hierarki kebutuhan tokoh utama dalam novel namaku hiroko kajian psikologi humanistik - News | Good News From Indonesia 2025

Hierarki Kebutuhan Tokoh Utama dalam Novel Namaku Hiroko: Kajian Psikologi Humanistik

Hierarki Kebutuhan Tokoh Utama dalam Novel Namaku Hiroko: Kajian Psikologi Humanistik
images info

Bagaimana jika novel bukan sekadar cerita, tetapi cermin untuk memahami diri manusia? Novel Namaku Hiroko karya Nh. Dini membuktikan hal itu. Melalui kisah Hiroko, seorang perempuan desa dari Jepang yang penuh semangat dan ambisi, kita diajak menelusuri perjalanan hidup yang sarat makna, terutama dari sisi psikologis.

Dalam tulisan ini, saya mengulas perjalanan tokoh Hiroko berdasarkan teori psikologi humanistik yang digagas oleh Abraham Maslow. Teori ini membagi kebutuhan manusia ke dalam lima tingkat, mulai dari kebutuhan paling dasar hingga puncaknya: aktualisasi diri. Melalui teori ini, kita dapat memahami bahwa perjuangan hidup bukan hanya soal bertahan, tetapi juga soal bertumbuh dan menemukan jati diri.

Biografi Singkat Nh. Dini

Nh. Dini, lahir di Semarang tahun 1936, adalah sastrawan perempuan terkemuka Indonesia. Ia produktif menulis karya-karya yang menyoroti isu perempuan dan eksistensi diri. Pengalaman hidupnya yang beragam tercermin dalam karya-karyanya, termasuk Namaku Hiroko yang terbit pada tahun 1977.

Analisis Unsur Intrinsik Novel Namaku Hiroko

Tema: Perjuangan perempuan menghadapi kehidupan dan mencari makna hidup. Tema ini termasuk dalam tema nontradisional karena mengangkat emansipasi perempuan dan keberanian menentukan nasib sendiri.

Alur: Progresif (maju), dimulai dari masa kecil Hiroko hingga mencapai kesuksesan di kota.

Tokoh dan Penokohan:

  1. Tokoh utama: Hiroko, perempuan desa Jepang yang berani, mandiri, dan ambisius.
  2. Tokoh tambahan: Tomiko (sahabat), Yoshida (kekasih), Suprapto (teman belajar), Natsuko (sahabat), Nakajima-san (atasan), Emiko, Yukio, dan lainnya.

Latar:

  1. Tempat: Jepang (Kobe, Kyoto, Tokyo) dan Indonesia (Jakarta, Bali, Jawa Tengah).
  2. Waktu: Masa remaja hingga dewasa Hiroko.
  3. Sosial-budaya: Adat Jepang, norma keluarga, kehidupan kota, dan kelas sosial.

Sudut Pandang: Orang pertama (“aku”), membuat pembaca menyatu dengan pengalaman batin tokoh utama.

Gaya Bahasa: Menggunakan bahasa Jepang dan majas seperti metafora, simile, dan hiperbola untuk memperkuat makna dan emosi.

Amanat: Setiap individu perlu mengenal diri, berani mengambil keputusan, dan menghargai proses hidup sebagai jalan menuju kebahagiaan dan kematangan diri.

Hiroko: Perempuan Kecil dengan Mimpi Besar

Hiroko lahir dalam keluarga petani sederhana. Sejak kecil, ia hidup dalam keterbatasan ekonomi dan harus berhenti sekolah pada usia belia. Namun, ia tidak menyerah. Ia memilih meninggalkan desa dan pergi ke kota untuk mencari pekerjaan.

Di kota besar yang asing, Hiroko memulai segalanya dari nol. Ia bekerja sebagai pembantu rumah tangga, penjaga toko, hingga penari kabaret. Semua itu ia lakukan demi satu tujuan: memperbaiki hidup.

Apa yang dilakukan Hiroko mencerminkan upaya manusia dalam memenuhi kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan dasar seperti makan, tempat tinggal, dan keamanan ekonomi. Ia bekerja keras agar bisa bertahan hidup, meski harus menghadapi perlakuan tidak menyenangkan dari majikan atau lingkungan sekitarnya.

