Di antara gemerencik air terjun dan gemeresik daun di hutan Papua, burung anggun dengan bulu keabu-abuan kebiruan melayang di antara kanopi. Inilah pergam pinon (Ducula pinon), salah satu merpati terbesar dan paling memukau di tanah Papua.
Dengan panjang tubuh mencapai 48 cm, burung endemik ini bukan hanya sekadar penghuni hutan biasa, melainkan mahakarya alam Papua yang menyimpan keunikan tersendiri.
Keunikan Fisik dan Perilaku yang Memikat
Pergam pinon mudah dikenali dari penampilannya yang mencolok. Bulu utamanya berwarna biru keabu-abuan yang berkilau di bawah sinar matahari, dengan kepala dan leher berwarna abu-abu pucat yang kontras.
Ciri paling khas adalah cincin merah di sekitar matanya yang tajam, seolah memakai “kacamata alam” yang unik. Bagian dadanya dihiasi warna merah muda pucat yang lembut, sementara ekornya memiliki pita putih tipis yang terlihat jelas saat terbang.
Burung ini memiliki suara khas berupa seruan “woo-wup-wooo!” yang dalam dan bisa terdengar dari jarak jauh.
Nada pertama cenderung naik, sementara nada terakhir lebih panjang dan lebih rendah, menciptakan “lagu” yang khas di tengah hutan Papua. Suara ini sering menjadi penanda keberadaan kelompok mereka di suatu area.
Seni Rias Suku Dani: Ketika Wajah Jadi Kanvas Budaya dan Identitas Papua
Pergam pinon adalah makhluk sosial yang cerdik. Mereka sering terlihat dalam kelompok besar, terutama saat mencari makanan di kanopi hutan. Makanan utamanya adalah buah-buahan, dengan preferensi khusus pada buah ara yang melimpah di habitatnya.
Ketika musim buah tiba, puluhan individu bisa berkumpul di satu pohon, menciptakan pemandangan yang luar biasa.
Yang menarik, nama “Pinon” pada burung ini berasal dari nama Rose de Freycinet (née Pinon), seorang wanita Prancis yang ikut dalam ekspedisi keliling dunia pada awal abad ke-19. Ini menjadi penghargaan bagi kontribusinya dalam dokumentasi ilmiah selama pelayaran tersebut.
Habitat dan Tantangan Konservasi
Pergam pinon adalah penghuni setia hutan dataran rendah dan perbukitan di Papua dan Papua Nugini. Mereka lebih menyukai hutan primer dan sekunder yang lebat, meski terkadang juga terlihat di daerah perkebunan yang berbatasan dengan hutan.
Spesies ini termasuk burung menetap yang tidak melakukan migrasi, memilih untuk tetap berada dalam wilayah habitatnya sepanjang tahun.
Meski saat ini berstatus “Risiko Rendah” dalam Daftar Merah IUCN, Pergam Pinon menghadapi berbagai ancaman serius. Deforestasi untuk perkebunan, permukiman, dan kegiatan penebangan telah mengurangi habitat alaminya secara signifikan.
Data terbaru menunjukkan bahwa Papua kehilangan puluhan ribu hektar hutan setiap tahunnya, yang secara langsung memengaruhi populasi burung ini.
Ancaman lain datang dari perburuan untuk diperdagangkan sebagai hewan peliharaan. Keindahan fisiknya justru menjadi “kutukan” yang membuatnya menjadi target para pemburu.
Selain itu, perubahan iklim juga mulai memengaruhi ketersediaan buah-buahan yang menjadi makanan utamanya.
Berbagai upaya konservasi telah dilakukan untuk melindungi spesies ini. Beberapa taman nasional dan cagar alam di Papua telah menetapkan perlindungan khusus untuk pergam pinon dan habitatnya.
Lembaga konservasi bekerja sama dengan masyarakat lokal melakukan pemantauan populasi secara rutin. Program edukasi juga gencar dilakukan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya melestarikan burung endemik ini.
Para-Para, Rumah Adat Dondai Papua yang Menjaga Warisan Leluhur
Peran pergam pinon dalam ekosistem hutan Papua sangat vital. Sebagai pemakan buah, mereka membantu penyebaran biji-bijian yang penting untuk regenerasi hutan.
Keberadaannya juga menjadi indikator kesehatan ekosistem secara keseluruhan. Hilangnya spesies ini akan mengganggu keseimbangan ekologi yang telah terbentuk selama ribuan tahun.
Melindungi pergam pinon bukan hanya tentang menyelamatkan satu spesies burung, tetapi juga tentang menjaga seluruh ekosistem hutan Papua yang unik.
Setiap kali suara “woo-wup-wooo!” mereka masih terdengar di hutan, itu adalah tanda bahwa warisan alam Indonesia timur ini masih bertahan.
Dengan upaya konservasi yang berkelanjutan dan partisipasi semua pihak, sang merpati megah Papua ini akan terus menghiasi kanopi hutan dengan keanggunannya untuk generasi mendatang.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News