Jamaah haji dari Indonesia sudah mulai menunaikan rangkaian ibadah di tanah suci. Beberapa kloter dari berbagai daerah yang ada di Indonesia sudah berangkat menuju Makkah untuk menjalankan salah satu Rukun Islam tersebut.
Bicara soal kloter keberangkatan jamaah haji, maka tentu tidak bisa lepas dari pesawat terbang yang menjadi moda transportasi menuju tanah suci. Para jamaah berangkat dari bandara dari masing-masing kloter keberangkatan dengan menggunakan pesawat terbang.
Namun tahukah Kawan jika dulunya jamaah haji berangkat ke Makkah tidak hanya menggunakan pesawat terbang saja. Mundur berpuluh-puluh tahun silam, jamaah haji dari Indonesia menggunakan kapal laut sebagai moda transportasi menuju Makkah.
Bahkan penggunaan kapal laut sebagai moda transportasi ini sudah terjadi sejak sebelum Indonesia merdeka. Perjalanan dengan menggunakan kapal laut ini biasanya memakan waktu berbulan-bulan sebelum sampai ke tanah suci.
Perubahan penggunaan moda transportasi ini terjadi pada Masa Orde Baru. Pada masa pemerintahan Soeharto tersebut, kapal laut tidak lagi menjadi satu-satunya moda transportasi bagi jamaah haji.
Pada periode waktu tersebut, para jamaah haji juga mulai berangkat dengan menggunakan pesawat terbang. Bahkan ada kalanya dalam periode yang sama terdapat dua moda transportasi yang digunakan sekaligus, yakni kapal laut dan pesawat terbang.
Lantas bagaimana penjelasan lebih lanjut terkait moda transportasi yang digunakan oleh jamaah haji pada Masa Orde Baru? Apa perbedaan yang didapatkan dari penggunaan moda transportasi tersebut, baik itu kapal laut maupun pesawat terbang?
Simak ulasan lengkapnya dalam artikel berikut ini.
Moda Transportasi Haji pada Masa Orde Baru
Dinukil dari artikel Kaksim, "Berhaji pada Masa Orde Baru di Sumatra Barat 1966-1998" yang terbit di Jurnal Pelangi, terdapat dua moda transportasi yang digunakan pada Masa Orde Baru untuk mengangkut jamaah haji ke tanah suci, yakni kapal laut dan pesawat terbang. Bahkan ketika pemerintah sudah mengambil alih keseluruhan pengelolaan haji pada 1969, kedua moda transportasi ini sudah digunakan untuk keberangkatan jamaah ke Makkah.
Penggunaan kapal laut sebagai moda transportasi sudah digunakan jauh sebelumnya. Salah satu keuntungan yang didapatkan ketika menggunakan moda transportasi ini adalah biaya haji yang jauh lebih murah jika dibandingkan dengan pesawat.
Misalnya pada 1966, biaya haji yang dikenakan kepada setiap jamaah yang menggunakan moda transportasi kapal laut adalah Rp25.500. Hal ini berbeda jauh dengan biaya haji pada tahun yang sama jika menggunakan pesawat terbang, yakni Rp110.000.
Namun seiring berjalannya waktu, biaya haji dengan menggunakan kapal laut menjadi lebih mahal jika dibandingkan pesawat. Salah satu contohnya terjadi pada 1975 dan 1976.
Pada dua tahun tersebut, biaya haji dengan menggunakan kapal haji adalah Rp795.000 dan Rp925.000. Di sisi lain, biaya haji dengan menggunakan pesawat terbang adalah Rp690.000 dan Rp890.000.
Kenaikan biaya haji menggunakan kapal laut menjadi salah satu alasan mengapa moda transportasi ini pada akhirnya tidak digunakan lagi. Selain itu, efektivitas keberangkatan jamaah haji dengan menggunakan pesawat terbang juga menjadi alasan lain mengapa penggunaan kapal laut dihentikan.
Akhirnya pada 1977, penggunaan kapal laut sebagai moda transportasi haji mulai dihentikan. Artinya sejak 1978, pesawat terbang menjadi satu-satunya moda transportasi yang digunakan untuk memberangkatkan jamaah haji dari Indonesia ke Makkah.
Untuk pesawat sendiri, Pemerintah Indonesia pada waktu itu bekerja sama dengan empat perusahaan penerbangan, yakni Garuda Indonesian Airways, Merpati Nusantara Airlines, Mandala Airlines, dan Bouraq Indonesia Airlines. Sejak saat itu, pesawat terbang menjadi satu-satunya moda transportasi yang digunakan untuk keberangkatan haji dari Indonesia hingga sekarang.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News