Ahmad Musawwir Nasar atau lebih sering dipanggil Musa adalah aktivis yang fokus memberi perhatiannya ke pendidikan Indonesia. Ia kerap aktif mengamati dan mengkritisi sistem pendidikan di tanah air dengan masuk ke daerah terpencil untuk mempelajari sekaligus membantu mencari solusi lewat ide-idenya.
Sistem pendidikan memang menjadi PR besar bagi bangsa Indonesia dari masa ke masa. Kurikulum yang sering berganti adalah contoh masalah yang seolah sulit terpecahkan dari para pemangku jabatan.
Musa sendiri sejauh ini memiliki sejumlah program yang diusung oleh yayasannya, Inspire Dedication Education for All (Idefa). Salah satu yang digalakkan ialah pemberian beasiswa pendidikan untuk anak-anak bermasalah.
Beasiswa untuk Anak Bermasalah
Pemberian beasiswa pendidikan yang diberikan Idefa sudah dilakukan secara berkelanjutan sejak 2020. Sasaran yang dituju ialah anak-anak yang dinilai bermasalah.
Satu pengalaman diceritakan Musa. Suatu waktu di Sumba Timur, Musa dan timnya memberi beasiswa untuk seorang anak dari orang tua yang menikah secara adat, tidak secara sipil. Musa dalam kasus ini pun menemukan betapa sulitnya mendaftarkan beasiswa untuk anak tersebut karena kerap terganjal masalah administrasi.
“Adiknya itu sebenarnya tidak yang pintar banget, tidak juga bodoh, tidak malas. Tapi secara ekonomi dia harusnya bisa diusahakan dapat beasiswa,” kata Musa kepada Good News From Indonesia dalam segmen GoodTalk.
Orang tuanya yang tidak memiliki kartu keluarga inilah pangkal masalahnya. Musa pun bergerak untuk bertemu langsung dengan guru si anak demi mengurus masalah administrasi semacam itu.
“Aku menganggap kalau persoalan administratif saja kenapa harus dipermasalahkan. Makanya kami mengusahakan beasiswa untuknya sejak 2022 sampai sekarang,” ungkapnya.
Guru Perlu Tanda Jasa
Selain sistem pendidikan yang tidak konsisten dan tidak optimal, Musa juga mengkritisi kesejahteraan guru. Menurutnya narasi “guru pahlawan tanpa tanda jasa” malah dirasa memberatkan yang membuat guru jauh dari kata sejahtera dalam menghidupi dirinya atau keluarganya sendiri.
Musa bukan anak kota yang merasakan mudahnya akses pendidikan dari pemerintah. Ia berasal dari Kepulauan Selayar, sebuah kabupaten yang terletak di selatan Teluk Bone, Sulawesi Selatan.
Berlatar belakang anak kepulauan membuatnya merasakan banyak keterbatasan dan ketimpangan akan tidak meratanya sistem pendidikan. Dari banyaknya ketimpangan itulah Musa sadar akan nasib guru-guru yang tidak sejahtera hidupnya.
Maka dari itu, Musa merasa keberatan dengan narasi lawas yang diturun-temurunkan yaitu “guru pahlawan tanpa tanda jasa”. Demi mengenyahkan narasi itu, ia kemudian membuat narasi baru sebagai pentingnya memerhatikan kesejahteraan guru, yakni “guru perlu tanda jasa”.
“Narasi dari awal sampai sebelum penutup itu pure dari pengalaman sendiri dan hasil diskusi ataupun baca buku,” ujar Musa.
Musa juga menyebut pertemuannya dengan Abdur Arsyad memunculkan narasi itu. Komika asal Larantuka tersebut memang vokal dengan adanya kesenjangan pendidikan yang ada di Indonesia, terutama daerah. Musa dan kawan-kawannya di Yayasan Semua Murid Semua Guru memberi ide soal ketimpangan sistem pendidikan dan dari situlah narasi akan kepedulian guru itu lahir.
“Hasil ngobrol dengan Kak Abdur Arsyad, dia punya satu special show stand up comedy akhirnya dijadikan tema pahlawan perlu tanda jasa. Tidak spesifik Musa, waktu itu kebetulan saya bergerak di Yayasan Semua Murid Semua Guru dan termasuk yang memberikan ide-ide soal special show-nya Kak Abdur. Jadi saling terkait,” ucapnya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News