Di ujung semenanjung Cagar Alam Pangandaran, tersembunyi sebuah situs purbakala yang menyimpan jejak peradaban Hindu kuno—Situs Batu Kalde.
Tempat ini merupakan kompleks struktur bangunan Hindu yang terdiri dari balok-balok batu, arca, dan fragmen candi yang sebagian masih terkubur di dalam tanah.
Di antara peninggalan yang ditemukan, terdapat arca Nandi (lembu suci), yoni, lingga, serta struktur bangunan yang diduga merupakan bagian dari Candi Pananjung.
Situs ini terletak di daerah Pananjung, sebuah nama yang disebutkan dalam naskah kuno Bujangga Manik, seorang pendeta Hindu Sunda yang melakukan perjalanan religius pada abad ke-15.
Dalam catatannya, Bujangga Manik menyebutkan bahwa ia pernah singgah di sebuah desa bernama Pananjung, yang terletak di tanjung yang menjorok ke Laut Selatan. Tidak menutup kemungkinan bahwa situs Batu Kalde adalah tempat suci yang ia kunjungi dahulu.
Arsitektur dan Fungsi Candi Pananjung
Berdasarkan pengamatan arkeologis, bangunan di Situs Batu Kalde memiliki denah bujur sangkar berukuran 12 x 12 meter. Struktur yang tersisa saat ini terdiri dari tiga lapisan batu, meskipun arah hadap bangunan belum dapat dipastikan karena tidak ditemukan penampil (proyeksi dinding) seperti pada candi-candi di Jawa Tengah atau Timur.
Uniknya, candi ini diduga tidak sebesar atau semegah candi-candi di Jawa Tengah. Ketebalan struktur batu dan kedalaman pondasinya menunjukkan bahwa bangunan ini mungkin memiliki atap dari bahan organik seperti kayu atau ijuk, yang tidak bertahan lama karena faktor cuaca dan abrasi air laut.
Letaknya yang berdekatan dengan pantai juga membuat situs ini sering terendam air pasang, mempercepat kerusakan pada batu-batu penyusunnya.
Kaitan dengan Kerajaan Galuh dan Tradisi Pemakaman Raja
Situs Batu Kalde tidak hanya penting dari segi arkeologi, tetapi juga memiliki nilai sejarah yang terkait dengan Kerajaan Galuh. Dalam Waosan Babad Galuh, disebutkan bahwa setelah wafatnya Prabu Linggawesi, jasadnya disemayamkan di Candi Candha Wasi, yang terletak di sebuah semenanjung di Pantai Selatan.
Prosesi pemakamannya dihadiri oleh rakyat yang berjubel dari keraton hingga ke candi, disertai arak-arakan payung agung sebagai bentuk penghormatan terakhir.
Banyak ahli menduga bahwa Candi Candha Wasi yang disebut dalam naskah tersebut adalah Situs Batu Kalde. Jika benar, maka tempat ini bukan hanya sekadar tempat ibadah, tetapi juga memiliki peran penting dalam tradisi pemakaman raja-raja Galuh.
Baca juga Piramida Pugung Raharjo: Jejak Situs Megalitik di Lampung Timur yang Masih Simpan Misteri
Mitos Lempar Koin
Selain nilai sejarahnya, Situs Batu Kalde juga dikenal karena mitos lempar koin yang masih dipercaya hingga kini. Wisatawan yang berkunjung kerap melemparkan uang logam ke dalam lubang yoni atau umpak batu yang tersisa, dengan harapan doa dan keinginan mereka terkabul.
Menurut Yogi Saputra, juru penunggu situs, tradisi ini sudah berlangsung lama. "Mitosnya, jika koin berhasil masuk ke dalam lubang, maka permintaan akan dikabulkan," ujarnya.
Namun, ada aturan tidak tertulis dalam melempar koin: pengunjung harus berdiri tiga langkah mundur dari batas yang ditentukan, dan menggunakan uang logam pecahan Rp500—bukan nominal yang lebih besar.
Tradisi ini mungkin berawal dari kepercayaan lokal bahwa benda-benda peninggalan kuno memiliki kekuatan magis. Yoni, yang dalam agama Hindu melambangkan kesuburan dan kekuatan feminin, dianggap sebagai media penghubung antara manusia dan alam spiritual.
Upaya Pelestarian dan Tantangan ke Depan
Meskipun memiliki nilai sejarah yang tinggi, Situs Batu Kalde menghadapi ancaman kerusakan akibat abrasi pantai, aktivitas wisatawan, dan kurangnya pemeliharaan. Beberapa batu penyusun candi telah mengalami pengikisan akibat air laut, sementara lemparan koin yang terus-menerus berpotensi merusak struktur yoni dan umpak batu.
Pemerintah dan komunitas lokal telah berupaya melindungi situs ini dengan memasang pagar pembatas dan memberikan informasi kepada pengunjung. Namun, diperlukan langkah lebih serius, seperti pemetaan arkeologi mendalam, restorasi terbatas, dan penguatan aturan untuk mencegah vandalisme.
Baca juga Situs Bumi Rahayu: Mengungkap Rahasia Pantai Purba di Jawa Tengah
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News