dulmuluk dan asal mulanya sebuah kesenian teater tradisional dari sumatera selatan - News | Good News From Indonesia 2025

Dulmuluk dan Asal Mulanya, Sebuah Kesenian Teater Tradisional dari Sumatera Selatan

Dulmuluk dan Asal Mulanya, Sebuah Kesenian Teater Tradisional dari Sumatera Selatan
images info

Pernahkah Kawan mendengar Dulmuluk? Bagi yang belum pernah mengenalnya akan asing dengan namanya. Dulmuluk sendiri merupakan seni pertunjukan tradisional yang berkembang di Sumatera Selatan.

Indonesia memang kaya dengan keseniannya tak terkecuali seni pertunjukan atau teater. Selain Sumatera Selatan dengan Dulmuluknya, tersebar pula di berbagai daerah yang mempunyai teater tradisionalnya sendiri seperti Ludruk (Jawa Timur), Ketoprak (Jawa Tengah), Lenong (Jakarta), Randai (Sumatera Barat), dan sebagainya.

Mari kita mengenal Dulmuluk lebih lanjut dalam ulasan berikut ini yang dilansir dari artikel jurnal berjudul Dulmuluk Teater Kesenian Tradisional Sumatera Selatan olehSunandar & Bustomi (2023) serta laman Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya.

Awal Mula Dulmuluk dari Pembacaan Syair

Kemunculannya diperkirakan sedari tahun 1845. Di masa awalnya, Dulmuluk sebagai kesenian pertunjukan tradisional khas Palembang, Sumatera Selatan ini belum berwujud selayaknya teater seperti sekarang. Proses terbentuknya bermula dari Wan Bakar–bernama asli Syekh Achmad Bakar–yang acapkali membacakan syair Abdul Muluk. Ia merupakan seorang pedagang keturunan Arab.

Syair Abdul Muluk sendiri merupakan judul dari kitab Kejayaan Kerajaan Melayu yang rampung digarap pada 2 Juli 1845. Ada perbedaan versi ihwal penulisnya, yaitu pertama, menurut versi DR. Philipus Pieter Voorda Van Eysinga (seorang hakim di Batavia) menyematkan nama Raja Ali Haji bin Raja Achmad yang berasal dari Pulau Penyengat Indra Sakti (Riau). Kedua, penulis versi dari Von de Wall menyebutkan nama sepupu dari Raja Ali Haji, yakni Saleha.

Baca Juga: Mengenal Jenis dan Ciri Teater Tradisional yang Ada di Indonesia

Wan Bakar menuturkan syair Abdul Muluk di depan rumahnya yang berlokasi di Tangga Takat, 16 Ulu, Palembang, Sumatera Selatan. Kedatangannya ke Palembang sekitar abad ke-19 untuk tujuan berniaga dan ia kerap melancong hingga ke Malaysia dan Singapura. Pembacaan syair ini ia lakukan di tiap negeri yang disambangi dalam perjalanan berniaganya, termasuk menjadi hiburan di kedua negeri jiran tersebut.

Seiring waktu, masyarakat sekitar pun kian terpikat dengan berkerumun untuk menonton Wan Bakar menuturkan syair. Peragaan dan iringan musik selanjutnya mewarnai pertunjukan yang semulanya sekadar pembacaan syair. Sejak kala itu, penamaan pertunjukannya melekat disebut sebagai Dulmuluk sedari masa awal abad ke-20.

Dulmuluk Mulai Dipentaskan di Atas Panggung

Tercatat pertama kalinya pada tahun 1919, pembacaan syair Abdul Muluk berupa dialog serta diiringi oleh gerak tubuh sesuai peranan tokoh. Perhelatan pertunjukan ini kala itu sudah dilakukan di lapangan terbuka.

Pada masa pendukukan Jepang, Dulmuluk mengalami perkembangan sebagai teater tradisi yang pementasannya mulai dilakukan di atas panggung. Perhelatan pembacaan syair Abdul Muluk mulai merambah ke berbagai acara kemasyarakatan. Wan Bakar mulai mendapat undangan untuk tampil pada acara perkawinan, khitanan maupun syukuran.

Baca Juga: Tidak Sekadar Tempat Belajar, Dampak Kino Drama Artilier Terhadap Dunia Teater di Yogyakarta Era 1940-an Akhir

Unsur musik mulai dibubuhkan oleh Wan Bakar bersama murid-muridnya sebagai iringan pertunjukan, yakni berupa musik gambus dan terbangan. Awalnya, Wan Bakar selalu menjadi penutur syair setiap pertunjukan yang digelarnya. Namun, ia kemudian melibatkan para murid-muridnya untuk membacakan syair sesuai tokoh yang diperankan.

