Kawan GNFI, dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia, nama Probosutedjo mungkin tak setenar sang kakak tirinya, Presiden Soeharto.
Namun, di balik bayang-bayang Orde Baru, Probosutedjo memiliki jejak panjang sebagai pengusaha pribumi, pendidik, hingga tokoh kontroversial dalam dunia hukum. Ia bukan hanya bagian dari sejarah kekuasaan, tetapi juga bagian dari transformasi pendidikan di tanah air.
Dari Kemusuk ke Jakarta: Awal Perjalanan Sang Adik Presiden
Lahir pada 1 Mei 1930 di Kemusuk, Yogyakarta, Probosutedjo adalah anak dari pasangan Atmopawiro dan Sukirah, yang juga merupakan ibu dari Soeharto, presiden kedua Indonesia. Meski berasal dari akar keluarga sederhana, kehidupan Probosutedjo berubah saat Soeharto naik menjadi pemimpin nasional.
Koneksi kekeluargaan itu memperkuat posisinya di tengah dunia bisnis Indonesia yang kala itu masih dikuasai oleh elite ekonomi non-pribumi.
Namun, Probosutedjo bukan hanya sekadar “adik presiden.” Ia membangun reputasinya sendiri sebagai pengusaha dan pendidik. Ia turut memanfaatkan peluang era Orde Baru untuk mendorong tumbuhnya ekonomi nasional, termasuk menjadi pelopor gerakan pengusaha pribumi melalui HIPPI (Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia).
Membangun Pendidikan Lewat Yayasan: Warisan Jangka Panjang
Salah satu kontribusi terbesar Probosutedjo yang masih bisa dirasakan hingga hari ini adalah keberhasilannya mendirikan dua institusi pendidikan tinggi ternama: Universitas Mercu Buana Jakarta dan Universitas Mercu Buana Yogyakarta (UMBY).
1. Yayasan Menara Bhakti dan Universitas Mercu Buana (Jakarta)
Didirikan melalui Yayasan Menara Bhakti pada tahun 1981, institusi ini awalnya bernama Akademi Wiraswasta Dewantara (AWD). Probosutedjo memiliki gagasan untuk menciptakan kader pengusaha Pancasilais—sosok-sosok yang tak hanya unggul dalam bisnis, tetapi juga menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan.
Pada 22 Oktober 1985, AWD resmi bertransformasi menjadi Universitas Mercu Buana, dan sejak saat itu terus berkembang menjadi salah satu kampus swasta unggulan di Jakarta. Universitas ini menjadi tempat belajar puluhan ribu mahasiswa yang berasal dari seluruh daerah Indonesia.
2. Yayasan Wangsa Manggala dan UMBY
Melalui Yayasan Wangsa Manggala, Probosutedjo juga mendirikan Universitas Wangsa Manggala di Yogyakarta pada tahun 1986. Kampus ini kemudian berganti nama menjadi Universitas Mercu Buana Yogyakarta pada 2008. Lembaga ini juga membawa misi serupa: memberikan akses pendidikan tinggi yang berkualitas kepada generasi muda, khususnya di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya.
Tak hanya membangun universitas, Probosutedjo juga turut mendirikan sekolah-sekolah dasar hingga menengah di bawah naungan yayasan, sebagai bentuk komitmen terhadap pembangunan sumber daya manusia Indonesia.
Pengusaha Nasionalis: Suara Pribumi di Tengah Oligarki
Probosutedjo dikenal sebagai tokoh yang vokal memperjuangkan hak pengusaha pribumi. Di tengah dominasi pengusaha asing dan keturunan Tionghoa, ia mempelopori gerakan pengusaha lokal agar bisa bersaing secara sehat di sektor ekonomi. Melalui HIPPI, ia menjadi simbol kebangkitan ekonomi nasional yang berlandaskan semangat kemandirian dan nasionalisme.
Namun, keberanian dan keterusterangannya kadang berujung pada gesekan. Dalam berbagai kesempatan, ia tidak segan mengkritik kebijakan ekonomi yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat atau pengusaha lokal.
Terjerat Skandal: Kasus Dana Reboisasi dan Penyuapan MA
Sebagai pengusaha besar yang terjun ke sektor kehutanan lewat PT Menara Hutan Buana, Probosutedjo sempat menuai kontroversi besar. Pada 2003, ia dijatuhi hukuman penjara karena terlibat dalam kasus penyalahgunaan dana reboisasi hutan tanaman industri (HTI) senilai Rp100,931 miliar.
Kasus ini tidak hanya menjadi sorotan karena besarnya nilai kerugian negara, tetapi juga karena praktik suap yang menyertainya. Dalam proses kasasi, Probosutedjo mengakui telah menyuap oknum jaksa dan hakim agung dengan total uang mencapai Rp6 miliar demi meringankan hukuman.
Pada 28 November 2005, Mahkamah Agung justru memperberat hukumannya menjadi 4 tahun penjara, denda Rp30 juta, serta pengembalian kerugian negara. Ia sempat menjalani masa tahanan di Lapas Sukamiskin sebelum akhirnya bebas pada 2008.
Meninggal Dunia dan Meninggalkan Warisan
Probosutedjo wafat pada 26 Maret 2018 dalam usia 87 tahun di Jakarta. Ia dimakamkan di Makam Somenggalan, Kemusuk, Sedayu, Bantul, DI Yogyakarta tepat di sebelah makam ayah nya.
Meski kepergiannya tak semeriah pemakaman tokoh nasional lain, warisan yang ia tinggalkan khususnya di bidang pendidikan terus hidup dan berkembang.
Warisan yang Ambivalen, tapi Berarti
Kawan GNFI, Probosutedjo adalah sosok yang kompleks. Ia bisa dikenang sebagai pengusaha nasionalis, pejuang pendidikan, sekaligus pelaku korupsi besar. Sejarah mencatatnya bukan hanya karena ia adik seorang presiden, tetapi karena peran aktifnya membentuk wajah pendidikan dan ekonomi Indonesia di era Orde Baru.
Universitas Mercu Buana dan UMBY menjadi saksi nyata dari gagasannya dalam membangun generasi baru yang mandiri, berjiwa wirausaha, dan mencintai bangsanya. Di sisi lain, keterlibatannya dalam skandal hukum juga menjadi pelajaran pahit bahwa kekuasaan dan kekayaan harus dijaga dengan integritas.
Warisan Probosutedjo bagi Indonesia adalah peringatan bahwa tokoh besar bukan hanya dinilai dari jabatan atau kekayaan, tetapi juga dari dampak dan integritas yang ditinggalkan.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News