benarkah nasi putih tidak sehat ini peran analisis indeks glikemik dalam menilai dampak pangan terhadap tubuh - News | Good News From Indonesia 2025

Benarkah Nasi Putih Tidak Sehat? Ini Peran Analisis Indeks Glikemik dalam Menilai Dampak Pangan terhadap Tubuh

Benarkah Nasi Putih Tidak Sehat? Ini Peran Analisis Indeks Glikemik dalam Menilai Dampak Pangan terhadap Tubuh
images info

Nasi putih sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari menu harian masyarakat Indonesia. “Belum makan kalau belum makan nasi,” begitu kira-kira ungkapan yang sering terdengar. Akan tetapi di balik kelezatan dan kenyang yang ditawarkannya, nasi putih menyimpan potensi risiko kesehatan yang tak bisa dianggap remeh. Salah satu indikator yang jadi sorotan belakangan ini adalah indeks glikemik atau IG.

Indeks glikemik adalah angka yang menunjukkan seberapa cepat suatu makanan yang mengandung karbohidrat meningkatkan kadar glukosa darah setelah dikonsumsi. Makin tinggi nilainya, semakin cepat lonjakan gula darah yang terjadi dan ini menjadi perhatian utama dalam upaya pencegahan diabetes melitus.

Nasi Putih dan Risiko Gula Darah Tinggi

Nasi putih memiliki nilai IG sekitar 73, yang tergolong tinggi. Makanan dengan IG tinggi dapat menyebabkan lonjakan gula darah yang cepat dan drastis. Dalam jangka panjang, kondisi ini bisa memicu resistensi insulin dan meningkatkan risiko diabetes tipe 2, terutama jika dikonsumsi secara rutin dan dalam jumlah besar tanpa diimbangi pola makan seimbang.

Menariknya, sebuah studi yang dilakukan di Universitas Brawijaya oleh Rusda (2019) menunjukkan bahwa metode memasak juga memengaruhi nilai IG. Dalam penelitiannya, nasi putih yang dimasak menggunakan rice cooker memiliki nilai IG 68,17, sedangkan yang dimasak dengan dandang memiliki IG 63,23. Kedua angka ini masuk dalam kategori sedang, namun tetap lebih tinggi dibanding sumber karbohidrat alternatif seperti jagung atau singkong.

Diabetes Meningkat, Apa Kaitan dengan Pola Makan?

Peningkatan kasus diabetes di Indonesia cukup mencemaskan. Menurut Kementerian Kesehatan, prevalensi diabetes di Indonesia mencapai 11,7% pada tahun 2023, naik dari 10,9% pada tahun sebelumnya. Angka ini menjadi salah satu yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara.

Pola makan tinggi karbohidrat sederhana, termasuk konsumsi nasi putih berlebih, ditengarai menjadi salah satu faktor pemicunya. Kemenkes dalam berbagai kampanye kesehatan telah menyarankan masyarakat untuk mulai mengganti nasi putih dengan sumber karbohidrat kompleks yang lebih ramah terhadap kadar gula darah.

Bagaimana Indeks Glikemik Diukur?

Indeks glikemik diukur melalui metode uji respon glukosa darah setelah konsumsi makanan uji. Biasanya, sekelompok relawan sehat diberikan makanan mengandung 50 gram karbohidrat yang berasal dari bahan uji (misalnya nasi, roti, pisang), lalu kadar gula darah mereka diukur selama 2 jam. Hasilnya kemudian dibandingkan dengan makanan referensi seperti glukosa murni.

Metode ini diatur dan dibakukan secara internasional, namun juga mulai diadopsi dalam riset pangan lokal di berbagai kampus di Indonesia. Sayangnya, belum banyak produk pangan kemasan yang mencantumkan nilai IG di labelnya.

Alternatif Karbohidrat Lokal yang Lebih Aman

Indonesia sebenarnya kaya akan sumber pangan lokal yang memiliki nilai IG lebih rendah. Nasi jagung, misalnya, memiliki nilai IG sekitar 43,5, sedangkan nasi singkong hanya 49. Bahkan beberapa olahan pangan lokal seperti bubur dari pisang goroho (IG 31,88), sagu baruk (IG 39,43), dan pisang mulubebe (IG 43,35) menunjukkan potensi besar sebagai pengganti nasi yang lebih sehat.

Temuan ini disampaikan dalam riset tim dari Universitas Sam Ratulangi, yang mengevaluasi indeks glikemik bubur instan berbahan lokal di Sulawesi. Hasilnya menegaskan bahwa banyak pilihan pangan Indonesia yang tidak hanya lezat, tetapi juga lebih aman bagi penderita diabetes atau mereka yang ingin mencegahnya.

Pentingnya Edukasi dan Label Pangan yang Informatif

Meskipun penting, indeks glikemik masih belum menjadi informasi umum yang wajib dicantumkan pada kemasan makanan di Indonesia. Untuk itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menerbitkan Peraturan No. 1 Tahun 2022 tentang Pengawasan Klaim pada Label dan Iklan Pangan Olahan. Dalam regulasi tersebut, klaim terkait IG diperbolehkan selama berdasarkan bukti ilmiah dan mencantumkan peringatan seperti “Penyandang diabetes harus berkonsultasi dengan dokter atau ahli gizi.”

Namun implementasinya di lapangan masih minim. Hanya sedikit produk pangan yang mencantumkan informasi IG secara jelas. Padahal, ini bisa menjadi informasi penting bagi konsumen, terutama yang sedang menjalani pengaturan diet untuk mengelola gula darah.

Kesadaran Konsumen Masih Rendah

Banyak masyarakat yang masih menganggap semua jenis karbohidrat itu sama. Padahal, karbohidrat kompleks dan karbohidrat sederhana memiliki dampak yang sangat berbeda terhadap tubuh. Di sinilah analisis pangan seperti indeks glikemik menjadi alat penting untuk membantu konsumen membuat pilihan yang lebih bijak.

Kampanye pemerintah melalui Isi Piringku atau edukasi melalui posyandu sudah mulai mengarah ke sana, tetapi tantangannya masih besar. Perubahan pola konsumsi butuh waktu dan dukungan lintas sektor, termasuk dari dunia pendidikan, industri pangan, dan media.

Menakar Ulang Nasi dalam Piring Kita

Apakah artinya kita harus sepenuhnya meninggalkan nasi putih? Tidak juga. Para ahli menyarankan untuk lebih bijak dalam porsinya, serta menyeimbangkan dengan lauk tinggi serat dan protein agar penyerapan glukosa lebih lambat. Alternatifnya, masyarakat bisa mulai mencoba campuran beras merah, nasi jagung, atau sumber karbohidrat lokal lain yang lebih bersahabat dengan kadar gula darah.

Dalam jangka panjang, pengenalan nilai IG sebagai bagian dari edukasi gizi masyarakat bisa menjadi langkah penting untuk mengatasi beban penyakit tidak menular di Indonesia.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AB
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.