Kemenkomdigi punya wewenang untuk melakukan moderasi konten digital yang beredar di tengah masyarakat. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar masyarakat punya kepercayaan bahwa wewenang tersebut digunakan secara optimal untuk kepentingan masyarakat luas.
Kementerian Komunikasi dan Digital alias Kemenkomdigi meluncurkan Sistem Kepatuhan Moderasi Konten atau SAMAN pada Februari 2025 lalu. Aplikasi ini adalah alat untuk mengawasi konten di ranah digital sekaligus menegakkan kepatuhan bagi Penyelenggara Sistem Elektronik lingkup privat atau User Generated Content (PSE UGC). Sistem yang sedang dalam tahap uji coba ini diterapkan guna memastikan PSE mematuhi regulasi pemerintah dalam menangkal konten negatif.
SAMAN dirancang untuk mendeteksi berbagai jenis pelanggaran konten, meliputi pornografi, terorisme, perjudian online, aktivitas keuangan ilegal seperti pinjol ilegal, serta makanan, obat, dan kosmetik ilegal. Berdasarkan Kepmen Kominfo No. 522 Tahun 2024, PSE UGC yang tidak mematuhi perintah takedown akan dikenakan sanksi administratif berupa denda.
Dengan diterapkannya SAMAN, Indonesia mengikuti langkah negara-negara lain yang lebih dulu punya regulasi serupa. Misalnya, Jerman dengan Network Enforcement Act (NetzDG) atau Malaysia menerapkan Anti-Fake News Act 2018.
Bagi Kemenkomdigi, moderasi konten digital memang menjadi salah satu tugas yang diemban. Selain dengan patroli siber selama 24 jam penuh melalui SAMAN, Kemenkomdigi juga membuka kanal aduan konten untuk menampung laporan dari masyarakat, terutama yang menyangkut judo online dan pornografi.
"Untuk judi online dan pornografi kami tidak mentolerir. Begitu ada hasil patroli siber atau aduan masyarakat ygan mengarah ke judi online atau pornografi, maka kita tidak berpikir lama untuk segera melakukan pemutusan akses atau takedown." ujar Direktur Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komunikasi dan Digital, Safriansyah Yanwar Rosyadi, dalam diskusi bertajuk “Menavigasi Dinamika Perkembangan Kebijakan Moderasi Konten di Indonesia”, yang diselenggarakan Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) di Jakarta, Jumat (18/7/2025).
Dalam menegakkan aturan mengenai konten digital, Kemenkomdigi tidak sendiri, melainkan bekerja sama dengan platform. Apabila konten yang akan di-takedown ada dalam platform tertentu, maka Kemenkomdigi akan meminta platform untuk melakukan takedown. Sedangkan untuk kontenlain seperti ujaran kebencian (hate speech) atau hoaks yang menjadi bagian dari pemberitaan media massa, Kemenkomdigi akan berkooordinasi dengan Dewan Pers.
Safriansyah mengaku bahwa dengan tugas dan kewenangan ini, Kemenkomdigi tidak bermaksud untuk melakukan sensor atas konten digital.
"Yang kita lakukan takedown ini lebih ke konten negatif." katanya.
Stafsus Komdigi: Mencegah Kecanduan Gadget pada Anak Perlu Sinergi Pemerintah dan Komunitas
Bisakah Kemenkomdigi Menumbuhkan Kepercayan Masyarakat?
Kemenkomdigi sudah memiliki wewenang untuk melakukan moderasi konten. Kini, yang dibutuhkan adalah kepercayaan masyarakat bahwa apa yang dilakukan Kemenkomdigi adalah memang untuk mewujudkan ruang digital yang aman dan sehat sebagaimana yang dijanjikan.
Untuk itu, Executive Director, Remotivi, Yovantra Arief, mengungkap tiga hal yang dibutuhkan Kemenkomdigi untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Pertama, pihak terkait, dalam hal ini platform dan masyarakat sipil, perlu dilibatkan. Yovantra mengingatkan bahwa dalam negara demokrasi, publik akan patuh terhadap aturan apabila mereka dilibatkan dalam pembuatan aturan tersebut.
"Itu sebetulnya satu hal yang missing. Teman-teman di platform tidak terlalu banyak terlibat dalam development itu di awal, masyarakat sipil pun demikian." ujar Yovantra.
Kedua, mekanisme banding perlu melibatkan pihak yang kontennya di-takedown. Sebab, saat Kemenkomdigi melakukan penindakan lewat platform, adapun platform itu sendiri tidak berposisi sebagai pembela user yang memiliki konten.
"Kalau mekanisme bandingnya bisa dibuat lebih melibatkan orang yang di-takedown mungkin kita bisa bikin beberapa mekanisme." tambah Yovantra.
Saran ketiga adalah ditingkatkannya transparansi. Yovantra mendorong Kemenkomdigi untuk bersifat lebih terbuka dengan senantiasa memberitahu dasar aturan yang digunakan dalam setiap penindakan. Dengan demikian, ada kejelasan mengenai aturan mana yang dilanggar.
Transparansi juga berguna untuk menyaring laporan atau aduan palsu atas suatu konten yang beredar. Tanpa adanya transparansi, akan muncul kecurigaan bahwa ada penyalahgunaan wewenang oleh Kemenkomdigi.
"Ketika takedown konten, platform tidak diwajibkan untuk membertahu orang (tentang) ini salahnya apa dan ini sangat berbahaya buat publik." pungkasnya.
Komdigi Siapkan Layanan Internet Murah Berkecepatan 100 Mbps dengan Tarif Rp100-150 Ribu per Bulan
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News