Pada Selasa, 2 Juli 2025, sebanyak 19 mahasiswa IPB University memulai perjalanan pengabdiannya di Sekolah Buku Jalanan Chow Kit (BJCK), Kuala Lumpur, Malaysia. Melalui program Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKNT) Internasional yang akan berlangsung hingga 29 Juli 2025, para mahasiswa lintas fakultas ini terjun langsung untuk mendampingi anak-anak di kawasan Chow Kit.
Setiap anak berhak bermimpi, tak peduli di mana mereka dilahirkan atau bagaimana status kewarganegaraannya tercatat. Di tengah hiruk-pikuk kawasan Chow Kit, Kuala Lumpur, harapan itu tumbuh pelan-pelan melalui ruang aman bernama Sekolah Buku Jalanan Chow Kit (BJCK). Dalam program Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKNT) Internasional IPB University, kami berkesempatan menyelami kisah-kisah anak-anak luar biasa yang bertahan dan bermimpi di tengah keterbatasan.
Kisah inspiratif ini disampaikan secara langsung saat kami berkesempatan melakukan wawancara mendalam dengan Iffah, seorang remaja penuh semangat yang merupakan salah satu murid aktif di Sekolah Buku Jalanan Chow Kit (BJCK).
Kesempatan ini menjadi momen berharga, karena kami bisa menyaksikan langsung bagaimana BJCK, sebagai salah satu pusat pembelajaran informal yang berdiri di tengah kawasan padat Kuala Lumpur, memberikan harapan dan ruang tumbuh bagi anak-anak marginal yang selama ini terpinggirkan dari sistem pendidikan formal.
Di usia 17 tahun, Iffah bukanlah remaja biasa. Di balik semangat belajarnya yang menyala, tersimpan kisah perjuangan yang menyentuh hati: seorang anak tanpa kewarganegaraan yang menolak untuk menyerah pada keadaan.
Iffah adalah salah satu dari banyak anak yang hidup dalam bayang-bayang status stateless. Tanpa dokumen sah seperti kartu pengenalan atau kewarganegaraan resmi, ia ditolak oleh sekolah-sekolah formal sejak usia tujuh tahun.
“Saya hanya punya akta kelahiran, karena saya lahir di Malaysia. Tapi dalam akta itu menyatakan bahwa saya bukan warga Malaysia,” jelasnya. Kedua orang tuanya merupakan warga Indonesia yang bermigrasi ke Malaysia.
Saat ini, ayahnya telah berstatus sebagai penduduk tetap Malaysia dan ibunya memiliki paspor serta visa. Namun, saat mereka mencoba mendaftarkan kelahiran Iffah, mereka tidak memiliki surat nikah resmi yang membuat Iffah tidak dapat memperoleh kewarganegaraan Malaysia secara legal.
Akibatnya, Iffah tercatat sebagai bukan warga negara mana pun dan hingga kini hidup sebagai anak tanpa kewarganegaraan, atau stateless.
Sebelum mengenal BJCK, kehidupan Iffah tertutup dan penuh keterbatasan. Ia tak bisa membaca, berhitung, bahkan takut keluar rumah karena khawatir di-bully. Pendidikan formal bukanlah sesuatu yang bisa ia bayangkan. “Saya pikir hidup saya akan begini terus. Bahkan bermimpi pun terasa sia-sia,” ujarnya.
Kini, Iffah bercita-cita menjadi seorang insinyur atau arsitek. Alasannya sederhana namun sangat bermakna, ia ingin membangun rumah untuk kedua orang tuanya. “Saya ingin bangunkan rumah untuk orang tua saya. Saya ingin membuktikan bahwa perjuangan ini tidak sia-sia,” ucapnya dengan penuh harapan.
Bagi Iffah, BJCK bukan sekadar tempat belajar. “BJCK adalah tempat aman, rumah kedua, tempat di mana saya merasa didengar dan dihargai,” ungkapnya. Ia menutup kisahnya dengan pesan menyentuh untuk para pengajar dan staf di BJCK. “Terima kasih tidak pernah cukup. Tapi saya akan buktikan, semua usaha dan kerja keras kalian akan terbayar. Saya akan tunjukkan bahwa kalian telah mengubah hidup saya.”
Chow Kit mungkin akan tetap menjadi kawasan padat dengan berbagai tantangan sosial yang kompleks mulai dari kemiskinan hingga keterbatasan akses pendidikan. Namun, di tengah keterbatasan itu, buku-buku jalanan hadir sebagai harapan.
Melalui pendidikan, anak-anak disana menemukan kembali mimpi yang dulu terasa mustahil untuk digapai.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News