jangan salah kijang dan rusa adalah hewan yang berbeda - News | Good News From Indonesia 2025

Jangan Salah! Kijang dan Rusa adalah Satwa yang Berbeda

Jangan Salah! Kijang dan Rusa adalah Satwa yang Berbeda
images info

Masyarakat kerap menganggap kijang dan rusa sebagai satwa yang sama. Padahal, kedua spesies ini memiliki perbedaan mendasar dari segi morfologi, ekologi, hingga taksonomi.

Dr. Dede Aulia Rahman, Pakar Ekologi Satwa Liar dari IPB University, menjelaskan bahwa meski termasuk dalam famili Cervidae, kijang (genus Muntiacus) dan rusa (genus Rusa dan Cervus) menunjukkan karakteristik biologis yang berbeda secara signifikan.

Taksonomi dan Klasifikasi Ilmiah

Berdasarkan sistem taksonomi, kijang dan rusa memang tergolong dalam famili yang sama yaitu Cervidae, namun berbeda dalam level genus dan spesies.

Kijang di Indonesia umumnya merujuk pada Muntiacus muntjak (kijang kuning) dan Muntiacus atherodes (kijang merah Kalimantan), sementara rusa meliputi Rusa timorensis (rusa timor), Rusa unicolor (rusa sambar), dan Axis kuhlii (rusa bawean).

Perbedaan genus ini membawa konsekuensi pada variasi morfologis dan perilaku antara kedua kelompok satwa tersebut.

Perbedaan Morfologis yang Mencolok

Dr. Dede dalam paparannya di kanal YouTube IPB TV menjelaskan tiga perbedaan morfologis utama yang mudah dikenali. Pertama, dari segi ukuran tubuh, rusa dewasa memiliki postur lebih besar dengan tinggi bahu mencapai 110-140 cm dan berat 80-150 kg, sementara kijang hanya berbobot 15-35 kg dengan tinggi 50-70 cm.

Perbedaan ini tercatat dalam jurnal Mammalian Biology (2021) yang menyebutkan adaptasi ukuran tubuh berkaitan dengan niche ekologis masing-masing spesies.

Struktur ranggah (antler) menjadi pembeda kedua yang paling kentara. Pada kijang, ranggah bersifat sederhana dengan dua cabang utama dan panjang maksimal 15 cm, sedangkan rusa memiliki percabangan kompleks (3-4 cabang) yang bisa mencapai 70-100 cm seperti tercatat dalam penelitian Asian Journal of Conservation Biology (2022).

"Ranggah rusa juga mengalami siklus peluruhan tahunan yang dipengaruhi hormon testosteron, berbeda dengan tanduk permanen pada famili Bovidae," jelas Dr. Dede.

Ciri ketiga terletak pada pola warna wajah. Kijang memiliki garis hitam vertikal (halis) dari dahi ke hidung serta bercak khas di sekitar mata, sementara rusa memiliki pola warna lebih homogen.

Studi morfometri dalam Journal of Wildlife Management (2020) mengaitkan perbedaan ini dengan strategi kamuflase di habitat masing-masing.

Baca juga Uniknya Rusa Bawean, Hewan Endemik Mungil dan Pemalu dari Gresik

Variasi Ekologis dan Perilaku

Perbedaan ekologis kedua satwa ini cukup mencolok berdasarkan penelitian Pusat Penelitian Biologi LIPI. Kijang cenderung menghuni hutan tropis dataran rendah dengan vegetasi rapat, sementara rusa lebih adaptif di sabana (seperti di Taman Nasional Baluran) atau hutan terbuka. Perilaku sosial rusa juga lebih kompleks dengan sistem hierarki kawanan, berbeda dengan kijang yang soliter atau berpasangan.

Dr. Dede menambahkan, "Secara fisiologis, rusa memiliki kebiasaan berkubang di lumpur untuk regulasi suhu tubuh, suatu perilaku yang jarang teramati pada kijang." Temuan ini sejalan dengan laporan Ecological Research (2023) tentang adaptasi termoregulasi pada Cervidae tropis.

Konservasi dan Potensi Biodiversitas

Indonesia memiliki enam spesies Cervidae yang terancam oleh perburuan dan alih fungsi lahan. Rusa bawean (Axis kuhlii) berstatus Kritis (CR) menurut IUCN, sementara kijang gunung Sumatera (Muntiacus montanus) masuk kategori Rentan. "Kita perlu pendekatan konservasi berbeda karena kedua kelompok ini memiliki kerentanan ekologis yang tidak sama," tegas Dr. Dede.

Dalam konteks pemanfaatan berkelanjutan, rusa telah dibudidayakan untuk sumber protein (seperti di Pusat Penelitian Rusa IPB), sementara kijang lebih berpotensi sebagai penunjang ekowisata karena sifatnya yang pemalu. Kajian Applied Animal Behaviour Science (2023) menunjukkan kijang memiliki sensitivitas tinggi terhadap gangguan manusia.

Upaya Konservasi Kijang dan Rusa

Untuk rusa, program pembiakan ex-situ seperti di Taman Safari Indonesia dan Pusat Penelitian Rusa IPB telah berhasil meningkatkan populasi Rusa timorensis sebesar 12% per tahun (Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 2023). Sementara untuk kijang, perlindungan in-situ melalui kawasan konservasi menjadi prioritas mengingat sensitivitasnya terhadap penangkaran.

"Kami mengembangkan koridor ekologi khususnya di Sumatera untuk menghubungkan populasi-populasi kijang yang terfragmentasi," ujar Dr. Dede merujuk pada Proyek Elephant Flying Squad WWF yang telah mengurangi konversi habitat sebesar 28% di wilayah penyangga Tesso Nilo (Laporan WWF Indonesia, 2023).

Balai Besar KSDA Jawa Timur telah melakukan reintroduksi Rusa timorensis ke Taman Nasional Alas Purwo sejak 2018 dengan tingkat keberhasilan 67% (KLHK, 2023). Pendekatan modern meliputi pemantauan genetik untuk menghindari inbreeding, penggunaan collar GPS untuk studi pergerakan, serta analisis stable isotope untuk memastikan adaptasi pakan

Untuk kijang, penelitian IPB bekerjasama dengan LIPI mengembangkan bank DNA dari 120 sampel jaringan Muntiacus muntjak sebagai basis data konservasi genetik (Prosiding Seminar Nasional Biologi, 2023).

Baca juga Babi Rusa, Hewan Endemik Sulawesi yang Kian Sulit Dijumpai

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Firdarainy Nuril Izzah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Firdarainy Nuril Izzah.

FN
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.