Legenda La Wonca Kompo merupakan salah satu cerita rakyat yang berasal dari daerah Nusa Tenggara Barat atau NTB. La Wonca Kompo merupakan seorang permaisuri cantik yang baik hati.
Namun sayang, kebaikan sang permaisuri tidak berbekas di hati para dayang. Hal ini membuat dirinya mesti berpisah dengan ketujuh anaknya.
Lantas bagaimana kisah lengkap dari legenda La Wonca Kompo tersebut?
Legenda La Wonca Kompo, Cerita Rakyat dari Nusa Tenggara Barat (NTB)
Dikutip dari buku Agnes Bemoe yang berjudul Kumpulan Cerita Rakyat Nusantara, dikisahkan bahwa La Wonca Kompo merupakan seorang permaisuri yang cantik dan baik hati. Namun sayang, para dayang merasa iri dan benci dengan keberadaan sang permaisuri.
Pada suatu hari, La Wonca Kompo melahirkan tujuh orang bayi. Dari ketujuh bayi tersebut, enam di antaranya merupakan laki-laki.
Sementara itu, si bungsu merupakan seorang perempuan. Pada momen ini, para dayang berniat untuk menghanyutkan ketujuh bayi tersebut.
Mereka kemudian berencana ingin mengganti para bayi ini dengan tongkol jagung dan biji mangga di ranjangnya. Dengan demikian, sang raja bisa murka melihat hal tersebut.
Pada saat La Wonca Kompo melahirkan, sang raja memang tengah pergi berburu. Sesampainya di istana, sang raja langsung menuju ranjang bayi untuk melihat anak-anaknya.
Namun alangkah terkejutnya sang raja melihat di ranjang bayi hanya ada tongkol jagung dan biji mangga. Dia menganggap bahwa La Wonca Kompo melahirkan tongkol jagung dan biji mangga.
Akhirnya sang raja menjadi murka. Dia memerintahkan pengawal untuk mengubur La Wonca Kompo di kolong istana hingga batas ketiak.
Dia juga memerintahkan untuk para dayang agar tidak memberi makan dan minum kepada sang permaisuri. La Wonca Kompo tidak bisa berbuat apa-apa atas hal tersebut.
Di sisi lain, ketujuh bayi yang dihanyutkan oleh para dayang ternyata ditemukan oleh sepasang raksasa. Pasangan raksasa ini bernama Ompu Ranggasana dan Wai Ranggasana.
Pada awalnya, Ompu Ranggasana berniat untuk memakan ketujuh bayi tersebut. Namun Wai Ranggasana mencegah pasangannya tersebut.
Dia berkata bahwa mereka bisa merawat para bayi ini hingga tumbuh besar. Dengan demikian, mereka bisa makan lebih banyak lagi nantinya.
Akhirnya pasangan raksasa ini merawat ketujuh bayi tersebut. Beberapa tahun kemudian, ketujuh bayi ini tumbuh besar dan sehat.
Pada suatu hari ketujuh anak ini tanpa sengaja mendengar percakapan Ompu Ranggasana dan Wai Ranggasana. Waktu itu, Ompu Ranggasana berkata sudah saatnya bagi mereka untuk memakan ketujuh anak tersebut.
Namun Wai Ranggasana kembali mencegahnya. Dia berkata agar mereka bersabar sedikit lagi hingga ketujuh anak tersebut lebih dewasa.
Mendengar percakapan ini, ketujuh bersaudara ini kemudian menyusun rencana untuk melarikan diri. Mereka kemudian membuat sebuah sampan dan menumpuk semua bahan makanan di dalamnya.
Pada hari yang ditentukan, mereka bergegas pergi dari tempat raksasa tersebut. Kebetulan pada hari itu Ompu Ranggasana dan Wai Ranggasana tengah pergi berburu ke hutan.
Mereka juga membawa perahu milik raksasa itu agar tidak bisa mengejar. Selain itu, mereka juga membawa ayam hutan milik Ompu Ranggasana.
Setelah melakukan perjalanan selama berhari-hari, sampailah ketujuh bersaudara ini di sebuah tempat. Ternyata mereka kembali ke desa tempat asalnya.
Namun ketujuh bersaudara ini masih belum mengetahui bahwa itulah tempat asal mereka.
Ketujuh bersaudara ini kemudian berjalan mengelilingi desa. Tidak lama kemudian, sampailah mereka di istana raja.
Ketujuh bersaudara ini kemudian melihat seorang perempuan yang dikubur di kolong istana. Mereka merasa kasihan dan ingin menolong wanita tersebut.
Di momen yang sama, sang raja tengah mencari lawan tanding untuk ayam jagonya. Semua ayam yang ada di sana sudah berhasil dikalahkan.
Melihat ayam hutan yang dibawa ketujuh bersaudara ini, sang raja kemudian langsung memberikan tantangan. Jika mereka berhasil mengalahkan ayam sang raja, maka semua istana dan isinya akan jadi milik mereka .
Sebaliknya jika ayam mereka kalah, maka nyawa ketujuh bersaudara ini akan dihabisi oleh sang raja. Ketujuh bersaudara ini kemudian bersedia menerima tantangan sang raja.
Pada awalnya, ayam hutan milik ketujuh bersaudara ini terlihat tidak berkutik. Namun tidak lama kemudian, ayam hutan milik mereka tiba-tiba menyerang dengan cepatnya.
Akhirnya ayam sang raja tumbang dan tidak bisa bangkit lagi. Sang raja kemudian menepati janji dengan memberikan istana beserta isinya.
Namun ketujuh bersaudara ini menolak pemberian tersebut. Mereka hanya meminta agar sang raja membebaskan wanita yang dikubur di kolong istana.
Sang raja heran mendengar permintaan ketujuh bersaudara ini. Akhirnya sang raja membebaskan La Wonca Kompo seperti permintaan mereka.
Saat dibebaskan, La Wonca Kompo langsung memeluk ketujuh bersaudara tersebut. Dia langsung yakin bahwa ketujuh bersaudara itu merupakan anak mereka.
Si sulung kemudian bertanya kepada La Wonca Kompo apa yang bisa membuktikan perkataannya tersebut. La Wonca Kompo kemudian berkata bahwa adik bungsu mereka memiliki tanda merah di paha kirinya.
Benar saja, si bungsu memang memiliki tanda tersebut di paha kirinya. Akhirnya mereka merasa senang bisa bertemu kembali dengan sang ibu.
Di sisi lain, sang raja merasa malu telah menghukum La Wonca Kompo. Ternyata selama ini sang permaisuri tidak bersalah sama sekali.
Untungnya La Wonca Kompo tidak menyimpan dendam sedikitpun. Dia pun memaafkan sang raja dan kembali hidup bahagia bersama keluarganya.
Itulah kisah dari legenda La Wonca Kompo, salah satu cerita rakyat yang berasal dari daerah NTB.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News