Saat Aman dan Dicintai Jadi Tujuan

Setelah kebutuhan dasar terpenuhi, manusia menginginkan rasa aman. Hiroko merasakannya ketika ia menjalin hubungan dengan pria yang bisa memberi perlindungan finansial, meski tanpa cinta. Ini menunjukkan bahwa kadang, seseorang memilih kenyamanan daripada kebahagiaan emosional, sebuah dilema yang sangat manusiawi.

Namun, kebutuhan akan cinta dan keterikatan (belongingness and love) ternyata lebih kuat dalam diri Hiroko. Ia rindu kasih sayang, perhatian, dan hubungan emosional yang bermakna. Ia merasa kehilangan jika tidak bersama orang yang dicintainya, seperti Yoshida, pria yang kemudian sangat memengaruhi hidupnya.

Hiroko takut kehilangan Yoshida, bukan hanya karena perlindungan materi, tetapi juga karena ikatan emosional yang dalam.

Inilah kekuatan cinta: ia bisa mengalahkan rasa takut dan logika. Dalam hidup, manusia butuh merasa dicintai dan diterima, bukan hanya aman secara fisik.

Ingin Dihargai, Bukan Sekadar Diterima

Setelah merasa dimiliki dan mencintai, Hiroko mulai ingin dihargai. Ia ingin orang lain melihat dirinya sebagai perempuan yang kuat dan mandiri. Ia bangga bisa mendapatkan pekerjaan tanpa bantuan siapa pun. Namun, di sisi lain, ia juga merasa malu jika orang tahu bahwa ia bekerja sebagai penari telanjang. Di sinilah konflik batin muncul: antara kebutuhan untuk dihargai dan kenyataan hidup yang tak mudah diterima masyarakat.

Ini menunjukkan bahwa penghargaan diri adalah bagian penting dari kebahagiaan manusia. Tanpa rasa dihargai, seseorang bisa merasa rendah diri, meski secara materi telah berhasil.

Akhirnya: Damai dengan Diri Sendiri

Di bagian akhir novel, Hiroko berkata bahwa ia merasa puas dengan hidupnya. Ia tidak menyesali masa lalu, meski penuh liku. Ia telah berhasil membahagiakan keluarga, menyekolahkan adik-adiknya, dan memiliki usaha sendiri. Ia hidup di tengah kota yang beragam dan menemukan makna dari semua perjuangan yang pernah ia jalani.

Inilah yang disebut aktualisasi diri, kondisi ketika seseorang merasa bahwa ia telah menjadi versi terbaik dari dirinya sendiri. Hiroko bukan lagi gadis desa yang terpinggirkan, tapi perempuan dewasa yang mengenal dirinya, menerima masa lalunya, dan hidup sepenuhnya di masa kini.

Apa yang Bisa Kita Pelajari dari Hiroko?

Hiroko adalah gambaran nyata dari kita semua. Setiap orang memiliki kebutuhan dan perjuangan yang berbeda-beda. Namun, pada akhirnya, semua manusia ingin merasa aman, dicintai, dihargai, dan pada akhirnya menjadi diri yang utuh dan bermakna.

Melalui pendekatan psikologi humanistik, novel Namaku Hiroko tak hanya menyajikan kisah menarik, tetapi juga membuka ruang refleksi tentang bagaimana kita memaknai hidup dan pertumbuhan pribadi.

Nh. Dini, lewat Hiroko, menyampaikan bahwa hidup bukan hanya soal bertahan, tapi juga tentang berani memilih jalan sendiri, meski berat, meski harus melawan stigma dan norma. Karena di ujung jalan itu, kita bisa menemukan diri kita yang sesungguhnya.

Selamat terbawa ke dalam novelNamaku Hiroko dengan kutipan favorit saya, "Aku harus berani melepaskan diri dari laki-laki itu. Lebih-lebih lagi dari cengkeraman pengaruh materi yang dimilikinya." Jangan lewatkan kesempatan untuk mengetahui apakah Namaku Hiroko layak masuk dalam daftar bacaan wajib kawan GNFI!

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

LT
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.