piala presiden 2025 pasar malam yang berwujud sepak bola - News | Good News From Indonesia 2025

Piala Presiden 2025, Pasar Malam yang Berwujud Sepak Bola

Piala Presiden 2025, Pasar Malam yang Berwujud Sepak Bola
images info

Apa yang Kawan pikirkan ketika membayangkan pasar malam? 

Sajian aneka atraksi menarik dan lapak-lapak yang menjajakan aneka barang berharga murah mungkin jadi yang pertama terlintas di kepala. Itulah pasar malam, hiburan rakyat yang bisa dinikmati segala kalangan tanpa peduli siapapun mereka, termasuk status sosial-ekonominya. Pasar malam selaku membuka pintu bagi semua, dari yang pas-pasan hingga yang kaya-raya.

Sebagai hiburan rakyat, tidak butuh banyak uang untuk bisa menikmati pasar malam. Maklum saja, tarif atraksi dan harga barang-barangnya memang miring lantaran penjualnya adalah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah alias UMKM yang kerap disebut sebagai tulang punggung ekonomi Indonesia. Pengunjung pun tak perlu takut bokek atau terpaksa merogoh kocek dalam-dalam.

Kini, ada pula hiburan rakyat dalam wujud sepak bola, Piala Presiden namanya. Ajang ini adalah turnamen pramusim sekaligus "pemanasan" sebelum bergulirnya Super League musim 2025-2026, juga event yang mirip pasar malam lantaran biaya untuk menyaksikannya di stadion tergolong murah dan banyak ruang bagi pelaku UMKM untuk menawarkan dagangannya 

Memang unik Piala Presiden ini. Namanya sungguh mentereng karena menyematkan jabatan tertinggi di negara Indonesia, namun semangat yang dibawanya justru merakyat layaknya pasar malam. Sejak gelaran tahun-tahun sebelumnya, penyelenggara memang memberi ruang kepada UMKM untuk mencari cipratan rezeki di turnamen ini.

Tahun ini pun demikian. Para pelaku UMKM tidak sekadar diberi kesempatan berjualan, melainkan juga dibebaskan dari biaya sewa lapak dan ditempatkan di titik-titik strategis di area Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, serta Stadion Si Jalak Harupat, Bandung, tempat pertandingan digelar agar pendapatannya semakin maksimal.

"Ditempatkan di lokasi (yang) penontonnya paling banyak, di utara dan selatan. Ada total 100, gratis (sewanya). Di Bandung juga begitu." ujar Ketua Organizing Committee (OC) Piala Presiden 2025, Arya Sinulingga, dalam konferensi pers di Jakarta pada Jumat (4/7/2025).

Soal pendapatan pelaku UMKM, panitia juga mengklaim hasilnya oke. Arya mengestimasikan para pedagang mampu meraup jutaan rupiah hanya dalam satu hari berjualan.

"Di Bandung ada 110 dan selama tiga kali pertandingan ini rata-rata penjualan mereka 2 sampai 5 juta perhari." kata Arya dalam konferensi pers Road to Final Piala Presiden di Gedung Sate, Bandung, pada Jumat (11/7/2025).

Kembali ke Akar: Sepak Bola sebagai Hiburan Rakyat

Sebetulnya, bisa dibilang bahwa sepak bola pada dasarnya memang adalah hiburan rakyat. Jauh sebelum gelaran Piala Presiden 2025 digelar, sejarah mencatat bahwa permainan ini memang olahraga yang kental dengan semangat kerakyatan. Di Inggris sebagai tempat sepak bola modern lahir, sepak bola awalnya adalah mainan dan hiburannya kaum buruh untuk melepas penat di tempat kerja.

Di Indonesia sendiri. jiwa kerakyatan sepak bola bahkan dulunya sampai merembet ke ranah politik. Pada era kolonial Hindia Belanda, masyarakat pribumi yang jelas kalah dari segala hal, mau itu pendidikan, ekonomi, maupun kekuasaan, dari orang-orang Eropa, kesulitan menikmati sepak bola secara layak karena sebagian besar sumber daya tentu saja dikuasai Wong Londo. Kendati demikian, dengan sepak bola yang apa adanya itulah perlawanan terhadap kolonialisme dikobarkan.

Lain dulu, lain sekarang. Jika dulunya sepak bola rakyat memang benar-benar serba terbatas sesuai dengan kemampuan rakyat kebanyakan, lain halnya Piala Presiden 2025. Meski embel-embelnya kerakyatan, tetapi gelarannya malah sungguh mentereng. Jangan-jangan, turnamen satu ini bisa disebut sebagai "Pasar malam versi premium".

Bagaimana tidak, harga tiket pertandingannya ramah di kantong, cuma Rp50 ribu. Akan tetapi, tim-tim yang diikutkan bukan kaleng-kaleng. Ada tiga tim papan atas Indonesia yakni Arema FC, Persib Bandung, dan Dewa United. Tim beken dari Thailand dan Inggris, Port FC dan Oxford United pun ikut serta. Ada lagi Liga Indonesia All-star yang berisikan para pemain terbaik di kompetisi lokal Indonesia.

Soal lokasi pertandingan, sama juga menterengnya. Penyelenggara memilih Stadion Utama Gelora Bung Karno dan Stadion Si Jalak Harupat. Meski ini juga tidak lepas dari kritik, khususnya soal kualitas lapangan saat hujan turun, publik tentu tahu bahwa dua stadion tersebut termasuk yang terbaik di Indonesia.

Pada hari pertandingan, suasana pasar malam semakin terasa di stadion. Di area luar, berjejer tenda-tenda lapak UMKM. Hanya bermodal uang tak sampai ratusan ribu, masyarakat bisa menyaksikan langsung aksi pemain-pemain berkualitas di stadion yang juga megah plus makanan kecil atau buah tangan untuk dibawa pulang. Bayangkan saja, berapa biaya yang harus dikeluarkan seandainya masyarakat ingin menonton Port FC dan Oxford United langsung di Thailand atau Inggris?

Sebagai turnamen pramusim, Piala Presiden 2025 tidak berlangsung lama. Lagi-lagi, ini mirip seperti pasar malam yang biasanya hanya eksis di satu tempat untuk beberapa saat, lalu menghilang. Pertanyaannya, bisakah kita juga menghadirkan semangat kerakyatan di berbagai lini sepak bola kita? Tidak hanya saat pramusim, namun juga sepanjang tahun.

Semoga saja, iya. Karena sepak bola harus bisa dinikmati semua orang tanpa terkecuali sebagaimana pasar malam.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Aulli Atmam lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Aulli Atmam.

AA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.