Tertulis dalam buku Teater Tradisional oleh Mulyadi (2010), memaparkan teater bangsawan turut mempengaruhi pertunjukan Dulmuluk yang kemudian disajikan di atas panggung beserta dekorasi.

Panggung ini beratap guna memayungi area pentas pelakon, sedangkan penonton tanpa kursi berada di alam terbuka. Dekorasi pun sederhana, misalnya, adegan kerajaan cukup menata sebuah meja dan dua kursi. Kursi kerajaan berhias alakadarnya sebagai pembeda dengan kursi rakyat biasa.

Alur Pementasan Teater Dulmuluk

Sebelum dimulainya pementasan teater Dulmuluk, di sebuah tempat bernama kebung, mula-mula para pemain akan berkumpul di sana. Di kebung inilah menjadi tempat yang dikhususkan untuk para pelakon berhias diri dan mengenakan kostum sesuai tokoh yang diperankan.

Pemanjatan doa selamat kemudian dilakukan dengan membakar dupa atau kemenyan. Selain itu, dipersiapkan pula hidangan seperti nasi gemuk, sebutir telur, dan seekor ayam panggang. Hidangan ini nantinya akan dibagikan merata selepas doa rampung sebagai pelengkap syarat upacara.

Seorang pemain nantinya akan menjadi pemeran utama bernama Abdul Muluk. Dari dalam kebung, seorang anggota yang menjadi pimpinan akan melakukan bekisoh, yaitu pembacaan narasi pertunjukan (narator) dengan cara bernyanyi.

Satu per satu pelakon selanjutnya keluar dari kebung untuk melakukan upacara beremas, yakni salam pembuka sebagai penghormatan kepada penonton yang dilakukan dengan bernyanyi disertai gerakan tarian. Seusai beremas, pelakon kemudian kembali menuju ke dalam kebung.

Baca Juga: Mak Yong, Seni Teater Tradisional yang Menampilkan Budaya Melayu di Tiga Negara

Selepasnya, adegan per adegan disuguhkan sesuai alur cerita. Bernyanyi menjadi kemampuan yang mesti dikuasai oleh pelakon Dulmuluk menyesuaikan dari peranannya. Pementasan ini juga diakhiri kembali dengan beremas sebagai salam penghormatan penutup untuk mengungkapkan rasa terima kasih serta permohonan maaf kepada penonton.

Dalam buku Mengenal Teater Nusantara oleh Prasetya (2022), menyebutkan dalam adegan Dulmuluk juga diselipkan lawakan yang seringnya berisi bahasan yang menertawakan ironi di kehidupan sehari-hari masyarakat. Buku Teater Tradisional juga menuliskan penyampaian cerita Dulmuluk memang bergaya “dagelan” yang penuh lelucon untuk menarik perhatian penonton.

Keunikan dari Teater Dulmuluk

Setiap kebudayaan tak ayal memiliki keunikannya masing-masing. Berikut ini hal unik dari Dulmuluk yang perlu Kawan ketahui:

  1. Pantun atau syair menjadi dialog dalam pertunjukan Dulmuluk.
  2. Laki-laki memainkan peran sebagai wanita atau pelakonnya hanya laki-laki (masa sekarang wanita sudah bisa ikut memainkan lakon).
  3. Pada pembukaan dan penutupan pertunjukan ditampilkan adegan beremas sebagai khas pementasan Dulmuluk yang berupa nyanyian dan tarian.
  4. Ditampilkan juga properti kuda dengan bentuk menyerupai aslinya yang dibuat menarik berhiaskan manik-manik.
  5. Tarian dan nyanyian sebagai simbolisasi perasaan, seperti sedih, senang, marah, dsb. Selain itu, berdendang sembari menari menjadi cara untuk mengungkapkan isi hati.
  6. Dua buah syair, yakni syair Raja Abdul Muluk dan syair Zubaidah Siti merupakan syair yang hanya dibawakan dalam pertunjukan Dulmuluk.
  7. Adanya pembacaan doa sebelum memulai pertunjukan untuk keselamatan bersama.
  8. Kisah Abdul Muluk Jauhari tertulis dalam 1.814 bait syair yang terbagi ke dalam 18 bagian cerita.

Indonesia yang begitu meruah akan kesenian daerah semestinya menyadarkan kita untuk turut melestarikannya. Kawan tak harus menjadi pelaku seni untuk ikut berkontribusi dalam pelestarian, tetapi bisa dengan menonton pementasannya untuk mendukung eksistensi seni. Mari datang, tonton, dengar, dan nikmati semarak kesenian di daerah sekitarmu!

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

HR
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.