Desa Sukamulya di Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Bogor, memiliki potensi besar di sektor kehutanan dan pertanian. Lahan desa ini didominasi tanaman non-kayu seperti kopi, kapulaga, dan cengkih, serta tanaman kayu albasia yang bernilai ekonomi sekaligus menjaga keseimbangan ekologi. Namun, akses legal untuk mengelola kawasan hutan masih terbatas karena proses pengajuan program Perhutanan Sosial (Perhutsos) belum selesai.
Selain itu, praktik pertanian masyarakat masih bergantung pada pupuk kimia, yang dalam jangka panjang dapat menurunkan kesuburan tanah dan meningkatkan biaya produksi. Melihat kondisi ini, Tim KKN-T IPB University Desa Sukamulya hadir untuk mendampingi warga melalui dua fokus utama program kerja yaitu membantu persiapan Perhutanan Sosial dan mengenalkan pertanian organik melalui pembuatan pupuk kompos.
Perhutanan Sosial Membuka Peluang Baru bagi Desa Sukamulya
Program pertama yang dijalankan adalah sosialisasi Perhutanan Sosial pada 29 Juni 2025 di lokasi rema kopi Desa Sukamulya. Perhutanan Sosial merupakan program pemerintah yang memberikan hak kelola hutan kepada masyarakat dalam jangka waktu tertentu untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi sekaligus menjaga fungsi ekologi kawasan hutan.
Desa Sukamulya memiliki potensi besar untuk menjalankan program ini karena sebagian besar lahannya telah ditanami komoditas non-kayu seperti kopi, kapulaga, dan cengkih. Tanaman-tanaman tersebut tidak hanya menjadi sumber penghasilan utama warga, tetapi juga dapat dipadukan dengan tanaman kayu albasia.
Dalam sosialisasi, Tim KKN-T IPB University tidak hanya membahas aspek administratif Perhutsos, tetapi juga mengenalkan prinsip silvikultur seperti pemilihan jenis, jarak tanam, dan perawatan tanaman.
Misalnya, Kopi memerlukan jarak tanam ideal untuk sirkulasi udara dan cahaya, sementara albasia berfungsi sebagai penaung sekaligus sumber kayu. Tanaman bawah naungan seperti kapulaga dan cengkih turut memperkaya struktur tegakan dan diversifikasi hasil.
Penerapan pola tanam dan pengelolaan yang baik ini nantinya akan menjadi bagian dari rencana resmi ketika program Perhutanan Sosial dijalankan. Oleh karena itu, selain memberikan edukasi teknis di lapangan, mahasiswa juga membantu mempersiapkan aspek administrasi yang diperlukan.
Draft permohonan Perhutsos Desa Sukamulya telah diajukan ke Kementerian Kehutanan pada 2024 dan saat ini masih menunggu penerbitan Surat Keputusan (SK).
Sambil menunggu, mahasiswa membantu mempersiapkan kebutuhan teknis seperti penyusunan Rencana Kelola Perhutanan Sosial (RKPS), Rencana Kerja Tahunan (RKT), dan pembuatan pal batas titik terluar lahan Perhutsos pada 5–6 Juli 2025. Penandaan batas ini penting agar ketika SK terbit, masyarakat memiliki kejelasan wilayah kelola dan dapat segera melaksanakan kewajiban pengelolaan sesuai ketentuan pemerintah.
Belajar Mengenal Pupuk Kompos Bersama di Balai Desa Sukamulya
Selain mendampingi masyarakat dalam persiapan Perhutsos, Tim KKN-T IPB University juga memberikan edukasi tentang pertanian ramah lingkungan. Sosialisasi pembuatan pupuk kompos dilaksanakan pada 9 Juli 2025 di Aula Balai Desa Sukamulya.
Mahasiswa memaparkan materi mengenai pentingnya pupuk organik, manfaatnya bagi kesuburan tanah, serta perbedaan antara pupuk organik dan anorganik. Warga diberi pemahaman bahwa pembuatan kompos tidak memerlukan biaya besar karena bahan-bahannya dapat diperoleh dari lingkungan sekitar, seperti kotoran ternak domba, jerami, serasah, EM4 sebagai bioaktivator, dan air gula merah.
Antusiasme peserta terlihat sejak awal. Banyak warga yang tidak hanya mendengarkan, tetapi juga aktif bertanya. Salah satu pertanyaan yang cukup menarik adalah mengenai bahan alternatif pengganti EM4 jika sulit didapatkan. Pertanyaan ini menunjukkan bahwa masyarakat benar-benar memikirkan cara untuk menerapkan ilmu yang mereka peroleh dengan menyesuaikan kondisi lokal.
Pembuatan Kompos di Rema Kopi Bersama Warga Sukamulya
Setelah memahami teori, warga diajak mengikuti sesi praktik pada 12 Juli 2025. Lokasi kegiatan kali ini berada di Rema Kopi Desa Sukamulya, tempat yang dipilih karena luas dan nantinya hasil kompos akan dimanfaatkan untuk mendukung pertumbuhan bibit kopi di sana.
Tim KKN-T Inovasi IPB University memberikan contoh langsung cara membuat kompos dengan metode lubang kompos berukuran 1×1 meter. Tahapan pembuatannya dimulai dengan mencampur kotoran domba, jerami, dan serasah hingga merata, kemudian menambahkan larutan EM4 dan air gula merah untuk mempercepat fermentasi.
Campuran tersebut dimasukkan ke dalam lubang, dipadatkan, lalu ditutup dengan plastik meteran agar tetap lembab dan terlindung dari hujan.
Masyarakat tidak hanya menonton, tetapi juga diberi kesempatan bertanya langsung saat proses berlangsung. Hal ini membuat suasana praktik terasa interaktif dan hidup. Mahasiswa menjelaskan setiap langkah dengan bahasa sederhana, sehingga mudah dipahami oleh peserta dari berbagai usia.
Tim KKN-T IPB University juga menyampaikan bahwa setelah satu bulan, kompos yang dibuat dalam praktik ini akan dimanfaatkan untuk persemaian kopi. Dengan begitu, warga bisa melihat hasil nyata dari proses yang mereka pelajari, sekaligus memahami manfaat langsung penggunaan pupuk organik pada tanaman.
Antusiasme Warga Sukamulya dalam Mencoba Pembuatan Kompos di Rumah
Seluruh kegiatan KKN-T mendapatkan respons positif. Banyak warga tidak hanya aktif bertanya, tetapi juga berkomitmen untuk mencoba membuat pupuk kompos di rumah. Mahasiswa KKN-T IPB University Desa Sukamulya merasa senang melihat keterlibatan masyarakat.
“Kami berharap, setelah kegiatan ini, masyarakat dapat mempraktikkan pembuatan pupuk kompos secara mandiri dan siap mengelola Perhutanan Sosial ketika SK resmi diterbitkan,” ungkap salah satu anggota tim.
Kegiatan ini menunjukkan bahwa sinergi antara mahasiswa KKN-T IPB University dan masyarakat Desa Sukamulya mampu menjadi langkah nyata menuju kehutanan dan pertanian berkelanjutan.
Dengan memanfaatkan sumber daya lokal, Sukamulya tidak hanya bersiap mengelola hutan melalui Perhutanan Sosial, tetapi juga mulai mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia, sehingga mendukung kesejahteraan masyarakat sekaligus kelestarian lingkungan.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News