koridor satwa solusi brin jaga kelestarian orangutan tapanuli - News | Good News From Indonesia 2025

Koridor Satwa, Solusi BRIN Jaga Kelestarian Orangutan Tapanuli

Koridor Satwa, Solusi BRIN Jaga Kelestarian Orangutan Tapanuli
images info

Peneliti Pusat Riset Zoologi Terapan BRIN, Wanda Kuswanda, mengungkapkan kekhawatirannya atas kondisi habitat orangutan Tapanuli di Sumatra Utara yang kini hanya tersisa di ekosistem Batang Toru.

Kawasan seluas 138.435 hektar ini menjadi satu-satunya tempat hidup spesies ketiga orangutan Sumatera. "Jika habitat ini rusak, spesies ini akan punah," tegas Wanda dalam Applied Zoology Summer School Series #3, dikutip dari brin.go.id. 

Data KLHK menunjukkan, hilangnya tutupan hutan di luar kawasan konservasi mencapai 121.000 hektar (2022-2023), mengancam daya dukung ekosistem.

Perubahan lahan menjadi perkebunan sawit dan pertanian memicu fragmentasi habitat, isolasi populasi, hingga penurunan sumber pakan. Dampak lanjutannya meliputi peningkatan stres satwa, konflik manusia-satwa, dan penurunan populasi akibat terbatasnya ruang gerak.

Koridor Satwa sebagai Solusi Konservasi

BRIN merekomendasikan pembangunan koridor satwa sebagai strategi utama.

Wanda menjelaskan, koridor bervegetasi—baik alami maupun buatan—berfungsi menghubungkan habitat terfragmentasi, memfasilitasi pertukaran genetik, dan mengurangi risiko inbreeding.

Amandemen UU No. 5/1990 menjadi UU No. 23/2024 memperkuat landasan hukum koridor sebagai bagian area preservasi.

Riset kolaboratif dengan BBKSDA Sumut, Yayasan Ekosistem Lestari, dan Yayasan Konservasi Indonesia telah merancang koridor efektif dengan kriteria: tutupan hutan utuh, lebar minimal 100 meter, dan minim gangguan aktivitas manusia.

“Koridor juga harus mempertimbangkan potensi konflik jika melintasi lahan perusahaan," tambah Wanda.

Baca juga Serupa tapi Tak Sama, Perbedaan Orangutan Sumatera, Kalimantan, dan Tapanuli

Empat Strategi Implementasi

  1. Desain Ulang Koridor sebagai Area Preservasi: Memprioritaskan kawasan dengan tutupan hutan primer dan menghindari zona rawan konflik.
  2. Koridor Artifisial: Membangun jembatan penghubung di atas jalan atau sungai yang memisahkan habitat.
  3. Restorasi Ekosistem: Rehabilitasi lahan terdegradasi dengan penanaman pohon pakan, seperti kemenyan, yang bermanfaat bagi manusia dan orangutan.
  4. Kompensasi Non-Tunai: Skema kolaborasi dengan masyarakat untuk mengalihfungsi lahan privat mendukung konservasi.

Kolaborasi Multidisiplin untuk Konservasi Satwa

Riset BRIN telah menjadi dasar Peraturan Bupati Tapanuli Selatan untuk konservasi orangutan. Wanda berharap temuan 2025 dapat diadopsi lebih luas.

Kepala PRZT BRIN, Delicia Yunita, menekankan pentingnya kolaborasi multidisiplin untuk menyelamatkan satwa endemik. "Selain publikasi ilmiah, kami ingin riset langsung berdampak pada kebijakan," ujarnya.

Pada sesi terpisah, Pindi Patana (Universitas Sumatera Utara) menyoroti tantangan serupa pada harimau Sumatera, termasuk deforestasi dan konflik manusia-satwa yang memerlukan pendekatan ko-eksistensi berkelanjutan.

Baca juga Riset BRIN Mengungkap Tingkat Stres Orangutan dari Kotorannya, Bagaimana Caranya?

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Firdarainy Nuril Izzah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Firdarainy Nuril Izzah.

FN
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.