Transaksi digital kini menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia. Aktivitas seperti memesan makanan lewat aplikasi, berbelanja di marketplace, hingga menonton film melalui layanan streaming telah menjadi kebiasaan harian.
Transformasi ini mengubah wajah konsumsi masyarakat dan menghadirkan ekosistem ekonomi baru yang dinamis.
Seiring perkembangan tersebut, muncul tanggung jawab baru bagi negara untuk memastikan bahwa setiap nilai ekonomi yang beredar di ruang digital juga memberikan kontribusi kepada kas negara.
Dalam konteks ini, pajak digital menjadi salah satu instrumen penting yang menghubungkan pertumbuhan ekonomi dengan kemandirian fiskal negara.
Pajak Digital dan Transformasi Ekonomi Digital
Ekonomi digital Indonesia mengalami pertumbuhan pesat dalam beberapa tahun terakhir. Laporan Bank Indonesia tahun 2024 mencatat nilai transaksi digital mencapai Rp5.800 triliun, meningkat sebesar 11,3% dibandingkan tahun sebelumnya.
Angka ini mencerminkan betapa besar dan luasnya aktivitas ekonomi masyarakat yang kini berlangsung di ruang digital.
Sebagai respon terhadap perubahan ini, pemerintah memberlakukan kebijakan perpajakan atas Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Sejak 2020, perusahaan seperti Google, Netflix, dan Spotify diwajibkan memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Pemberdayaan UMKM Desa Mekarjaya melalui Program “UMKM Go Digital” dan “UMKM Berdaya” oleh Mahasiswa KKN-T IPB University
Hingga pertengahan 2024, terdapat 177 pelaku usaha digital yang ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE, dengan total kontribusi sebesar Rp18,95 triliun. Capaian ini menunjukkan bahwa regulasi pajak digital telah memberi kontribusi nyata terhadap APBN (Kementerian Keuangan RI, 2024).
Langkah ini sekaligus menjadi upaya mengurangi ketimpangan antara pelaku usaha lokal yang sudah patuh pajak dan perusahaan digital asing yang sebelumnya tidak terjangkau oleh sistem perpajakan nasional.
Digitalisasi Perpajakan: Inovasi dan Tantangannya
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) meluncurkan Core Tax Administration System (CTAS) pada 2024 untuk mempercepat transformasi digital perpajakan. Sistem ini memungkinkan integrasi data lintas platform, pelacakan transaksi, dan pelaporan yang lebih mudah.
Inovasi lain seperti e-Filing, e-Bupot, dan e-Faktur membuat pelaporan pajak lebih praktis. Inovasi ini membuat pelaporan dan pembayaran pajak menjadi lebih praktis, khususnya bagi pelaku ekonomi digital yang sebelumnya sulit terjangkau oleh sistem pajak konvensional.
Data dari DJP menunjukkan, pada 2023 pengguna e-Filing telah mencapai lebih dari 14 juta orang.
Capaian ini menandakan bahwa masyarakat Indonesia, terutama generasi yang tumbuh di era digital, semakin terbuka dan siap menerima sistem perpajakan yang lebih modern.
Namun, keberhasilan digitalisasi pajak tidak hanya bertumpu pada ketersediaan teknologi, tetapi juga pada peningkatan literasi dan kesadaran pajak di kalangan masyarakat.
Banyak pelaku usaha digital skala mikro yang masih memerlukan pendampingan untuk memahami hak dan kewajibannya sebagai wajib pajak.
Untuk menjawab tantangan tersebut, DJP menggencarkan program edukatif seperti Pajak Bertutur Digital, Klinik Pajak Digital, serta kampanye melalui media sosial.
Salah satu hasil positif dari upaya ini terlihat pada Warung Bu Tatik, penjual makanan rumahan di Yogyakarta, memasarkan produknya melalui aplikasi GoFood dan ShopeeFood. Di awal, Bu Tatik belum memahami pentingnya NPWP dan pelaporan omzet.
Namun setelah mengikuti program edukasi perpajakan, ia mulai terbiasa melapor melalui e-Filing dan mendapatkan berbagai manfaat, termasuk akses pembinaan usaha dan informasi pembiayaan.
“Awalnya takut dan bingung, tapi sekarang jadi terbiasa lapor lewat e-Filing,” ungkapnya dalam wawancara dengan Harian Kompas (Kompas, 2024).
Mahasiswa KKNT IPB University Gelar Demo Masak MPASI Sehat di Desa Cibeber I
Kisah ini menunjukkan bahwa edukasi yang inklusif dapat membantu UMKM tidak hanya patuh pajak, tetapi juga naik kelas dalam ekosistem digital yang makin kompetitif.
Kolaborasi Digital untuk Kemandirian Fiskal
Peningkatan penerimaan negara dari sektor digital menjadi pondasi penting dalam mewujudkan kemandirian fiskal. Ketika seluruh aktivitas ekonomi, termasuk yang berbasis digital, memberikan kontribusi pajak, negara dapat mengurangi ketergantungan terhadap utang luar negeri.
Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan menyatakan bahwa kontribusi sektor digital terhadap total penerimaan pajak diproyeksikan meningkat dua kali lipat pada tahun 2026.
Proyeksi ini mencerminkan potensi besar dari sektor digital yang masih dapat terus dioptimalkan melalui kebijakan yang progresif dan sistem yang inklusif.
Kemandirian fiskal tidak hanya bergantung pada besarnya angka penerimaan, tetapi juga pada struktur pajak yang adil dan berkelanjutan.
Pajak digital memberikan peluang untuk memperluas cakupan perpajakan tanpa membebani sektor-sektor yang sudah mapan, serta mendorong partisipasi sektor ekonomi baru yang selama ini belum terjangkau.
Keberhasilan implementasi pajak digital sangat bergantung pada kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan penyedia platform digital.
Marketplace, layanan pembayaran, hingga penyedia konten memiliki peran strategis dalam mendorong kepatuhan perpajakan melalui integrasi sistem, edukasi pengguna, serta pelaporan transaksi secara real time.
Beberapa platform seperti Tokopedia, Shopee, dan Bukalapak sudah menyediakan menu NPWP dan pelaporan pajak bagi mitra penjual. Layanan keuangan digital seperti GoPay dan OVO turut berkolaborasi dengan DJP dalam menyampaikan informasi perpajakan kepada penggunanya.
Bentuk partisipasi ini memperkuat semangat kolaboratif dalam menciptakan ekosistem digital yang sehat dan bertanggung jawab.
Kolaborasi ini menjadi bukti bahwa kemandirian fiskal bukan hanya urusan negara, tetapi tanggung jawab kolektif seluruh pemangku kepentingan dalam ekosistem digital.
Cerita Mimpi Wonosari: Kolaborasi KKN-T IPB Malang dalam Membangun Anak Ceria dan Cerdas
Transformasi digital telah membentuk pilar baru dalam struktur ekonomi Indonesia. Pajak digital hadir sebagai jembatan antara kemajuan teknologi dan kemandirian fiskal.
Dengan kebijakan adaptif, sistem yang terintegrasi, edukasi menyeluruh, serta kolaborasi lintas sektor, pajak digital berpotensi menjadi fondasi kuat ekonomi Indonesia yang lebih adil, inklusif, dan mandiri.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News