masyarakat adat papua permasalahan lingkungan dan konservasi alam - News | Good News From Indonesia 2025

Masyarakat Adat Papua, Permasalahan Lingkungan, dan Konservasi Alam

Masyarakat Adat Papua, Permasalahan Lingkungan, dan Konservasi Alam
images info

Hari Masyarakat Adat Internasional diperingati setiap tanggal 9 Agustus. Tanggal ini dipilih karena bertepatan dengan rapat pertama kelompok kerja PBB tentang populasi adat yang dilaksanakan tahun 1982.

Lalu pada 1994, tanggal 9 Agustus ditetapkan sebagai Hari Masyarakat Adat Internasional dalam sidang Majelis Umum PBB. Pada sidang itu pula dibentuk resolusi untuk penyelesaian permasalahan masyarakat adat yang disebabkan oleh modernisasi dan kerusakan lingkungan. 

Jika kita membicarakan tentang permasalahan masyarakat adat maka akan berkaitan dengan permasalahan lingkungan yang mengancam ruang hidup mereka.

Sehari setelah Hari Masyarakat Adat Internasional kita juga akan memperingati Hari Konservasi Alam Nasional.

Dua tanggal penting ini sangat berkaitan karena masyarakat adat punya peranan penting dalam menjalankan konservasi alam yang sesungguhnya. 

Artikel terkait: HKAN 2023, Menteri LHK Berikan 18 Anugerah Konservasi Alam

Pada artikel kali ini kita akan membahas bagaimana perjuangan masyarakat adat papua dalam mempertahankan lingkungan hidup mereka yang sekaligus berdampak pada keseimbangan alam. 

Mengenal Masyarakat Adat Papua

Masyarakat adat papua terdiri dari berbagai macam suku-suku kecil yang begitu beragam akan budaya, bahasa, mata pencaharian, dan kepercayaan. Berdasarkan buku Etnografi Pembangunan Papua, kita dapat melihat perbedaan masyarakat adat Papua berdasarkan pembagian empat zona ekologis. 

Zona-zona ini meliputi lingkungan alam yang berbeda yang berdampak pada perbedaan cara hidup masyarakat Papua. Namun satu hal penting yang berkaitan dengan masyarakat Papua adalah mereka hidup berdampingan langsung dengan alam.

Zona ekologis berupa rawa, sungai, pesisir, dataran tinggi, lembah, dan lainnya menjadi tempat hidup bagi masyarakat adat Papua yang bermata pencaharian peternak, nelayan, pemburu, peramu sagu, dan peladang/pekebun. 

Perbedaan zona ekologis ini memengaruhi perbedaan sistem sosial masyarakat adat Papua. Zona pegunungan tengah seperti Suku Dani hidup dalam rumah-rumah besar yang terdiri dari gabungan klan yang besar. Adapun masyarakat yang hidup di pesisir memiliki sistem sosial yang terdiri dari keluarga-keluarga kecil yang bersifat individualistis.

Rusaknya Alam Papua

Bagi masyarakat adat Papua, alam diibaratkan sebagai ibu yang melahirkan kehidupan dan menyediakan segala hal yang dibutuhkan. Maka dari itu, mereka sangat menghargai alam seperti menghargai ibu mereka sendiri. 

Bagi masyarakat adat Papua, segala hal yang ada di alam dapat dimanfaatkan untuk kehidupan sehari-hari dan digunakan secukupnya, tetapi tidak untuk dieksploitasi besar-besaran untuk kepentingan ekonomi.

Jika kekayaan alam diambil dengan serakah maka alam akan marah dan tidak mau menyediakan makanan untuk manusia. Selain itu, masyarakat Papua ingin alam tetap lestari agar bisa menjadi tempat hidup bagi anak-cucu di masa depan. 

Alam merupakan bagian penting dari kehidupan masyarakat Papua tapi sejak zaman kolonial alam Papua sudah mulai dieksploitasi. Sudah menjadi rahasia umum jika alam Papua begitu kaya akan sumber daya alam seperti emas, nikel, kayu, minyak, migas, dan lainnya.

Masifnya kerusakan alam Papua akibat penambangan, eksploitasi hutan, dan pencemaran ekosistem laut menjadi ancaman bagi masyarakat adat Papua.

Konflik perebutan tanah, pengalihan fungsi hutan sebagai kebun sawit dan sawah menjadi deretan permasalahan yang dihadapi masyarakat adat Papua.

Upaya Jalankan Konservasi Alam oleh Masyarakat Adat Papua

Masyarakat Papua| Foto: (Pexels| Calvin_Cowakces)

Demi mempertahankan dan memperjuangkan hutan, laut, dan alam tempat mereka tinggal, masyarakat adat Papua punya banyak cara untuk menjalankan konservasi alam. Salah satu langkah dalam konservasi alam adalah aturan Tiyaitiki.

Aturan ini dibuat dengan tujuan untuk mengatur, mengelola, dan melestarikan sumber daya laut. Aturan Tiyaitiki sudah menjadi aturan turun temurun di mana terdapat wilayah laut yang dalam jangka waktu tertentu harus dijaga dan dilarang mengambil ikan di wilayah tersebut. 

Hal ini bertujuan agar biota laut yang ada di wilayah perairan itu dapat terus berkembang biak. Setelah waktu aturan tiyaitiki sudah selesai masyarakat diperbolehkan mencari ikan di wilayah tersebut. Namun, dengan catatan ikan yang masih kecil harus dilepaskan lagi ke laut.

Alat yang digunakan untuk menangkap ikan yaitu alat sederhana dan dilarang menggunakan bom atau racun berbahan kimia.

Berdasarkan video dokumenter Watchdoc yang mewawancarai ketua adat kampung Tablanusu, sanksi yang diberikan jika melanggar aturan tiyaitiki adalah dihukum berkeliling kampung dengan ikan-ikan hasil tangkapan yang digantung di leher.

Hukuman ini menjadi hukuman peringatan yang pertama bagi yang melanggar aturan tiyaitiki. 

Selain di laut, ternyata masyarakat adat Papua juga punya aturan untuk penggarapan tanah dengan cara ladang berpindah. Setiap keluarga memiliki lebih dari empat lokasi berkebun yang tiap lahannya digarap dengan rentang waktu yang berbeda.

Lahan pertama digarap selama 4-6 tahun jika dirasa sudah mulai berkurang hasil panennya maka mereka dapat menanam di ladang yang baru. Ladang yang sudah digunakan dibiarkan 'istirahat' terlebih dahulu. 

Masyarakat adat Papua juga paham betul tentang kawasan hutan primer yang tidak boleh dijadikan ladang, penebangan pohon, dijadikan lahan tempat tinggal, dan berburu. Kawasan hutan primer hanya boleh diambil kulit kayu, daun, dan rotan. 

Filosofi hidup masyarakat adat Papua sangat berkaitan dengan alam yang mereka anggap sebagai ibu mereka yang harus dijaga, dihormati, dan dirawat. Jika tidak, maka 'ibu' alam akan murka dengan menghukum manusia dengan sejumlah bencana dan kesulitan. 

Baca juga: Konservasi Kekayaan Alam Papua oleh Daawia Suhartawan

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

DS
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.