Di dalam auditorium Galeri Indonesia Kaya, para penikmat sastra berkumpul dalam perbincangan hangat untuk merayakan hari sastra nasional. Antusiasme pengunjung sangat terasa di mana tiap kursi dalam auditorium yang hampir terisi penuh.
Memperingati Hari Sastra Nasional, Galeri Indonesia Kaya mempersembahkan sebuah acara untuk menikmati keindahan sastra pada Kamis, 3 Juli 2025. Acara bertajuk "Membaca Sastra Merawat Rasa" dihadiri oleh para sastrawan hebat Indonesia, yaitu Reda Gaudiamo, Berto Tukan, dan Sunu Wasono.
Sebelum diskusi dimulai, peserta disajikan pertanyaan yang muncul di depan layar auditorium. “Apa satu kata yang terlintas di pikiranmu saat mendengar kata sastra atau puisi?” pertanyaan diikuti sejumlah pilihan kata yang bisa dipilih secara langsung oleh peserta. Kata-kata seperti damai, indah, romantis, menenangkan, inspirasi, hingga tenang pun muncul membentuk kolase.
Dalam sesi diskusi, Reda memulai perbincangan dengan menanyakan persoalan tentang orang-orang yang berpikir bahwa sastra tak lagi penting. Sastra kalah pentingnya dengan ilmu sains dan matematika. Di dunia yang serba cepat ini, sastra seperti melambatkan langkah terutama karya puisi.
Sementara itu, Sunu Wasono, menanggapi persoalan tersebut dengan tidak mempermasalahkan profesi untuk terus mengembangkan karya sastra. Ia mencontohkan beberapa sastrawan Indonesia yang berkarya, tetapi tanpa latar belakang pendidikan sastra.
“Saya kira, orang mau milih bidang apa saja tidak masalah, itu semua pilihan, tapi sayang saja bila tak memperhatikan sastra. Kalau kita tengok sastrawan kita Taufiq Ismail dengan latar belakang dokter hewan, lalu Putu Wijaya yang dengan latar belakang hukum, tapi aktif di sastra. Ini menunjukkan sastra punya harga dan saya optimis, sastra bisa hidup dan berkobar dalam hati kita semua,” ujar Sunu Wasono, dalam sesi perbincangan tersebut.
Bagi Sunu Wasono, sastra mempunyai dampak tersendiri terhadap kehidupan. Baginya, sastra dapat memperhalus budi, menumbuhkan daya kritis dan penalaran yang baik. “Baca novel, baca puisi, biasanya cara berbahasanya bagus,” sambung Sunu Wasono.
Dalam hal tersebut, karya sastra terutama puisi, tentu masih relevan dan penting untuk dibaca siapa saja. Tak hanya bagi mereka yang bergelut di dunia sastra, tetapi juga bagi setiap orang. Perbincangan pun berlanjut membahas mengapa puisi layak dibaca oleh semua kalangan dan bagaimana menulis puisi bisa menjadi cara sederhana, tapi bermakna untuk merawat rasa.
Sanu Wasono menjelaskan bahwa ada banyak definisi dari puisi. Ada yang menganggap puisi itu letupan perasaan yang spontan dan kuat. Ada juga yang menganggap sebagai ekspresi, perasaan, dan pikiran yang disampaikan secara imajinatif dalam bahasa yang khas.
“Bedanya puisi dengan sastra yang lain, yaitu bahasanya khas dan berbeda dengan pernyataan lain. Ada metafor dan diksinya harus diatur sedemikian rupa,” jelas Sanu Wasono.
Teknik menulis puisi pun tak luput dijelaskan oleh para sastrawan tersebut. Berto Tukan menjelaskan, bahwa yang utama dalam menulis puisi adalah kejujuran dari diri sendiri dan kondisi. “Yang utama jujur, dari diri dan kondisi,” katanya. Sunu Wasono pun juga mennyetujui pernyataan tersebut, ia menganggap puisi adalah rumah kejujuran dan sebuah puisi butuh proses yang matang.
“Saya percaya proses, jadi semua itu tidak bisa sekali jadi, di samping tadi modal jujur, harus latihan berkali-kali,” jelas Sunu Wasono. Tak hanya itu, baginya, banyak membaca puisi juga penting terutama dari penyair-penyair besar sebelum mulai menulis puisi. Belajar bagaimana cara menciptakan metafora dan memilih diksi yang tepat untuk puisi. “Sekarang ini, kan, nilai sebuah puisi, antara lain sampai seberapa jauh si penyair menciptakan sesuatu yang berbeda dari yang lain,” sambung Sunu Wasono.
Hal lain juga disampaikan Berto, dalam menulis puisi haruslah pede juga diselingi keharusan banyak membaca.
“Problemnya, banyak sekali di dunia ini buku puisi, bagaimana kita juga memilih yang kita rasa cocok dan mengikuti perkembangan dari perpuisian dan berani bermain dengan kata. Mungkin ada bahasa daerah yang masuk, bahasa tongkrongan, itu tentu menambah khazanah perpuisian kalau kita mampu menuliskannya,” ujar Berto.
Acara kemudian dilanjut dengan sesi tanya jawab oleh peserta. Kemudian, ditutup oleh persembahan musikalisasi puisi oleh Reda Gaudiamo.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News