makna sakral tato suku dayak identitas status sosial dan pantangan yang tak boleh dilanggar - News | Good News From Indonesia 2025

Makna Sakral Tato Suku Dayak: Identitas, Status Sosial, dan Pantangan yang Tak Boleh Dilanggar

Makna Sakral Tato Suku Dayak: Identitas, Status Sosial, dan Pantangan yang Tak Boleh Dilanggar
images info

Tato bukan sekadar hiasan tubuh bagi masyarakat Suku Dayak. Di pedalaman Pulau Kalimantan, tato menjadi warisan budaya yang mengakar kuat sebagai penanda identitas, status sosial, dan bahkan arah menuju kehidupan setelah kematian. Tradisi ini diwariskan turun-temurun dan tetap hidup dalam ingatan kolektif berbagai subetnis Dayak seperti Bahau dan Iban.

Menurut tradisi, tato suku Dayak tidak dibuat sembarangan. Prosesnya penuh makna dan hanya dilakukan dalam kondisi tertentu sesuai adat.

“Tato Dayak dianggap sebagai identitas etnik,” tulis Aryanti dan kawan-kawan dalam penelitian bertajuk Tradisi Tato Dayak sebagai Simbol Strata Sosial.

Asal usul dan fungsi tato dalam masyarakat Dayak

Dalam pandangan budaya Dayak, tato adalah representasi simbolik dari perjalanan hidup seseorang. Setiap lukisan di tubuh mencerminkan pengalaman, pencapaian, atau posisi sosial pemiliknya. Bagi masyarakat Dayak, tato juga dipercaya sebagai obor penerang di jalan menuju alam keabadian.

“Jika semakin banyak tato yang terlukis di bagian tubuh, maka semakin banyak obor yang menerangi jalan menuju keabadian,” jelas Aryanti.

Tak heran, orang yang memiliki banyak tato dianggap telah melewati banyak tahap penting dalam hidupnya.

Simbol status sosial dan aturan yang ketat

Struktur sosial masyarakat Dayak secara tradisional terbagi menjadi tiga tingkatan: hipi (bangsawan), panyin (rakyat biasa), dandivan (budak). Masing-masing tingkatan memiliki batasan dalam memilih motif tato.

Motif yang dianggap sebagai representasidunia atas—yakni dunia spiritual dan kemuliaan—hanya boleh digunakan oleh kalangan bangsawan. Sementara masyarakat biasa diperbolehkan memakai simbol dari dunia tengah dan dunia bawah, seperti tumbuhan atau hewan-hewan yang dekat dengan kehidupan sehari-hari.

Dijelaskan oleh Aryanti, keturunan bangsawan biasanya mengenakan motif tertentu sebagai penanda statusnya.

“Misalnya keturunan bangsawan di kalangan Suku Dayak Bahau memiliki tato bermotifkan anyam darli. Kemudian bangsawan Dayak Iban yang memiliki tato bermotif burung enggang,” jelasnya.

Pantangan tato dan akibat melanggarnya

Tato suku Dayak bukan hanya menunjukkan status, tapi juga memiliki pantangan yang sakral. Salah satu larangan keras adalah penggunaan motif tertentu oleh orang di luar strata yang berhak.

“Terdapat dua motif yang tidak boleh digunakan oleh perempuan panyin, yaitu motif kajaa lejo dan usung tinggang,” ungkap Aryanti.

Motif-motif ini dianggap sakral dan hanya boleh digunakan oleh perempuan dari kalangan hipi. Jika dilanggar, dipercaya akan ada konsekuensi spiritual yang sangat berat.

“Menurut kepercayaan Suku Dayak, apabila terdapat perempuan panyin yang menggunakan motif tersebut, maka dipercaya akan celaka. Seluruh tubuh mereka akan berubah warna menjadi kuning, muka terlihat pucat, dan perut membesar. Penyakit tersebut diyakini akan diderita selama seumur hidup,” paparnya.

Makna filosofis di balik motif tato Dayak

Setiap motif tato suku Dayak memiliki filosofi dan makna simbolis. Misalnya, motif usung tinggang merupakan bentuk paruh burung enggang, burung yang sangat dihormati dan menjadi lambang kemuliaan.

Ada pula motif kajaa lejo, yang berbentuk seperti bekas telapak kaki harimau. Motif ini melambangkan kekuatan, keberanian, dan kehebatan seseorang.

“Motif kajaa lejo yang ada terletak di paha menjadi motif tertinggi di kalangan perempuan hipi,” ucap Aryanti.

Transformasi makna tato di era modern

Seiring waktu, nilai kesakralan tato suku Dayak mulai mengalami pergeseran. Banyak anak muda Dayak yang memilih motif tato modern, atau bahkan tidak bertato sama sekali demi alasan pekerjaan dan gaya hidup.

“Dimana salah satu syarat untuk menjadi pegawai negeri sipil adalah tidak memiliki tato,” tutupnya.

Selain faktor pekerjaan, popularitas tato Dayak di kalangan masyarakat luar juga ikut menyumbang pada pudarnya makna spiritual dari tato tersebut. Motif-motif sakral kini sering dipakai hanya karena alasan estetika, tanpa pemahaman mendalam mengenai asal-usul dan pantangannya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

RK
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.