Indonesia bukanlah negara asing bagi bencana alam. Hidup di kawasan Cincin Api Pasifik membuat kita akrab dengan gempa bumi, letusan gunung berapi, banjir, hingga badai tropis. Akan tetapi di balik semua itu, ada kekuatan diam yang tak banyak disorot: teknologi, dan lebih khusus lagi, peran para insinyur elektro.
Saat sebagian besar orang memandang mitigasi bencana sebagai tugas pemerintah atau relawan, para insinyur elektro justru memainkan peran strategis di belakang layar. Mereka adalah arsitek sistem penyelamat: mulai dari jaringan peringatan dini, komunikasi darurat, hingga pasokan listrik darurat di tengah kekacauan.
Teknologi yang Menyelamatkan Detik-Detik Kritis
Beberapa detik bisa jadi pembeda antara hidup dan mati saat gempa datang. Di Jepang, sistem peringatan dini terbukti telah menyelamatkan ribuan nyawa. Teknologi sensor seismik, pengolahan sinyal, dan komunikasi real-time menjadi kunci.
Indonesia pun tak tinggal diam. Dilansir dari situs BMKG, sistem peringatan dini tsunami telah dikembangkan dan dihubungkan ke sirine serta sistem broadcast di beberapa wilayah. Namun, belum semua daerah mendapatkan akses yang merata.
Di sinilah peran insinyur elektro sangat dibutuhkan: merancang sistem yang lebih terjangkau, tangguh, dan sesuai dengan kondisi geografis Indonesia.
Komunikasi Saat Sinyal Hilang
Kita masih ingat saat gempa mengguncang Palu tahun 2018. Jaringan seluler lumpuh total, membuat komunikasi nyaris mustahil. Namun, tim tanggap darurat tetap bisa berkoordinasi berkat teknologi radio HF dan VSAT. Dilansir dari laman BNPB, sistem komunikasi alternatif seperti ini kini semakin diprioritaskan.
Para insinyur elektro pun terus mengembangkan perangkat komunikasi darurat portabel, dari mesh network, radio frekuensi, hingga komunikasi satelit yang hemat daya dan mudah digunakan oleh siapa pun di lapangan.
Listrik: Urat Nadi Kehidupan Saat Bencana
Tanpa listrik, posko jadi gelap, rumah sakit tak bisa beroperasi, dan alat komunikasi lumpuh. Oleh karena itu, microgrid berbasis energi terbarukan hadir sebagai solusi. Panel surya, baterai lithium, dan sistem manajemen beban kini jadi penyelamat dalam situasi darurat.
Menurut laporan IESR tahun 2024, beberapa startup lokal seperti Volta telah mengembangkan prototipe sistem energi darurat berbasis tenaga surya yang dirancang khusus untuk daerah terdampak bencana. Sebuah langkah konkret yang membuktikan teknologi bisa hadir tepat guna.
Drone, Robot, dan Masa Depan yang Sudah Tiba
Saat medan terlalu berbahaya bagi manusia, robot dan drone mengambil alih. Dalam gempa yang melanda Turki dan Suriah tahun 2023, drone berteknologi kamera termal dan AI digunakan untuk mendeteksi korban yang tertimbun reruntuhan, seperti dikutip dari World Economic Forum.
Di Indonesia, teknologi serupa mulai dilirik. Dengan pengembangan lokal, harapannya drone dan robot bisa menjadi bagian penting dari sistem tanggap darurat nasional.
Inovasi Lokal yang Menginspirasi
Tak hanya dari institusi besar, solusi juga datang dari komunitas dan kampus-kampus. Di Yogyakarta, mahasiswa teknik elektro merancang alat deteksi banjir berbasis sensor ultrasonik yang terhubung ke SMS gateway. Sementara di Lombok, warga membentuk radio komunitas darurat untuk menyebarkan informasi penting saat terjadi gempa.
Inovasi-inovasi seperti ini, seperti dilansir dari Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana, menunjukkan bahwa teknologi tidak harus mahal untuk bisa menyelamatkan. Yang terpenting adalah adaptasi dan keberpihakan pada konteks lokal.
Tantangan Masih Banyak: Ketimpangan Akses dan Kebijakan
Meski banyak kemajuan, tantangan besar tetap ada. Ketimpangan akses teknologi di wilayah timur Indonesia seperti Papua, NTT, dan Maluku masih nyata. Bahkan, sebagian besar belum terjangkau sistem peringatan dini.
Selain itu, tantangan kebijakan juga perlu dibenahi. Dilansir dari PreventionWeb, masih ada kelemahan dalam koordinasi antarlembaga, anggaran mitigasi yang minim, dan rendahnya literasi teknologi di masyarakat.
Ilmu dan Empati: Dua Sisi Insinyur
Teknik elektro bukan hanya soal sinyal dan rangkaian, tapi juga tentang empati. Bagaimana ilmu bisa hadir untuk menyelamatkan nyawa. Gelombang elektromagnetik, baterai, dan robotika, semua itu bisa menjadi jembatan antara teknologi dan kemanusiaan.
Tantangan kita saat ini bukan lagi soal apakah teknologinya ada, tapi apakah kita siap menyebarkannya secara adil dan merata. Karena mitigasi bencana adalah investasi pada kehidupan dan teknik elektro adalah salah satu ujung tombaknya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News