Pada tahun 2025, Indonesia diperkirakan memiliki jumlah lansia mencapai 33,7 juta jiwa, yang setara dengan 11,8% dari total populasi Indonesi. Jumlah ini mengalami kenaikan dibandingkan pada tahun 2023. Sebagai perbandingan pada tahun 2023, jumlah lansia di Indonesia tercatat pada 29,9 juta jiwa atau 12% dari total populasi.
Hal ini membuktikan bahwa peningkatan jumlah lansia menimbulkan tantangan dalam bidang kesehatan, ekonomi, dan sosial. Pemerintah Indonesia telah menginisiasi berbagai program untuk memastikan lansia tetap sehat, aktif, dan produktif, termasuk skrining kesehatan dan pemberdayaan ekonomi.
Selain itu adanya sterotipe negatif yang menyerang kelompok lansia menyebabkan berbagai dampak merugikan yang kompleks, tidak hanya bagi individu lansia itu sendiri tetapi juga bagi tatanan sosial yang lebih luas. Berbagai stereotip ini, yang sering kali didasarkan pada asumsi keliru dan bukan realitas individu, menciptakan hambatan yang signifikan.
Steroptipe ini bermula karena banyak pandangan bahwa lansia dianggap bergantung masyarakat. Hal ini menyebabkan lansia dianggap sebagai individu yang akan menjadi beban atau menjadi ketergantungan. Sebagai contoh lansia yang dianggap ketergantungan beban pada ekonomi dan perawatan.
Dalam hal ketergantungan ini, lansia dipandang dipandang sudah tidak mampu bekerja lagi sehingga harus bergantung sepenuhnya pada dukungan finansial dari anak-anak atau jaring pengaman sosial.
Hal ini mengabaikan fakta bahwa masih ada lansia yang sehat secara jasmani dan rohani yang masih mampu untuk produktif dalam hal pekerjaan. Pada data dari Next Indonesia sebanyak 18,1 juta lansia atau setara dengan 12,5% pekerja berusia diatas 60 tahun. Data ini meyangkal sterotipe bahwa lansia dianggap sudah tidak bisa bekerja.
Lansia juga dipandang sebagai individu yang ketergantungan perawatan. Faktanya Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 mencatat bahwa 95% lansia di Indonesia mandiri dalam aktivitas sehari-hari. Sementara itu, 2,1% mengalami ketergantungan ringan dan 2,9% mengalami ketergantungan sedang hingga total. Dengan demikian perbandingan lansia yang tidak membutuhkan perawatan lebih banyak daripada lansia yang memerlukan perawatan.
Sterotipe ini dapat dibantah dengan bukti bahwa banyak lansia masih mampu untuk bekerja dan mandiri tanpa perawatan. Lansia sendiri adalah sekelompok yang sangat beragam dengan mayoritas yang tetap mandiri, produktif, dan berkontribusi aktif dalam masyarakat.
Oleh karena itu, kita juga harus mulai melihat bahwa usia lanjut bukan menjai tantangan dan beban, melainkan fase kehidupan yang juga memiliki potensi untuk dikembangkan
Usia Lanjut adalah Babak Baru dalam Fase Kehidupan
Seiring dengan kemajuan di bidang kesehatan, kualitas hidup lansia juga meningkat. Banyak lansia saat ini yang mencapai usia senja dalam kondisi kesehatan yang lebih baik dibandingkan generasi sebelumnya, memungkinkan mereka untuk tetap aktif dan mandiri lebih lama.
Meningkatkan kualitas hidup lansia baik fisik maupun psikologis dengan berbagai cara. Seperti program latihan fisik yang teratur memiliki banyak manfaat. Penelitian menunjukkan bahwa latihan fisik yang teratur dapat meningkatkan performa fungsional, mengurangi nyeri sendi, memperbaiki kualitas tidur, dan mempertahankan kemandirian lansia dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Activity of Daily Living/ADL).
