Kabupaten Jombang, Jawa Timur yang terkenal sebagai daerah basis pesantren di wilayah Indonesia ternyata terdapat sebuah perkampungan Kristen yaitu di Mojowarno. Kampung lawas ini dulu merupakan pusat penyebaran agama Kristen di Pulau Jawa bagian timur.
Penyebaran agama Kristen di kampung ini tidak lepas dari sosok Karolus Wiryoguno yang datang bersama rombongan pada 20 April 1844. Pada awalnya kawasan ini adalah hutan belantara.
Karolus Wiryoguno yang memimpin rombongan memerintahkan anak buahnya. untuk membabat hutan. Seiring waktu, kawasan tersebut menjadi permukiman penduduk yang dipimpin Karolus Wiryoguno, Eliser Kuntho, Arteman, dan Kiai Kemasan.
Mereka membuka lahan pertanian, pemukiman, sentra pedagangan, dan penyebaran agama. Hingga kawasan ini berkembang pesat sebagai pusat agama kristen pada masa kolonial Hindia Belanda.
Orang-orang Kristen Jawa tertarik untuk tinggal di kawasan Mojowarno. Pendatang baru ini juga diterima dengan baik oleh Wiryoguno dan membentuk kesatuan jemaat yang bernama jemaat Mojowarno.
Ratusan jemaat
Dimuat dari Jejak Kolonial, pada tahun 1851, seorang pengabar Injil kelahiran Frieslan, Belanda yang bernama Jelle Eeltje Jellesma datang ke Mojowarno. Saat itu jumlah jemaatnya sudah mencapai 244 orang yang cukup besar untuk kawasan pelosok.
Setelah Pendeta Jellesma meninggal dunia, datang Pendeta baru bernama J. Kruyt pada 1864. Dirinya cukup lama tinggal di desa itu hingga meninggal dunia pada tahun 1918.
“Oleh penduduk desa, J. Kruyt diangkat sebagai pemimpin desa. Wibawa dan sikap tegasnya membuat nasihat dari J. Kruyt selalu didengar dan dipatuhi oleh penduduk desa,” tulis laman tersebut.
Dirinya menerapkan beberapa peraturan untuk warga desa yang beragama Kristen seperti tidak diperkenankan bekerja di sawah pada hari Minggu dan harus menghadiri kebaktian, selain itu pertunjukkan seperti tayub dilarang sebagai hiburan penyerta upacara perkawinan.
Dia juga mewajibkan anak-anak untuk bersekolah untuk mematahkan pandangan negatif mengenai kualitas orang Kristen Jawa. Setelah itu, pertumbuhan jemaat Kristen di Mojowarno terus bertumbuh hingga 1900-an.
“Pada tahun 1900, jemaat Kristen di Mojowarno sudah menyentuh hingga angka 3555 orang, jumlah yang terbilang banyak dan menjadikan Mojowarno sebagai desa dengan jemaat Kristen terbesar di Jawa Timur,” tulisnya.
Peninggalan yang tersisa
Saat ini, jejak kejayaan perkampungan Kristen masih bisa terlihat dari corak bangunan hingga makam orang-orang Jawa Kristen. Makam ini diperuntukkan bagi jemaah Gereja Kristen Jawi Wetan.
Gereja Kristen Jawi Wetan juga merupakan bangunan bersejarah yang sudah berdiri pada tahun 1881. Gereja ini menjadi simbol kemakmuran dan kemandirian jemaat karena hasil dari sumbangan pribadi.
“Gedung gereja GKJW Mojowarno adalah warisan kemandirian jemaat Mojowarno di masa lampau,” tulisnya.
Walau gereja masih terawat, kompleks pemakaman orang-orang Jawa Kristen di sana terbengkalai. Di kompleks pemakaman ini ada ratusan nisan yang tampak tidak terawat dan ditumbuhi semak belukar.
Banyak nisan yang menggunakan tulisan dalam Bahasa Belanda dan disertai dengan Bahasa Jawa, membuktikan bahwa masyarakat pada zaman itu sudah memahami bahasa asing, namun juga tidak melupakan jati dirinya sebagai orang Jawa.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News