Liga putri kini sangat dibutuhkan oleh sepak bola Indonesia. Untuk itu, Indonesia dapat mengadaptasi liga yang sudah ada di negara lain untuk menghasilkan sistem kompetisi yang ideal.
Belakangan ini, sepak bola putri sedang menjadi sorotan. Banyak dorongan kepada PSSI untuk segera menggulirkan liga putri guna mengakomodasi para pesepakbola perempuan yang butuh wadah untuk bermain secara reguler.
Ya, liga sepak bola putri memang sudah lama absen di negeri ini. Penyelenggaraan terakhirnya adalah pada tahun 2019 lalu di mana PT Liga Indonesia Baru mengadakan Liga 1 Putri yang diikuti oleh 10 tim dan berakhir dengan keluarnya Persib sebagai juara.
Saat itu, kompetisi dijalankan dengan format series pada babak awal dan kandang-tandang pada babak lanjutan. Ini berbeda dengan Liga 1 putra yang semua laganya dimainkan dalam format kandang-tandang.
Enam tahun berjalan, belum ada lagi liga sepak bola putri hingga saat ini. Pengamat sepak bola nasional, Haris Pardede alias Bung Harpa, menilai keberadaan liga putri adalah hal penting sebagai wadah para pesepakbola perempuan untuk mengasah diri di level profesional.
"Menurut saya, penting. Karena saya percaya, dalam dunia profesional atlet ada piramida. Jadi, semakin banyak pool atau kolam bagi para pemain atau atlet untuk berlatih, maka semakin besar pula puncak piramidanya akan berhasil." ujar Bung Harpa dalam peebincangannya dengan GNFI, Kamis (17/7/2025).
PSSI merencanakan agar liga putri digelar pada 2029 mendatang. Alasannya, PSSI menilai saat ini jumlah talentanya belum cukup sehingga pihaknya tidak mau tergesa-gesa dalam menggelar liga putri.
Terlepas dari pro-kontra dari alasan yang disampaikan PSSI, Bung Harpa berpendapat jika PSSI memang tidak selayaknya dipaksa untuk segera menggulirkan liga putri. Apalagi, ada banyak faktor yang memang perlu diperhatikan terkait kesanggupan menggelar kompetisi.
"Jadi, kalau ditanya penting atau tidak penting, ya penting. Tapi, apakah kemudian PSSI dalam hal ini sudah punya infrastruktur, kemampuan, atau finansial, itu soal kedua. Kita boleh meminta, tapi tidak boleh memaksa." lanjut Bung Harpa.
Menengok Prestasi Timnas U-23 Indonesia di Piala AFF U-23: Pernah Juara, Akankah Terulang?
Mencari Sistem Ideal Liga Putri
Sementara keberadaan liga putri jelas penting sebagai sarana meningkatkan kualitas para pesepak bola perempuan Indonesia, ada hal lain yang juga perlu diperhatikan, yakni menciptakan sistem kompetisi yang ideal.
Untuk menciptakan sistem yang ideal itu, Indonesia perlu belajar dari negara-negara lain yang sudah punya kompetisi lebih mapan. Bung Harpa juga mengingatkan agar Indonesia tidak meniru persis liga putri yang ada di luar negeri, melainkan turut harus menyesuaikan kondisi dalam negeri.
"Mungkin di Eropa, Belanda, Inggris itu sudah maju. Itu bisa menjadi referensi, tapi tentunya juga bisa kita kaitkan dengan kondisi lokal kita." tutur Bung Harpa.
Eropa bukan satu-satunya tempat di mana Indonesia bisa belajar dan mengadaptasi liga sepak bola putri. Sebab, negara-negara Asia juga dapat dijadikan referensi.
"Saya pikir bisa kombinasi. Kita lihat dari segi kultural atau anatomi, saya pikir seharusnya Asia. Karena kita memiliki, katakanlah, tinggi tubuh, karakter anatomi yang mirip. Jepang mungkin, atau negara-negara di Asia. Kalau mungkin mau melihat manajerial, bisa juga meniru dari Eropa." kata Bung Harpa lagi.
Di Asia, liga sepak bola putri memang bukan hal langka. Beberapa pemain dari Indonesia juga saat ini berkarier di sana.
Beberapa pesepakbola perempuan yang merumput di luar negeri di antaranya adalah Gea Yumanda dan Sheva Imut yang bermain bagi Makati FC di Filipina, juga Zahra Muzdalifah di Cerezo Osaka (Jepang). Sejumlah pemain naturalisasi Timnas Indonesia pun ada yang bermain di Liga Belanda, di antaranya Iris Joska De Rouw (Sparta Rotterdam), juga Emily Julia Frederica Nahon serta Felicia Victoria De Zeeuw (ADO Den Haag).
Negara-negara tetangga Indonesia bahkan sebagian besarnya memiliki Liga sepak bola putri. Berdasarkan data yang dihimpun Seasia, di Asia Tenggara hanya ada dua negara yang tidak memiliki liga putri, yaitu Indonesia dan Brunei.
"Jadi intinya, kita mengambil contoh-contoh yang baik dari beberapa negara yang kemudian bisa kita implementasikan menjadi liga kita." pungkas Bung Harpa.
Piala Presiden 2025, Pasar Malam yang Berwujud Sepak Bola
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News