mengenal mieko kobayashi mahasiswi jepang pertama yang pelajari sastra indonesia - News | Good News From Indonesia 2025

Mengenal Mieko Kobayashi, Mahasiswi Jepang Pertama yang Pelajari Sastra Indonesia

Mengenal Mieko Kobayashi, Mahasiswi Jepang Pertama yang Pelajari Sastra Indonesia
images info
  • Mieko Kobayashi diklaim sebagai gadis Jepang pertama yang tertarik dengan bahasa dan budaya Indonesia.
  • Konferensi Mahasiswa Asia-Afrika menjadi kesempatan bagi Mieko untuk bisa ke Indonesia, tempat yang ia impikan untuk didatangi.
  • Rasa heran menyerang Mieko setelah menyaksikan muda-mudi Indonesia lebih terlihat suka berbahasa Belanda.

Didorong nasib yang sama akan cita-cita melihat alam merdeka dari kungkungan kolonialisme serta neokolonialisme bangsa Barat, para perwakilan negara-negara Asia dan Afrika akhirnya sepakat bertemu. Tepatnya di Bandung, Jawa Barat, pada April 1955, perwakilan bangsa dari dua benua itu berembug dalam sebuah konferensi besar yang kemudian dinamakan Konferensi Asia-Afrika (KAA).

Dari pertemuan itu Dasasila Bandung pun lahir. Terdiri dari sepuluh poin hasil deklarasi dukungan, yang mana salah satunya menyebutkan bangsa Asia-Afrika siap memajukan kepentingan bersama dan kerja sama.

Dikutip dari buku Sedjarah Perdjuangan Pemuda Indonesia terbitan Balai Pustaka, spirit yang penuh kebulatan tekad ingin berdiri sendiri tanpa campur tangan Barat lantas menular ke pelajar perguruan tinggi negara yang ikut berpatisipasi dalam KAA. Setahun kemudian, para mahasiswa mengadakan agenda di tempat yang sama di mana kemudian disebut sebagai Konferensi Mahasiswa Asia-Afrika (KMAA) yang dihelat pada 30 Mei – 7 Juni 1956.

Di antara banyaknya utusan yang datang, yang mencuri perhatian ialah seorang mahasiswi Jepang, Mieko Kobayashi. Sang “gadis sakura” tak hanya disorot karena setelan kimononya yang elok, tetapi juga bagaimana ia sanggup berbahasa Indonesia setelah mempelajarinya di tanah kelahirannya sendiri.

Satu-satunya Mahasiswi Sastra Indonesia

Gelaran KMAA di Indonesia memantik semangat mahasiswa-mahasiswi Jepang untuk memburu kesempatan menjadi perwakilan. Mieko Kobayashi salah satunya yang kepalang ngebet karena merasa punya kedekatan dengan Indonesia.

Bagaimana enggak ngebet? Karena Mieko di kampusnya, Universitas Osaka, adalah satu-satunya mahasiswi yang mempelajari Sastra Indonesia.

“Ia bersekolah di Universitas Osaka dalam jurusan Bahasa Indonesia adalah satu-satunya gadis Jepang yang memasuki jurusan itu. Hingga kini pun belum ada mahasiswa wanita yang mengikuti jejaknya,” tulis Subagyo dalam artikel Minggu Pagi, dikutip Good News From Indonesia dari artikel berjudul “Mieko Kobayashi Gadis Djepang jang Pertama Mempeladjari Bahasa dan Kebudajaan Indonesia” edisi 7 Oktober 1956.

Mulanya Mieko diliputi kesedihan karena kesempatan untuk mewakili Jepang tertutup. Kabar Mieko yang bersikeras ingin ikut sebagai delegasi lantas terendus media Mainichi Shinbun. Penggalangan dana pun dikerahkan surat kabar tersebut sampai akhirnya Mieko bisa dikirim ke Indonesia dengan maskapai KLM.

Senang dan Heran

Mieko memegang peranan penting sebagai perwakilan mahasiwa Jepang di Indonesia. Karena fasih berbahasa Indonesia, ia diberi mandat sebagai penerjemah sekaligus maskot rombongan berbekal kimono cantik yang dikenakannya sehingga mudah dikenal.

KMAA digelar hanya sepekan, dan setelah itu para perwakilan kembali ke negaranya masing-masing. Kecuali Mieko, yang rupanya sudah kepincut dengan Indonesia. Ia pun memilih tinggal sementara demi mempelajari bahasa dan budaya Indonesia lebih mendalam. Memang ada hasrat dari Mieko melanjutkan studi di Universitas Gadjah Mada atau Universitas Indonesia, tetapi jika tidak bisa ia ingin beberapa bulan saja untuk menetap.

Mieko merasa senang dengan sambutan hangat orang Indonesia kepadanya, meski ia menyimpan rasa bersalah atas perlakuan militer Jepang saat menduduki Indonesia pada era Perang Dunia II. Akan tetapi, ia juga terbersit rasa heran luar biasa terutama dengan beberapa muda-mudi Indonesia yang kelihatan menyukai berbahasa Belanda dicampur dengan bahasa Indonesia.

“Hanya saja ia sangat heran kadang-kadang menjumpai pemuda dan pemudi di sini yang seakan-akan merasa bangga memakai bahasa Belanda dalam percakapannya dengan teman-temannya. Pun pula di dalam percakapannya dalam bahasa Indonesia, acap kali benar dicampur dengan kata-kata Belanda dengan bagaikan tidak berusaha sekuatnya untuk mencari salinannya dalam bahasanya sendiri,” lapor Subagyo.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dimas Wahyu Indrajaya lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dimas Wahyu Indrajaya.

DW
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.