Kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) merupakan salah satu bentuk pengabdian mahasiswa kepada masyarakat yang memiliki peran penting dalam pembangunan desa.
Dalam konteks ini, Dr. Sutoro Eko Yunanto,M.Si selaku Ketua Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa "APMD" Yogyakarta dan juga Guru Desa berpesan bahwa KKN itu berpijak dari empat prinsip nilai yakni bergaul, belajar, bekerja, dan berdesa. Secara harfiah dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Bergaul, prasyarat awal bagi mahasiswa memasuki pembelajaran sesungguhnya. Mahasiswa dituntut untuk beradaptasi dnegan lingkungan baru mengikuti adat dan tradisi setempat dengan menempatkan diri dengan masyarakat. Seperti ungkapan "di mana bumi dipijak, langit dijunjung." KKN menjadi wahana mahasiswa guna mnegasah kepekaan sosial dengan berinteraksi dengan masyarakat dan desa.
- Belajar, KKN menjadi ruang saling belajar antara tim KKN dengan masyarakat dan desa untuk mengorganisasikan diri bekerjasama, bertanggungjawab, dan membangun solidaritas.
- Bekerja, KKN menjadi wadah membangun kerja bersama antara tiim KKN dengan masyarakat melalui pilar bekerja bersama bermakna adanya keharusan pelibatan masyarakat dan institusi lokal dan desa mulai perencanaan program hinggaevaluasi program. Secara bertahap dilakukan dengan identifikasi masalah, potensi, dan kebutuhan masyarakat, serta merumuskan solusi alternatif terhadap persoalan yang dihadapi masyarakat.
- Berdesa, penyelenggaraan KKN berbasis desa atau "berdesa" dengan mendudukkan KKN ulang nilai dan gagasan "berdesa" yakni menempatkan desa sebagai "subjek" perubahan bukan sebagai objek. Oleh karena itu, program- program KKN diarahkan untuk menjawab problem berskala desa atau berbasis desa.
Tim KKN "RUBIK DESA" adalah kelompok KKN Tematik Berdesa yang telah di uji oleh P3M atau Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Mayarakat. Tim KKN Tematik Berdesa dengan nama "RUBIK DESA" merupakan istilah yang disingkat dari Ruang Publik Desa.
Konsep ini mengambil inspirasi dari permainan rubik, di mana setiap sisi dan warna berbeda perlu diputar dan diselaraskan agar membentuk konfigurasi yang harmonis. Dalam konteks desa, “rubik” dimaknai sebagai metafora keterhubungan antar aktor seperti pamong desa, pemuda, dan kelompok sosial lainnya, yang masing-masing membawa “warna” perspektif dan kapasitasnya sendiri.
Penataan yang dimaksud bukanlah pemaksaan keseragaman, melainkan upaya menyusun relasi sosial agar sinergis dan saling menguatkan.
Salah satu contoh penyelarasan ini nantinya dapat dilihat pada program-program KKN Tematik seperti, program Salodaya, yang melibatkan pamong desa atau pemerintah desa sebagai fasilitator kebijakan lingkungan, warga sebagai pelaksana pengelolaan sampah di tingkat rumah tangga, serta mahasiswa sebagai penggerak edukasi dan sosialisasi pengelolaan sampah partisipatif.
Dokumentasi dan Pemberdayaan
Dalam Desa dalam Lensa, keterlibatan pemuda diarahkan untuk mendukung proses dokumentasi dan pemetaan potensi desa melalui media visual dan digital, sekaligus menumbuhkan rasa kepemilikan dan kebanggaan terhadap identitas lokal.
Begitu pula dalam Literasi Desa, mahasiswa memfasilitasi pelatihan sesorah bagi pamong dan warga dewasa, serta pelatihan public speaking untuk anak-anak, yang mendorong tumbuhnya budaya komunikasi terbuka dan percaya diri antar generasi.
Proses ini mencerminkan upaya “memutar sisi rubik” secara kolaboratif agar seluruh elemen desa dapat bergerak bersama dalam kerangka pemberdayaan yang saling memperkuat.
Kemudian, gagasan tersebut, dibutuhkan pendekatan yang mampu menavigasi keragaman aktor dan kepentingan di desa secara kolaboratif. Pendekatan ini dapat dipahami melalui kerangka game theory, khususnya pada prinsip strategi kolaboratif antaraktor yang saling bergantung namun memiliki kepentingan berbeda.
Pendekatan Kolaboratif
Pendekatan tematik RUBIK DESA tidak hanya berfungsi sebagai alat analisis sosial, tetapi juga sebagai platform aksi nyata dan struktur kolaborasi antar aktor desa. Konsep ini bertujuan untuk memperkuat kapasitas masyarakat, meningkatkan kualitas pelayanan publik, serta menumbuhkan budaya kolaboratif dalam tata kelola desa.
Dalam praktiknya, RUBIK DESA menghadirkan ruang yang mendorong lahirnya praktik partisipatif yang otentik dimana warga tidak sekadar menjadi objek pembangunan, tetapi juga berperan sebagai penggerak perubahan sosial yang berbasis pada potensi lokal dan hubungan sosial yang sehat.
Pendekatan ini menjadi landasan filosofis sekaligus operasional dalam merancang program KKN Tematik yang adaptif terhadap dinamika dan kebutuhan desa.
Pelaksanaan KKN
KKN Tematik Berdesa "RUBIK DESA" akan berlangsung pada bulan Agustus hingga September 2025. Berlokasi di Kalurahan Bumirejo, Kapanewon Lendah. Kabupaten Kulon Progo dengan mencakup 15 Padukuhan.
Tim KKN "RUBIK DESA" terdiri dari 5 mahasiswi yakni Wahyu Sekar Nirwana, Hadidah Kusuma Mahasin, Vivi Cintia Devi dari Program Studi Ilmu Pemerintahan (S1) serta Finanda Putri dan Alifia Diva Zahrani dari Program Studi Ilmu Komunikasi (S1). Berbeda dengan KKN Tematik biasanya, Tim Rubik Desa selama KKN bermukim atau tinggal di posko KKN di salah satu padukuhan yakni di Padukuhan Gegunung dengan pendampingan langsung oleh Kepala Dukuh bernama Bapak Lilik Sutriyanto.
"RUBIK DESA" memiliki tema "Penguatan Potensi Kalurahan Bumirejo Melalui Ruang Sosial sebagai Arena Pemberdayaan." Program ini bertujuan untuk mengaktifkan kembali ruang-ruang sosial desa sebagai media kolaborasi antara warga, pamong, dan kelompok masyarakat melalui pendekatan yang edukatif dan partisipatif.
Mahasiswa hadir sebagai fasilitator yang menjembatani dialog dan aksi bersama, dengan membangun keterlibatan warga dalam kegiatan-kegiatan yang memanfaatkan potensi sosial dan budaya yang dimiliki desa.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News