Perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat telah menghadirkan tantangan baru dalam bentuk kejahatan digital yang semakin kompleks. Jenis kejahatan ini mencakup berbagai bentuk, mulai dari pencurian data pribadi hingga penipuan berbasis daring dan serangan terhadap infrastruktur digital strategis.
Fenomena ini menuntut pendekatan penegakan hukum yang adaptif dan berbasis teknologi. Dalam konteks inilah, digital forensik memainkan peran sentral sebagai instrumen penting dalam mengungkap dan membuktikan tindak pidana di ranah siber.
Digital forensik merupakan cabang ilmu yang berkembang pesat seiring meningkatnya kompleksitas kejahatan berbasis teknologi. Disiplin ini berfokus pada proses identifikasi, pelestarian, analisis, hingga penyajian bukti digital yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Dalam konteks penegakan hukum modern, kehadiran digital forensik menjadi sangat penting untuk menjamin validitas alat bukti di ruang sidang. Tidak hanya sekadar perangkat teknis, digital forensik kini menjelma menjadi komponen strategis dalam penyelidikan berbagai tindak pidana siber.
Berdasarkan data dari Interpol Global Crime Trend Summary Report tahun 2024, kasus kejahatan digital meningkat lebih dari 60% dalam 5 tahun terakhir, yang menunjukkan urgensi penerapan metode forensik digital yang akurat.
Lembaga penegak hukum di berbagai negara mulai memprioritaskan pengembangan unit khusus digital forensik sebagai bentuk respons terhadap ancaman dunia maya yang kian masif. Di Indonesia, peningkatan kapasitas laboratorium forensik digital juga tengah dilakukan, seiring dengan maraknya kasus pencurian data dan serangan ransomware.
Punya Sidik Jari Mirip Manusia, si Imut Koala Bisa Kacaukan Penyidik Forensik
Dengan demikian, digital forensik tidak lagi dianggap sebagai opsi tambahan, melainkan menjadi kebutuhan esensial dalam sistem peradilan pidana era digital.
Menguak Jejak Digital yang Tak Terhapus
Perkembangan teknologi informasi yang begitu cepat telah melahirkan tantangan baru dalam bentuk kejahatan siber yang semakin canggih dan sulit dikenali. Fenomena ini mencakup berbagai bentuk pelanggaran, seperti pencurian data pribadi, penipuan berbasis jaringan digital, hingga serangan terhadap sistem infrastruktur vital milik negara.
Eskalasi kejahatan digital tersebut menuntut adanya pendekatan penegakan hukum yang adaptif dan berbasis teknologi mutakhir. Dalam konteks ini, digital forensik menjadi unsur yang sangat penting dalam proses penemuan, analisis, dan pembuktian tindak pidana yang terjadi di ranah digital.
Digital forensik memiliki kemampuan untuk menelusuri dan menganalisis jejak digital dari beragam perangkat, termasuk komputer, telepon genggam, sistem jaringan, hingga layanan cloud.
Kemampuan ini memungkinkan aparat penegak hukum memperoleh informasi yang relevan dan akurat dari perangkat yang digunakan pelaku. Bukti digital yang ditemukan kerap menjadi elemen sentral dalam proses pembuktian hukum di pengadilan.
Hal ini berlaku baik dalam perkara kejahatan individu seperti penipuan daring, maupun dalam kasus kejahatan terorganisir yang melibatkan pemanfaatan teknologi secara sistematis.
Tantangan Hukum dan Etika
Penerapan digital forensik dalam proses penegakan hukum tidak terlepas dari berbagai persoalan yang menyentuh ranah hukum dan etika. Salah satu isu yang paling krusial berkaitan dengan perlindungan hak atas privasi, khususnya dalam pengumpulan dan pengolahan data pribadi yang tersimpan di perangkat digital milik individu.
Apabila prosedur hukum tidak diikuti secara ketat, maka tindakan forensik tersebut berpotensi melanggar hak asasi manusia. Oleh karena itu, diperlukan dasar hukum yang kuat dan tegas, sebagaimana tercermin dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta perubahan yang diatur dalam UU Nomor 19 Tahun 2016.
Selain privasi, aspek keabsahan dan integritas bukti digital juga menjadi perhatian utama dalam pembuktian di pengadilan. Bukti yang dikumpulkan melalui metode digital forensik harus memenuhi prinsip kehati-hatian serta mematuhi standar prosedur operasional yang berlaku, agar tidak menimbulkan keraguan dalam proses hukum.
Dalam konteks ini, Pasal 5 UU ITE secara eksplisit menyatakan bahwa informasi elektronik memiliki kekuatan hukum sepanjang memenuhi ketentuan yang sah.
Di sisi lain, keberadaan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) Tahun 2023 turut memperkuat kerangka hukum dalam mengatur pemanfaatan data pribadi secara etis, termasuk dalam konteks penyidikan berbasis digital.
Kebutuhan Akan Kolaborasi Multisektor
Upaya pemberantasan kejahatan digital tidak dapat hanya dibebankan pada aparat penegak hukum semata. Kompleksitas kejahatan siber menuntut adanya kolaborasi lintas sektor, termasuk peran aktif dari institusi pendidikan, pelaku industri, lembaga riset, serta masyarakat sipil.
Sinergi multipihak ini menjadi penting guna membangun ekosistem keamanan digital yang lebih tangguh dan berkelanjutan. Dalam konteks ini, lembaga pendidikan tinggi memiliki tanggung jawab strategis untuk memperkuat kurikulum di bidang keamanan siber dan digital forensik.
Interaksi Manusia dan Mesin: Ketika Teknologi Berbisik dalam Keseharian Kita
Pendidikan yang berorientasi pada penguasaan teknologi informasi serta aspek hukum terkait sangat diperlukan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang kompeten dan berintegritas.
Hal ini selaras dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menekankan pentingnya pendidikan yang relevan dengan kebutuhan pembangunan nasional, termasuk dalam bidang teknologi dan hukum.
Di sisi lain, sektor swasta juga harus dilibatkan secara aktif dalam pengembangan kapasitas dan infrastruktur digital forensik, baik melalui investasi teknologi maupun pelatihan SDM.
Dengan demikian, penanganan kejahatan digital dapat dilakukan secara lebih menyeluruh, adil, dan berlandaskan hukum yang berlaku.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News