Pedati Gede Pekalangan merupakan salah satu benda bersejarah yang menjadi kebanggaan masyarakat Kota Cirebon, Jawa Barat. Benda ini diyakini telah ada sejak tahun 1371 Saka atau sekitar 1449 Masehi, dan kini tersimpan rapi di sebuah ruangan khusus di Kelurahan Pekalangan, Kecamatan Pekalipan.
Keberadaan pedati ini tidak hanya diakui masyarakat setempat, tetapi juga secara resmi telah ditetapkan sebagaibenda cagar budaya melalui Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.58/PW.007/MKP/2010 serta Keputusan Wali Kota Cirebon Nomor 19 Tahun 2001.
Digunakan untuk Syiar Islam dan Alat Angkut
Pada masa awal kemunculannya, Pedati Gede Pekalangan berfungsi sebagai alat transportasi untuk mengangkut barang. Namun lebih dari itu, pedati ini juga memainkan peran penting dalam penyebaran ajaran Islam di wilayah Cirebon dan sekitarnya.
Berdasarkan sejarah yang tercatat di Keraton Kacirebonan, pedati ini digunakan langsung olehPangeran Cakrabuana, salah satu tokoh sentral dalam sejarah Cirebon. Ia menggunakannya sebagai kendaraan dalam berdakwah dari satu dusun ke dusun lain, bahkan menjangkau wilayah sepanjang pantai utara Jawa.
"Pedati ini kepunyaannya Pangeran Cakrabuana, dibuatnya tahun 1371 Saka. Manfaatnya untuk menyiarkan agama Islam. Dari Jakarta sampai Surabaya, merayap dari dusun ke dusun untuk menyiarkan agama Islam," ungkap Taryi, juru kunci Pedati Gede Pekalangan.
Tidak berhenti di situ, ketika pembangunan Masjid Agung Sang Cipta Rasa berlangsung sekitar tahun 1480, pedati ini juga digunakan untuk mengangkut material seperti kayu dan batu.
"Kemudian di masa Wali Songo, Pedati Gede juga digunakan untuk mengangkut material saat pembangunan Masjid Agung Sang Cipta Rasa," sambungnya.
Raksasa Kayu Roda Dua Belas
Secara fisik, Pedati Gede Pekalangan tergolong sangat besar. Ukuran aslinya mencapai panjang 15 meter, lebar 2,5 meter, dan tinggi 3 meter. Pedati ini dilengkapi dengan12 roda kayu, yang terbagi menjadi enam pasang: roda besar dengan diameter 2 meter dan roda lebih kecil berdiameter 1,5 meter.
Seluruh roda dihubungkan menggunakan poros dari kayu bulat berdiameter 15 cm, dilengkapi pelumas alami berbahan getah damar. Teknologi sederhana ini membuat roda berputar mulus meski digunakan untuk perjalanan jauh.
Namun sayangnya, kebakaran hebat yang melanda wilayah Pekalangan pada tahun 1930 menyebabkan sebagian besar struktur pedati rusak, termasuk empat buah roda yang kini tak lagi terpasang.
"Sebenarnya rodanya 12. Tapi tahun 1930 terjadi kebakaran. Sekarang rodanya tinggal delapan. Yang empat roda lagi ngga bisa dipasang. Disimpan di samping pedati ditutup kain putih," jelas Taryi.
Konservasi oleh Ahli Belanda
Upaya pelestarian Pedati Gede Pekalangan mendapat perhatian dari dunia internasional. Pada tahun 1993, Herman de Vost, mantan Direktur Museum Kereta Istana di Leiden, Belanda, melakukan riset dan konservasi terhadap pedati ini. Ia menyimpulkan bahwa pedati ini adalah salah satu mahakarya asli kebudayaan Cirebon yang memiliki nilai historis tinggi.
Disakralkan dan Dihormati oleh Masyarakat
Lebih dari sekadar benda sejarah, Pedati Gede juga dianggap sakral oleh masyarakat sekitar. Pada bulan Mulud, misalnya, banyak orang dari berbagai daerah seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung datang untuk berdoa secara pribadi di lokasi pedati disimpan.
"Kalau bulan Mulud itu ada saja yang datang. Dari Jakarta, Surabaya, Bandung dan dari daerah-daerah lain. Mereka biasanya berdoa sendiri-sendiri. Kalau yang yakin, insyaallah permintaannya dikabul. Tapi memintanya tetap sama Allah," kata Taryi.
Masyarakat setempat juga rutin mengadakantahlilan, terutama pada malam Jumat Kliwon. Kegiatan ini menjadi bentuk gotong-royong warga dalam menjaga tradisi sekaligus melestarikan warisan budaya.
"Kalau malam kliwon ada yang tahlil di sini. Yang tahlil warga sekitar. Ya alhamdulillah, ada yang ngasih berasnya, ada yang ngasih ikan ayam, ada yang ngasih kue, ada yang ngasih buah dan segala macam. Jadi warga juga saling menjaga dan melestarikan," tambahnya.
Menjaga Warisan, Menjaga Identitas
Pedati Gede Pekalangan adalah simbol perpaduan antara dakwah, teknologi tradisional, dan nilai sakral yang hidup di tengah masyarakat Cirebon. Dari roda-roda kayunya yang dulu berputar menyusuri jalan-jalan desa, kini ia menjadi saksi bisu kekuatan budaya yang diwariskan turun-temurun. Upaya pelestarian ini bukan hanya soal menjaga benda, tetapi juga merawat identitas budaya dan spiritualitas lokal yang tak lekang oleh zaman.
Sumber:
- Pedati Gede Pekalangan, Harta Karun Sejarah di Balik Gang Cirebon
- Mahakarya Pedati Gede Pekalangan Ikon Wisata Kota Cirebon
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News