Kesadaran akan pentingnya pertanian berkelanjutan yang ramah lingkungan perlu ditanamkan oleh para petani. Hal inilah yang mendasari kegiatan Sosialisasi Pembuatan Pupuk Kompos oleh Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata Tematik Inovasi (KKNT-I) IPB University sebagai bagian dari program pengabdian kepada masyarakat.
Acara berlangsung di Desa Jayamekar, Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Garut, pada Minggu (27/07/2025), yang dihadiri oleh sejumlah masyarakat setempat khususnya para petani.
Acara dibuka oleh sambutan Ketua Pelaksana KKNT-I di Desa Jayamekar, Daffa Naufal Dzikrillah. Daffa menyampaikan bahwa diadakannya sosialisasi ini untuk meningkatkan kesadaran dan keterampilan masyarakat khususnya para petani desa dalam mengelola sampah organik seperti serasah kering dan kotoran hewan (kohe) menjadi sesuatu yang lebih bernilai tinggi berupa pupuk kompos.
Usai sambutan, materi disampaikan langsung oleh tim panitia dari Mahasiswa KKNT-I IPB yang menjelaskan secara lengkap mulai dari pengertian kompos atau pupuk organik, perbedaan antara pupuk organik dan pupuk kimia, serta kelebihan dan kekurangannya masing-masing kedua jenis pupuk tersebut.
Tidak lupa, panitia juga memberikan penjelasan mengenai waktu penggunaan pupuk organik dan kimia yang tepat, serta cara pembuatan pupuk organik dari kotoran hewan, khususnya kotoran kambing dan sapi. Selain itu, masyarakat juga dibekali informasi seputar cara pengaplikasian pupuk pada tanaman serta takaran yang sesuai dengan lahan garapan.
Setelah sesi materi, kegiatan dilanjutkan dengan sesi diskusi, yang mana sejumlah petani dengan antusias menyampaikan pendapat, pertanyaan, dan berdiskusi secara langsung. Melalui diskusi ini diketahui bahwa banyak di antara petani yang hadir, baru pertama kali mengetahui cara pembuatan pupuk organik, kebanyakan dari mereka menggunakan pupuk kimia untuk ladang garapannya.
“Kami biasa menggunakan pupuk kimia. Pupuk kimia dipakai 1 tahun sekali karena keterbatasan biaya,” tutur salah satu petani.
Daffa menanggapi bahwa salah satu penyebab hasil tanaman yang kurang produktif pada lahan adalah karena penggunaan pupuk kimia yang terlalu sering dan tidak seimbang. Pupuk kimia memang dapat memberikan hasil cepat, tapi jika digunakan terus menerus, akan mengakibatkan kerusakan tanah.
Akibatnya tanah kurang gembur dan kehilangan kemampuan menyimpan air dan nutrisi. Namun berbanding terbalik dengan pupuk kimia, pupuk organik dapat meningkatkan kesuburan tanah dan memperbaiki struktur tanah serta ramah lingkungan.
“Ketidaktepatan dalam cara pemupukan juga berpengaruh besar, jika pupuk hanya diberikan satu kali dalam setahun, maka tanaman tidak mendapat nutrisi yang seharusnya. Frekuensi pemupukan sendiri harus disesuaikan dengan kondisi cuaca. Saat musim kemarau lebih sering dilakukan karena tanaman lebih membutuhkan nutrisi tambahan akibat ketersediaan air yang terbatas,” lanjut Daffa.
Saat ditanya mengenai jadwal waktu pemupukan oleh warga setempat, Daffa menanggapi bahwa pemupukan tergantung kondisi lahan garapan masing-masing, namun secara umum dianjurkan dilakukan sebulan sekali. Tidak harus sepenuhnyamenggunakan pupuk organik, tetapi dapat diselingi dengan pupuk kimia untuk menjaga efektivitas dan hasil panen.
“Hal ini juga sebagai upaya mencegah ketergantungan terhadap penggunaan pupuk kimia yang dapat berdampak negatif pada tanah,” ujarnya.
Tidak hanya mendengar materi, para warga diajak praktik langsung membuat pupuk organik menggunakan kotoran hewan berupa kotoran sapi dan kotoran kambing. Bahan lain yang digunakan berupa larutan EM4 serta gula merah (dapat diganti dengan molase) yang telah dilarutkan.
Larutan yang ada kemudian dicampurkan dan disiram sedikit ke dalam lubang yang sebelumnya telah disiapkan warga. Selanjutnya masukkan serasah kering, kotoran hewan, lalu campur dengan rata. Siram kembali larutan EM4 hingga bahan terasa lembab. Terakhir, tutup lubang dengan terpal. Fermentasi berlangsung selama 2 minggu hingga 1 bulan dengan pembalikan bahan setiap minggu.
“Kompos matang ditandai dengan warna gelap, kemudian apabila memasukkan tangan kedalamnya, apabila tangan terasa hangat tandanya pengomposan berhasil, dan apabila pengomposan kurang efektif atau tidak hangat ketika kita memasukan tangan, maka perlu ditambah air, EM4 dan gula merah/molase kembali,” tutur Daffa.
Untuk memudahkan praktik warga, mahasiswa KKNT-I IPB University sudah mempersiapkan buku panduan sederhana dan poster pembuatan pupuk kompos. Acara kemudian diakhiri oleh ketua pelaksana dan dilanjutkan sesi dokumentasi.
Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan masyarakat tidak lagi memandang kotoran hewan sebagai limbah semata, melainkan sebagai sumber daya yang bernilai tinggi bagi pertanian. melalui sosialisasi dan praktik langsung, warga kini dapat mempelajari pengetahuan dan keterampilan mengolah kotoran menjadi pupuk organik yang ramah lingkungan dan mampu menyuburkan lahan secara berkelanjutan.
Kegiatan ini menjadi langkah awal kolaborasi mahasiswa dan masyarakat dalam menciptakan pertanian yang mandiri, sehat, dan produktif, dengan mengubah limbah menjadi emas hijau yang bermanfaat bagi tumbuhan.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News