saat charlie chaplin terpesona penari retno maruti di prambanan - News | Good News From Indonesia 2025

Saat Charlie Chaplin Terpesona Penari Retno Maruti di Prambanan

Saat Charlie Chaplin Terpesona Penari Retno Maruti di Prambanan
images info

Saat Charlie Chaplin Terpesona Penari Retno Maruti di Prambanan


Indonesia punya tempat tersendiri bagi salah satu aktor terhebat abad ke-20, Sir Charles Spencer Chaplin atau lebih dikenal dengan nama Charlie Chaplin. Buktinya tiga kali pemeran tokoh konyol The Tramp itu hadir di Indonesia, negeri yang jauh dari Amerika Serikat tempat ia menggapai kesuksesan di jagad sinema.

Tahun 1932 mungkin adalah tahun di mana paling diingat mengenai perjalanan Chaplin di Indonesia (saat itu Hindia Belanda). Bisa dibilang begitu karena ia menuliskan berbagai pengalaman menariknya ke dalam buku A Comedian Sees the World yang kemudian diterbitkan pada 1933. Ditemani tidur oleh guling di Garut sampai bertemu pelukis kenamaan Walter Spies di Bali adalah beberapa keping kisah yang diceritakan Chaplin selama kunjungannya di Indonesia kala itu.

Setelah zaman perang yang mencekam reda dan Indonesia merdeka, Chaplin yang rambutnya sudah full putih datang lagi pada 1961. Bersama istrinya, Oona O’neill juga putra-putrinya, Geraldine dan Michael, kota seni dan budaya, Yogyakarta disambanginya.

Pemerintah Indonesia sendiri saat itu tengah menggalakkan industri pariwisata lewat seni dan budaya. Kedatangan Chaplin pun termasuk dalam agenda itu, sehingga jangan heran ia ditunjuk sebagai Dewan Turisme Indonesia dan diberi tugas mempromosikannya.

Sendratari Ramayana

Kedatangan Chaplin ke Yogyakarta adalah bagian dari misi Indonesia memperkenalkan seni dan budaya sendiri ke dunia internasional, khususnya seni tari dan peninggalan sejarah. Adapun saat itu seni, drama, dan tari (Sendratari) Ramayana adalah warisan budaya yang sudah siap untuk dipamerkan.

Pertunjukan Sendratari Ramayana yang mengangkat kisah kepahlawanan Rama menyelamatkan Dewi Sinta dari raksasa Rahwana untuk pertama kalinya digelar secara megah di panggung terbuka berlatar belakang Candi Prambanan, tepatnya pada 26 Agustus 1961. Pementasan yang diarsiteki Ir. Harsojo itu mengadaptasi konsep teater terbuka yang ada di Amerika. Beton panggungnya saat itu berukuran 50 X 15 meter dan dilengkapi kurang lebih 2.000 tempat duduk penonton.

Pada hari H, para pembesar negara turut datang di antaranya Presiden Sukarno, Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Sri Pakualam, dan Pangeran Djatikusumo. Chaplin beserta keluarganya ditambah sekretarisnya juga masuk dalam jajaran yang duduk di kursi VIP. Ia pun takjub dan menilai Sendratari Ramayana sebagai keajaiban budaya yang pantas disaksikan banyak orang dari penjuru dunia.

Charlie Chaplin bersama penari Sendratari Ramayana pada 1961.
info gambar

Charlie Chaplin berfoto bersama penari Sendratari Ramayana pada 1961. (Foto: Wikimedia Commons)


“Akan ada pengunjung menyasar Indonesia jika dunia mengetahui tentang Festival Ramayana. Saya akan beri tahu dunia, ada kejaiban budaya seperti ini di Jawa Tengah,” kata Chaplin, dikutip Good News From Indonesia dari Djakarta Dispaches edisi Volume II/25, terbitan Agustus 1961.

Retno Maruti Si Kijang Kencana

Dalam epos Ramayana ada satu tokoh bernama Marica. Ia adalah raksasa anak buah dari Rahwana, antagonis utama dari kisah tersebut.

Marica kemudian diutus untuk memperdaya Rama dan adiknya, Laksmana agar Rahwana senantiasa leluasa menculik istri dari Rama yaitu Sinta. Wujud kijang kencana berwarna keemasan yang lihai lantas dipakai Marica demi mengelabui sang pahlawan.

Bagian adegan itu lalu dipentaskan dalam Sendratari Ramayana di Prambanan. Kijang kencana diperankan gadis Solo yang penuh bakat, Theodora Retno Maruti.

Lenggak lenggok Retno Maruti si kijang kencana begitu apik. Hentakan kaki dan tangannya begitu lincah laksana kijang yang berusaha lepas dari pandangan mata pemburu.

Sastrawan asli Prambanan, Harijadi Sulaeman Hartowardojo yang ikut menonton kemudian memberi penilaiannya. Menurutnya, tarian kijang kencana yang diperagakan itu terbilang baru diciptakan dan lebih mencuri perhatian ketimbang tarian pemeran Rama, Sinta, dan Laksmana.

“Tari Kijang Mas ini jelas sekali kelihatan sebagai tari ciptaan baru. Bukan saja karena ditarikan oleh penari yang berbakat besar, tapi juga belum pernah saya saksikan ada di dalam tari wayang wong (wayang orang),” kata Harijadi yang melaporkan pengamatannya lewat artikel Star Weekly berjudul “Di Prambanan, Teater Terbuka Satu2nja di Indonesia” edisi 26 Agustus 1961.

Chaplin yang ikut menyaksikan sama terpesonanya seperti Harijadi. Kredit khusus bahkan diberikan sang megabintang untuk Retno Maruti yang menari begitu energik di atas panggung.

“Dia (Retno Maruti) terlahir untuk menjadi penari. Anak perempuan saya menari balet selama delapan tahun, tapi saya sangsi ia bisa menari seindah dia,” ucap Chaplin, dikutip dari artikel Star Weekly edisi yang sama.

Retno Maruti sendiri terus menapaki kariernya di dunia seni tari. Ia mengabdi di pementasan Sendratari Ramayana dari 1961 sampai 1968. Seiring usianya yang bertambah, Retno pernah pula memerankan Sinta yang jelita dan gemulai lewat gerakan tariannya.

Berbekal bakat menari, beberapa kali sosok yang mulanya ingin menjadi sekretaris tersebut keluar negeri sebagai perwakilan Indonesia untuk meramaikan beragam acara kebudayaan. Banyaknya pengalaman dan karyanya di atas panggung membuat Retno Maruti dijuluki maestro tari Jawa klasik oleh banyak pengamat.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dimas Wahyu Indrajaya lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dimas Wahyu Indrajaya.

DW
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.