Marching band ternyata bukan sekadar kegiatan bermusik. Di baliknya, ternyata ada manfaat besar marching band bagi pendidikan, terutama pendidikan karakter.
Bagi masyarakat Indonesia, marching band tentu bukan hal asing. Mulai dari lembaga negara seperti militer dan kepolisian hingga institusi pendidikan, kelompok marching band biasanya eksis dan kerap tampil pada momen-momen tertentu.
Di Indonesia, TNI dan Polri punya marching band yang kerap menghibur masyarakat saat perayaan hari besar nasional. Sekolah hingga perguruan tinggi juga banyak yang menjadikan marching band sebagai kegiatan pilihan bagi peserta didik. Bahkan di Indonesia terdapat sejumlah kejuaraan marching band bergengsi, salah satunya Grand Prix Marching Band atau lebih dikenal dengan singkatan GPMB.
Tak heran apabila marching band dilakukan di institusi pendidikan. Sebab, marching band secara ilmiah memang terbukti bermanfaat dalam mendidik siswa-siswi.
Manfaat Marching Band bagi Pendidikan Karakter
Bagaimana marching band bisa dimanfaatkan sebagai sarana pendidikan pernah dibahas oleh Muhammad Ichsan Rifaldi dan Syeilendra dalam publikasi yang diterbitkan oleh Indonesian Research Journal in Education. Penelitian tersebut mengamati bagaimana marching band berperan dalam pendidikan karakter santri di pondok pesantren.
Menurut penelitian Rifaldi dan Syeilendra, marching band sangat berpotensi mengembangkan kepribadian siswa. Kuncinya ada pada cara pelatihannya yang tepat.
Penelitian ini menemukan bahwa kombinasi antara ceramah, demonstrasi, dan latihan langsung menjadi metode yang paling efektif. Saat ceramah, instruktur marching band menjelaskan nilai-nilai penting seperti disiplin, kerja sama, kreativitas, dan kemandirian. Ini membantu para santri memahami betapa pentingnya nilai-nilai ini, baik dalam kegiatan marching band maupun kehidupan sehari-hari mereka.
"Melalui metode ceramah, instruktur marching band memberikan pemahaman teoritis tentang nilai-nilai seperti disiplin, kerja sama, kreativitas, dan kemandirian," begitu bunyi kutipan dari hasil penelitian.
"Ini membantu siswa memahami pentingnya nilai-nilai tersebut dalam konteks kegiatan marching band dan kehidupan sehari-hari mereka."
Metode demonstrasi kemudian memperlihatkan bagaimana nilai-nilai itu diterapkan langsung. Para instruktur memberi contoh nyata tentang aturan, kerja tim, kreativitas, dan kemandirian selama latihan marching band. Ini membuat santri lebih mudah membayangkan dan memahami pentingnya menerapkan nilai-nilai tersebut.
Sementara itu, metode latihan mandiri atau drill memungkinkan santri mempraktikkan dan merasakan langsung nilai-nilai tersebut. Latihan ini memberi kesempatan bagi mereka untuk melatih disiplin pribadi, bekerja sama dalam gerakan dan musik, mengembangkan ide-ide kreatif, serta memahami kemandirian dalam merawat alat musik dan mempersiapkan diri.
Dengan gabungan metode ini, para santri dapat benar-benar merasakan dan menerapkan nilai-nilai disiplin, kerja sama, kreativitas, dan kemandirian. Pada akhirnya, ini semua berdampak positif pada perkembangan karakter mereka. Jadi, kegiatan marching band di pesantren bukan hanya sekadar pengalaman bermusik, melainkan juga alat ampuh untuk membangun karakter santri yang kuat dan berintegritas.
Manfaat Marching Band dalam Pendidikan Nonformal
Tak hanya pendidikan formal seperti pondok pesantren, marching band juga bisa dimanfaatkan untuk pendidikan nonformal. Ini sebagaimana dibahas oleh Marko S Hermawan dari Victoria University of Wellington.
Dalam tulisannya yang berjudul "Marching Band Pendidikan Berkarakter: Sebuah Solusi Komprehensif Pendidikan Non-Formal bagi Remaja", Marko membahas bagaimana marching band menjadi wadah efektif untuk menyalurkan agresi dan emosi remaja secara positif.
Menurut Marko, marching band dapat mengarahkan energi melimpah para pemuda untuk mempelajari disiplin bermain musik, sebuah aktivitas yang menuntut fisik dan mental. Argumen ini pun diperkuat oleh studi dari Erdmann, Graham, Radlo, dan Knepler (2003) yang menyimpulkan bahwa kegiatan yang menguras tenaga ini sangat cocok bagi remaja karena berpotensi menyerap energi fisik mereka.
Lebih dari sekadar menyalurkan energi, marching band juga menawarkan solusi konkret untuk mengatasi dua karakteristik negatif manusia Indonesia yang diungkapkan oleh Muchtar Lubis: 'Enggan dan segan bertanggung jawab atas perbuatannya' serta 'Lemah watak dan karakter'. Melalui latihan rutin, remaja dilatih untuk mandiri, tepat waktu, dan disiplin. Kedisiplinan ini tak hanya bersifat militer, melainkan juga menekankan kerja sama antarpemain dalam bermusik dan melakukan koreografi.
Untuk mencapai level kompetisi nasional, sebuah grup marching band membutuhkan waktu latihan intensif antara enam hingga sembilan bulan. Waktu persiapan yang panjang ini dapat meningkatkan kemampuan disiplin diri dan mengurangi keterlibatan dalam kegiatan yang kurang bermanfaat. Dengan demikian, marching band berperan vital dalam membentuk karakter dan etos kerja positif pada generasi muda.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News