Di tengah perang dagang antara dua negara adikuasa dunia yaitu Amerika Serikat dan China, kinerja sektor pangan kususnya pertanian Indonesia terbilang positif.
Berdasarkan data Kerangka Sample Area (KSA) Badan Pusat Statistik (BPS) potensi produksi gabah Bulan April 2025 mencapai 8.6 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) atau setara 4,97 juta ton beras yang didapat dari luas lahan panen 1,59 juta hektare. Angka ini menunjukkan bahwa produksi gabah nasional secara signifikan naik dan membuktikan transformasi positif di sektor pangan Indonesia.
Secara kumulatif, Produksi Januari hingga April 2025 mencatatkan rekor tertinggi dalam tujuh tahun terakhir yaitu mencapai 13.94 juta ton GKG.
Transformasi positif kinerja sektor pertanian ini, mengerek posisi Indonesia sebagai negara swasembada beras, tentunya menjadi kabar baik Indonesia. Apa saja upaya pemerintah khususnya Kementerian Pertanian (Kementan) membawa Indonesia berhasil menjadi salah satu lumbung pangan dunia? Mari kita cermati!.
Program Perluasan Area Tanam (PAT)
Perluasan Area Tanam (PAT) sebenarnya bukanlah gagasan baru dalam dunia pertanian. Program ini sering juga disebut ekstensifikasi lahan yang memiliki makna sama yaitu perluasan lahan.
Dibandingkan musim tanam yang sama yaitu periode tanam Bulan Maret-April tahun 2025 luas area tanam mencapai 1,2 juta hektare jauh melonjak dari tahun 2024 yang hanya 0,9 juta hektare.
Target dari Kementan pada periode April 2025 adalah seluas 1,3 juta hektare dengan estimasi produksi mencapai 7,5 juta ton gabah.
“Insya Allah produksinya kita target 7,5 juta ton. Kalau menjadi beras itu 3,5 sampai 4 juta ton. Di mana kebutuhan per bulan hanya 2,5 juta ton,” ujar Mentan dilansir dari Kompas.com (23/4).
Meskipun ekstensifikasi lahan digalakkan seperti pembukaan area penanaman baru di Papua untuk Food Estate Padi, seyogyanya pemerintah juga gencar melakukan program intensifikasi pertanian terutama untuk petani padi di Jawa, agar produksi padi di Jawa tetap konsisten naik tidak terjadi krisis karena faktor kesuburan tanah dan sumber daya manusia pertanian yang kian berkurang.
HPP Gabah Naik, Motivasi Petani Genjot Produksi
Melalui Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional (Kepbadan) No.2/2025 tanggal 12 Januari 2025 tentang Perubahan Atas HPP dan Rafaksi Harga Gabah dan Beras, harga gabah kering panen (GKP) di Tingkat petani resmi naik menjadi Rp6,500 per kilogram.
Sedangkan GKP di Tingkat penggilingan naik menjadi Rp6,700 per kilogram sesuai kriteria mutu yang sudah ditentukan. Kebijakan ini berlaku sejak 15 Januari 2025, menjadi kabar menyenangkan untuk petani padi di seluruh Indonesia.
“Kenaikan gabah ini patut kita syukuri, paling tidak sebagai harga acuan bagi petani agar tidak dipermainkan tengkulak”, ucap Haji Jono pria berusia 75 tahun yang sudah menekuni profesi petani sejak muda.
Kenaikan HPP gabah ini sekaligus menjadi pemantik gairah dan semangat petani untuk menggenjot produksi hasil panennya. Jika produksi naik dan harga jual naik kesejahteraan petani pasti akan mengikuti.
Serapan Gabah Bulog Tertinggi Dalam Sejarah
Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (PERUM BULOG), mencatatkan sejarah baru yaitu serapan beras petani lokal mencapai 2 juta ton sepanjang tahun 2025 ini.
Tingginya serapan BULOG, hingga April 2025 mencatat Cadangan Beras Pemerintah (CBP) mencapai 3,6 juta ton dan akan terus bertambah seiring musim panen yang terus berjalan.
Upaya pemerintah melalui BULOG dalam menyerap hasil panen petani sesuai dengan arahan Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto untuk menyerap hasil panen petani dan menghentikan ketergantungan impor beras.
Pemerintah telah mengalokasikan Rp16,6 triliun untuk BULOG dalam menyerap hasil panen petani agar stok beras nasional terjaga. Termasuk melalui strategi jemput gabah yang bekerja sama dengan Babinsa dalam memonitoring titik-titik panen di pedesaan.
Upaya pemerintah melalui Kementan ini rupanya cukup membuahkan hasil positif, di Tengah krisis beras yang terjadi di Malaysia dan Jepang, Indonesia justru mampu memenuhi kebutuhan beras dalam negerinya sendiri tanpa harus impor dari Vietnam atau Thailand.
Transformasi positif di sektor pertanian, agaknya perlu diimbangi dengan kinerja ekonomi yang positif agar pendapatan petani dengan pengeluaran petani tidak menyebabkan ketimpangan yang berpengaruh pada daya beli masyarakat.
Tujuan transformasi pertanian ini tentunya adalah selain menjaga ketahanan pangan dalam negeri sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News