talkshow exploring creative realms di jakarta future festival 2025 lebih dalam tentang ekosistem seni jakarta dulu sekarang hingga kedepannya - News | Good News From Indonesia 2025

Talkshow Exploring Creative Realms di Jakarta Future Festival 2025, Lebih Dalam Tentang Ekosistem Seni Jakarta Dulu, Sekarang, Hingga Kedepannya

Talkshow Exploring Creative Realms di Jakarta Future Festival 2025, Lebih Dalam Tentang Ekosistem Seni Jakarta Dulu, Sekarang, Hingga Kedepannya
images info

Masih di Jakarta Future Festival 2025, pada Sabtu, 14 Juni ada salah satu sesi yang membahas tentang keberlangsungan seni di Jakarta. Dengan judul Exploring Creative Realms: The Journey of Fine Arts in Jakarta, sesi ini mempunyai tujuan untuk mendorong potensi seni rupa sebagai roda penggerak ekonomi kreatif di Jakarta yang lebih inklusif, beragam, dan berkelanjutan. 

Menghadirkan 4 pembicara dengan pengalaman panjang di ekosistem seni, setiap pembicara mendapatkan kesempatan untuk menyampaikan gagasan dan pikirannya dari fenomena yang berbeda serta pengalaman organisasi yang mereka kembangkan.

Menjadikan Kota Ramah Karya Seni

Setelah pembukaan dari moderator, pemaparan pertama disampaikan oleh Diana Nazir (founder ICAD & Design Director di PT Artura Insanindo). Dirinya bercerita tentang strategi Indonesian Contemporary Art & Design (ICAD) menjadikan Jakarta menjadi kota yang ramah dan terbuka untuk mengeksplorasi karya seni bagi seniman lokal maupun internasional.

Melalui ceritanya, dirinya menyampaikan kalau bentuk ICAD mengeksplorasi karya seni melalui pameran yang berada di hotel, dengan konsep merespon ruang. Yang dimana salah satu keuntungannya adalah segala karya seni yang dipamerkan tidak terlimitasi oleh jam operasional, karena buka 24 jam. Sedangkan tentang tantangannya adalah, bagaimana mereka harus menempatkan seni di setiap titik baik lobi hingga kamar ke kamar tanpa mengganggu fungsi utamanya.

Kemudian di tahun 2021, ICAD melebarkan sayap dengan membangun sebuah ekosistem seni di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Dengan 50 titik dan melibatkan warga hingga komunitas. Pada kawasan ini, mereka membentuk sebuah pameran kecil. Tidak hanya di galeri seni, melainkan juga ke beberapa tempat publik non-galeri seperti toko furniture dan kafe.

Kini tak hanya sebatas hotel ke hotel, di Kemang atau di PIK. ICAD sudah membawa beberapa karya seniman Indonesia berkontribusi dalam beberapa pameran seni Internasional seperti salah satunya membawa 8 budaya Jakarta yang sudah dipadukan dengan karya seni terkini di Superdesign Show Milan Design Week di Italia, dua kali di Venice dan London Art Biennale.

Tantangan dan Pentingnya Ekosistem Seni di Jakarta

Setelah diskusi tentang eksplorasi, sesi diskusi dilanjutkan oleh Maya Sujatmiko (Ketua Asosiasi Galeri Seni Indonesia, Founder Artsphere) yang membahas tentang tantangan bagi Jakarta untuk menyiapkan ruang yang tidak hanya memamerkan karya seni tetapi juga mendukung pertumbuhan kreatif untuk ekosistem seni.

Menurutnya Jakarta bukan hanya pusat seni rupa, tetapi juga simpul narasi sosial, sejarah, dan kolaborasi lintas sektor.

Menjawab tentang apa saja tantangan jakarta untuk memberikan ruang seni yang fungsional dan berkelanjutan, dirinya bercerita ada 3 faktor utamanya yaitu: Persaingan dengan ruang komersial non-seni, keterbatasan dukungan kebijakan & intensif formal, dan akses publik yang terbatas karena adanya segmentasi audiens.

Tak hanya menyoroti tantangannya, dirinya juga menyampaikan 6 poin terkait pentingnya keberadaan galeri seni yang diantaranya

  • Ruang bertemu karya dan publik
  • Mendorong ekosistem seni yang berkelanjutan
  • Menjaga dokumentasi dan narasi sejarah seni
  • Membangun nilai dan pasar seni
  • Mendukung edukasi dan literasi budaya
  • Menjadi ruang kolaborasi lintas disiplin 

Ekosistem Seni Sebagai Ruang Kolektif

Jika Diana dan Maya lebih berfokus membahas tentang usaha mereka dalam membangun masa depan yang ideal. Farid Rakun (Gudskul Ekosistem) bercerita tentang pendekatan yang cocok untuk mengembangkan pendidikan seni dalam memajukan ekosistem serta menghasilkan ekosistem berkualitas di Jakarta.

Didasari kurangnya pendidikan formal kesenian membahas praktek kolektif padahal di sekitar tahun 2018, ekosistem kolektif sedang masa subur dan banyak. Dari situlah mereka mengutamakan pemetaan demi membangun jaringan. Hadir melengkapi ruang kosong ekosistem.

Dirinya juga mengambil cerita tentang perencanaan Jakarta Biennale yang waktu itu pertama kali di gelar di gudang Sarinah. Mempunyai proses yang berbeda dengan Biennale di negara lain karena jika di negara lain acara tersebut diperkasai oleh pemerintah, Jakarta Biennale sepenuhnya melibatkan pekerja seni dan orang-orang yang terlibat di ekosistemnya.

Institusi seperti ini dapat memperkaya ekosistem, karena selain acaranya yang memberikan edukasi dan ruang untuk memperkenalkan seni ke publik. Tetapi juga ruang untuk para pekerja seni untuk berkolaborasi dan saling bertukar pikiran dalam prosesnya mempersiapkan Jakarta Biennale.

Perjalanan Membuat Pameran Skala Global

Berbeda dengan tiga pembicara sebelumnya, Enin Supriyanto (Direktur Artistik Art Jakarta) bercerita tentang seni dari sudut pandang pelaku seni, baik penyelenggara pameran, kolektif galeri seni, ataupun seniman lokal.

Dirinya bercerita bagaimana perjalanan panjang merencanakan Art Jakarta masuk ke pasar global yang sudah masuk ke zona Asia Tenggara. Mengajak seniman asing tetapi masih melibatkan seniman lokal juga. Salah satu kendala yang dirinya soroti adalah keterbatasan ruang acara yang besar dan kebijakan pemerintah yang cukup berubah-ubah sehingga kadang menghambat proses kurasi atau mengganggu proses kerjasama.

Kesimpulan dari semuanya adalah, meskipun kolektif seni cukup banyak di Jakarta, tetapi peran pemerintah masih perlu jika ingin menjadikan ekosistem ini tidak sebatas media ekspresi artistik, tetapi bisa mengambil peran strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif. Harapannya adalah diskusi ini dapat membuka peluang baru untuk para pelaku seni untuk terlibat lebih aktif dalam pembangunan kota keberlanjutan.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AS
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.