Di balik tempurung keras dan gerakan anggunnya menyusuri samudra, penyu menyimpan rahasia unik yang tak terlihat oleh mata—sidik jari genetik yang membedakan satu populasi dengan lainnya.
Temuan terbaru mengungkap bahwa penyu di perairan Indonesia memiliki keragaman genetik yang luar biasa, sebuah penemuan yang dapat mengubah pendekatan konservasi untuk melindungi spesies kuno ini.
Mengungkap Misteri Genetik Penyu
Selama ini, upaya konservasi penyu banyak mengandalkan metode konvensional seperti memantau jumlah sarang, melacak migrasi, atau menghitung populasi berdasarkan penampakan fisik.
Namun, pendekatan ini dinilai kurang memadai untuk memahami dinamika sebenarnya di balik kehidupan penyu. Dr. Beginer Subhan, peneliti dari IPB University, menjelaskan bahwa genetika membuka jendela baru untuk menelusuri silsilah penyu.
Genetika akan mengungkap hubungan antarpopulasi yang terpisah ribuan kilometer, serta mengidentifikasi keunikan genetik yang tersembunyi.
“Genetika tidak hanya membantu kita melacak asal-usul penyu, tetapi juga menyambung kembali simpul-simpul kehidupan yang terputus oleh waktu dan jarak,” ujar Dr. Begin, dikutip dari IPB Today.
Dengan pemetaan genetik, konservasi tidak lagi sekadar menyelamatkan individu, tetapi juga memastikan keberlangsungan keragaman hayati yang lebih holistik.
Penemuan Haplotipe Baru pada Penyu Sisik
Salah satu penelitian yang dilakukan oleh tim IPB University berfokus pada penyu sisik (Eretmochelysimbricata) di kawasan Laut Jawa.
Tim peneliti menganalisis bagian DNA yang disebut d-loop dari 152 individu penyu yang bertelur di enam lokasi berbeda.
Hasilnya mencengangkan! Mereka menemukan 20 jenis haplotipe, semacam sidik jari genetik, dan 13 di antaranya merupakan temuan baru yang belum pernah tercatat sebelumnya.
Yang lebih menarik, beberapa haplotipe ini juga ditemukan di Malaysia dan Australia, menunjukkan bahwa penyu-penyu ini melakukan perjalanan lintas negara namun tetap kembali ke tempat asalnya untuk bertelur.
“Ini membuktikan bahwa penyu memiliki kemampuan navigasi yang luar biasa. Mereka bisa bermigrasi ribuan kilometer, tetapi ingat jalan pulang,” kata Dr. Begin.
Temahami pola migrasi ini sangat penting bagi konservasi, karena populasi penyu tidak mengenal batas negara. Mereka bergerak mengikuti arus laut, suhu air, dan insting yang diwariskan secara turun-temurun.
Baca juga Penyu Lekang dan Perjuangan Konservasi, Selamatkan Si Penjaga Laut dari Kepunahan
Arus Laut dan Perbedaan Genetik Penyu Lekang
Penelitian lain yang dilakukan pada penyu lekang (Lepidochelysolivace) di Teluk Cendrawasih mengungkap fenomena unik. Meskipun secara geografis berdekatan, populasi penyu di Kwatisore dan Pulau Yapen memiliki komposisi genetik yang berbeda.
Penyebabnya ternyata adalah arus laut yang bertindak seperti penghalang alami, membatasi pertukaran genetik antarkelompok.
Selama musim angin barat laut, arus yang kuat mencegah penyu dari dua wilayah tersebut bertemu dan berkembang biak secara campuran. Akibatnya, mereka berevolusi secara terpisah, menciptakan jalur genetik yang berbeda.
“Ini seperti dua saudara yang tumbuh di lingkungan berbeda dan mengembangkan ciri khas masing-masing,” jelas Dr. Begin.
Pemetaan genetik juga mengungkap bahwa populasi penyu lekang di Indonesia terbagi ke dalam beberapa klad (kelompok genetik). Salah satu klad besar mencakup wilayah barat Indonesia seperti Aceh, Pariaman, dan Bali, yang memiliki kaitan genetik dengan populasi di India.
Sementara itu, klad lain ditemukan di kawasan timur seperti Teluk Cendrawasih dan Kapoposang, yang berbagi haplotipe dengan Australia.
Implikasi untuk Konservasi yang Lebih Presisi
Temuan-temuan ini bukan sekadar pengetahuan akademis, melainkan panduan penting untuk merancang strategi konservasi yang lebih tepat sasaran.
Selama ini, upaya perlindungan penyu sering kali bersifat umum, tanpa mempertimbangkan perbedaan genetik antarpopulasi. Padahal, setiap kelompok memiliki kerentanan dan kebutuhan yang berbeda.
Di daerah dengan keragaman genetik tinggi seperti Teluk Cendrawasih, fokus konservasi harus pada menjaga variasi tersebut agar tidak punah.
Sementara di wilayah dengan pertukaran genetik rendah, langkah yang diperlukan adalah mencegah perkawinan sedarah dan menjaga jumlah populasi agar tidak menyusut drastis.
“Jika satu populasi punah, haplotipe unik yang dimilikinya akan hilang selamanya dan tidak bisa digantikan oleh populasi lain,” tegas Dr. Begin.
Kehilangan keragaman genetik tidak hanya mengurangi ketahanan spesies terhadap penyakit dan perubahan lingkungan, tetapi juga memutus rantai evolusi yang telah berlangsung selama ribuan tahun.
Dorong Konservasi Berbasis Genetik
Konservasi berbasis genetika membuka peluang untuk melindungi penyu secara lebih efektif dan berkelanjutan.
Dengan memahami struktur populasi dan pola migrasi, para peneliti dapat merancang kawasan lindung yang lebih strategis, memprioritaskan lokasi-lokasi dengan keanekaragaman genetik tinggi, serta memperkuat kerja sama lintas batas negara.
Selain itu, upaya ini juga memiliki dampak positif bagi masyarakat lokal. Konservasi yang terarah dapat mendukung ekowisata berbasis penyu, meningkatkan kesadaran lingkungan, dan melibatkan komunitas pesisir dalam upaya perlindungan.
“Konservasi bukan hanya tentang menyelamatkan penyu hari ini, tetapi memastikan mereka tetap menjadi bagian dari ekosistem laut yang utuh untuk generasi mendatang,” pungkas Dr. Begin.
Baca juga Penyu Belimbing, Fakta, Ancaman & Konservasi Penyu Raksasa
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News