Kawan GNFI, tahu Sumedang adalah makanan yang sering dijumpai sehari-hari. Namun, makanan ini memiliki sejarah mengenai perpanduan budaya antara Indonesia dan Tiongkok. Siapakah orang di balik tahu Sumedang?
Buku berjudul Tahu Sejarah Tahu Sumedang karya A Khair dan Fathy (2021) menjelaskan tahu Sumedang muncul dari peranan imigran Tiongkok yang tinggal di wilayah Jawa Barat. Olahan kedelai adalah makanan khas dari Tiongkok.
Keindahan Batik Pring Sedapur Asal Magetan
Ong Ki No adalah orang yang tertarik dagang tahu di tanah perantauan. Ia melihat masyarakat perantau dan Sumedang dapat menikmati tahu tersebut. Di sisi lain, usaha tahu Sumedang milik Ong Ki No tidak memiliki banyak pelanggan sehingga tidak membawa perkembangan signifikan bagi ekonomi keluarganya. Ong Ki No memutuskan kembali ke Tiongkok.
Ia kemudian menunjuk sang anak Ong Bung Keng yang meneruskan bisnis tahu Sumedang tersebut. Ong Bung Keng mencari inovasi agar tahu Sumedang dapat diterima oleh pelanggan. Mencoba tahu melewati proses menggoreng sehingga ada tekstur lebih renyah dan gurih. Ong Bung Keng menyadari proses ini jauh lebih diterima dibandingan hanya tahu putih rebus.
Tulisan A Khair dan Fathy memperlihatkan produksi tahu Sumedang mengalami perkembangan semakin luas dan modern pada tahun 1950. Selang 10 tahun kemudian, munculnya usaha tahu milik pribumi Epen Oyib. Ia sempat bekerja di Tahu Yo Foe, setelahnya memutuskan membuka usaha di Jakarta.
Produksi Cokelat di Indonesia: dari Biji Kakao hingga Pemasaran
Kini, penjual tahu Sumedang berasal dari berbagai latar belakang etnis di Indonesia.
Tahu Sumedang telah menjadi andalan kudapan untuk segala macam kegiatan serta memiliki harga yang terjangkau.
Kehidupan di Kota Asal Tahu
Selain perkembangan usaha tahu Sumedang, ada kebiasaan masyarakat di sana masih bertahan hingga saat ini. Dengan demikian, Kawan GNFI semakin tahu tentang Sumedang.
Masyarakat Sumedang mempertahankan nilai spiritual dan gotong royong melalui upacara adat ngarot. Elan dkk dalam jurnal berjudul Upacara Adat Ngarot: Spiritualitas dan Gotong Royong Masyarakat Sumedang, upacara ini telah dilakukan masyarakat Desa Karedok dari generasi ke generasi dengan berpegang pada nilai, norma, dan pengetahuan. Tujuannya adalah penghormatan dan rasa syukur terhadap Tuhan,alam, dan sesama manusia.
Seni tradisional tetap diperkenalkan kepada generasi muda di Sumedang. A Khair dan Fathy dalam buku berjudul Tahu Sejarah Tahu Sumedang menjabarkan masyarakat Sumedang masih mempertahankan seni tradisional yaitu kuda renggong. Kesenian ini tampil dalam acara besar seperti hajatan khitanan.
Sang anak yang telah dikhitan dinaikkan ke atas kuda yang menari tersebut, kemudian diarak oleh warga keliling desa. Pertunjukkan seni ini mendapatkan respon positif bagi penonton yang menyaksikan secara langsung. Oleh karena itu, kuda renggong memiliki daya tarik tersendiri.
Masyarakat Sumedang kemudian meningkatkan perekonomian kabupaten melalui kreativiras membuat wayang golek, ukiran kayu, dan senapan angin. Masyarakat memanfaatkan peluang ekonomi dari bidang yang berbeda.
Tulisan A Khair dan Fathy menjabarkan pula kondisi masyarakat Sumedang yang mencari penghasilan di bidang pariwisata. Masyarakat Sumedang memanfaatkan alam di sekitar mereka. Lebih lanjut, masyarakat Sumedang juga membangun wisata buatan seperti kolam renang dan kolam air panas.
Selanjutnya, mengutip sumedangkab.go.id, Pemerintah Kabupaten Sumedang tetap menjaga situs/cagar di antaranya makam Cut Nyak Dhien, Situs Gunung Susuru, Jembatan Cincin Cikuda, Gunung Kunci, Jatim Satim Cikuleu, Benteng Gunung Palasari, Benteng Pasir Laja, Benteng Pasir Kolcer, Cigempol, Kampung Ladang, Mata Air Sirah Cipelang dan Lingga.
Sumedang memiliki wisata untuk makan buah durian berada di Desa Cipeteuy, Kecamatan Darmaraja.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News