Selain itu melakukan deteksi dini untuk untuk pencegahan penyakit. Seperti contoh dalam hal ini ada posyandu lansia yang menyediakan pemeriksaan kesehatan gratis (tekanan darah, gula darah, kolesterol, asam urat), serta edukasi tentang pola hidup sehat. Hal ini dilakukan untuk memantau kesehatan pada lansia.
Selain itu meningkatkan kualitas kesehatan psikologis juga bagus untuk lansia, karena kesehatan psikologis merupakan fondasi untuk kehidupan yang lebih optimal. Oleh karena itu kegiatan berbasis komunitas seperti klub lansia, pengajian, arisan, atau kegiatan seni dan budaya ini membantu mereka menjaga koneksi sosial, mengurangi kesepian, dan meningkatkan rasa tujuan hidup.
Kemudian kegiatan lain seperti latihan kognitif juga akan membantu lansia untuk meningkatkan daya ingat dan konsentrasi. Seperti contoh belajar smartphone pada lansia dapat meningkatkan daya ingat serta para lansia juga tidak akan tertinggal dengan teknologi.
Lansia sebagai Pembukti dan Pengubah Persepsi
Lansia yang masih aktif bekerja, menjadi sukarelawan, atau memimpin organisasi secara langsung membuktikan bahwa usia bukanlah penghalang bagi produktivitas dan kontribusi. Hal ini sebagai contoh nyata untuk melawan sterotipe negatif pada lansia seperti beban dan ketergantungan.
Ini menunjukan bahwa usia bukan suatu masalah pada individu. Lansia yang bekerja atau berwirausaha menunjukkan bahwa pengalaman, keahlian, dan etos kerja mereka tetap relevan dan berharga di pasar kerja. Mereka bisa menjadi mentor bagi karyawan muda, membawa perspektif yang matang dalam pengambilan keputusan, atau bahkan menciptakan inovasi baru.
Lansia yang mandiri dan masih melakukan aktivitas sehari-hari secara sosial atau profesional juga membuktikan bahwa mayoritas dari lansia tidak membutuhkan perawatan penuh. Lansia mampu mengelola hidupnya sendiri, berkontribusi pada penapatan olahraga dan menjadi contoh untuk generasi di bawahnya.
Selain itu lansia sebagai sukarelawan atau memimpin organisasi adalah bentuk kontribusi sosial yang luar biasa. Lansia membawa kebijaksanaan, jaringan, dan waktu luang untuk membantu komunitas, yang seringkali sangat dibutuhkan. Ini juga menjadi aksi untuk membuktikan bahwa lansia bukanlah beban masyarakat, melainkan menjadi individu yang potensial dimasyarakat.
Penutup
Dengan proyeksi peningkatan jumlah lansia di Indonesia, menjadi hal penting bagi kita untuk mengubah cara pandang terhadap kelompok usia ini. Stereotipe negatif yang menggambarkan lansia sebagai individu yang tidak produktif dan menjadi beban adalah pandangan yang keliru dan perlu segera dihilangkan.
Fakta bahwa banyak lansia masih aktif bekerja, berwirausaha, menjadi sukarelawan, dan bahkan memimpin organisasi adalah bukti nyata bahwa usia bukanlah penghalang bagi produktivitas dan kontribusi.
Program-program pemerintah yang berfokus pada kesehatan fisik dan psikologis lansia, seperti deteksi dini penyakit dan kegiatan berbasis komunitas, sangat penting untuk mendukung kualitas hidup mereka.
Demikian pula, mengakui bahwa lansia yang sehat jasmani dan rohani masih mampu berkarya adalah langkah fundamental untuk menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan adil.
Mari kita bersama-sama melihat usia lanjut bukan sebagai tantangan, melainkan sebagai fase kehidupan yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Dengan menghilangkan prasangka, mendukung inisiatif positif, dan menciptakan lingkungan yang inklusif usia, kita dapat memastikan bahwa lansia di Indonesia dapat terus hidup aktif, bermartabat, dan menjadi inspirasi bagi generasi mendatang.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News