Tanah longsor sempat melanda area sekitar pohon bambu yang dekat dengan taman baca, bahkan merobohkan sebuah masjid. Di sisi lain, respons masyarakat menjadi penyemangat tersendiri. Anak-anak mulai berdatangan, antusias mengeksplorasi buku-buku yang tersedia. Orang tua pun menunjukkan dukungan.

“Awalnya cuma beberapa anak, tapi lama-lama makin banyak yang datang. Rak buku nambah, bangunan juga mulai diperbaiki,” kata Bambang. Kini, Taman Baca Cimayang tidak hanya menjadi tempat membaca, tetapi juga ruang aman untuk belajar dan berkumpul.

Anak-anak merasa senang dan terbantu. Seorang anak berkata, “Aku suka datang ke sini, bukunya banyak dan seru.” Perubahan pun mulai terasa, lingkungan sekitar lebih hidup.

Bagi Bambang, Rumah Baca Taman Semesta bukan sekadar tempat membaca, namun juga wujud nyata dari harapan agar literasi tidak hanya menjadi keterampilan, tetapi juga menjadi gaya hidup di tengah masyarakat.

“Saya ingin manfaat dari rumah baca ini bisa dimulai dari diri saya sendiri, kemudian menyebar ke masyarakat, khususnya dalam hal literasi. Karena saya seorang jurnalis, saya ingin melihat generasi yang mencintai membaca dan menulis,” sebutnya.

Harapan jangka panjang yang beliau titipkan pada rumah baca ini bukan hanya membentuk anak-anak yang pandai mengeja huruf, tapi juga generasi yang mampu “membaca semesta”—menafsirkan kehidupan dengan kepekaan, imajinasi, dan nalar kritis.

Baginya, prinsip Islam yang mendasari perintah pertama “Iqra” (bacalah), menjadi kompas moral sekaligus pendorong utama, bahwa membaca bukan hanya aktivitas intelektual, tetapi bentuk ibadah dan jalan pembebasan manusia.

Untuk generasi muda, pesan Bambang begitu kuat dan menyentuh. “Jangan berhenti membaca. Bangsa Arab dahulu bisa membangun peradaban dunia karena membaca. Dari membaca, kita bisa menulis. Dan menulis adalah kenyataan. Kita lahir dari cinta, semesta diciptakan dari cinta, dan akan berakhir dengan cinta.”

Kata-kata ini bukan hanya motivasi, tapi ajakan untuk menghidupkan cinta dalam setiap lembar pengetahuan yang dibaca dan ditulis. Menutup kisahnya, Bambang meyakini bahwa taman baca kecil di Desa Cimayang adalah bagian dari kebangkitan besar Nusantara.

Inovasi Lokal untuk Pertanian Modern: Kisah Local Heroes Pegiat Hidroponik KKN Umbulharjo

Kebangkitan yang dimulai dari hal sederhana, semangat berbagi, cinta akan ilmu, dan kerja bersama.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

RC
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.