buku buku menyelamatkan lembar menjawab luka dan kesunyiaan - News | Good News From Indonesia 2025

Buku-Buku Menyelamatkan: Lembar Menjawab Luka dan Kesunyiaan

Buku-Buku Menyelamatkan: Lembar Menjawab Luka dan Kesunyiaan
images info

Setiap orang tentu pernah berada di titik kesunyian. Titik di mana suara terlalu riuh, tapi keheningan justru terasa hampa. Keadaan itu tentu pernah kita rasakan. Namun, justru menemukan pelukan palingan hangat dari sebuah benda yakni buku.

Dalam rangka memeringati Hari Buku Nasional ini, bukan hanya perihal pentingnya budaya literasi membaca buku sebagai salah satu cara meningkatkan intelektual, melainkan buku adalah ruang ketenangan batin.

Dalam perspektif ilmu komunikasi, buku bukan sekadar saluran untuk menyampaikan pesan. Tanpa disadari, buku adalah ruang komunikasi intrapersional yang sangat pribadi.

Arbi (2019) menjelaskan bahwa komunikasi intrapersonal adalah komunikasi dengan diri sendiri, dia sebagai komunikator dan pada saat yang sama juga sebagai penerima pesan.

Ketika membaca, aktivitas ini bukan hanya berinteraksi dengan tulisan, tetapi juga dengan diri sendiri. Komunikasi intrapersonal pun terjadi. Mulai dari bertanya, menyanggah, merenung, bahkan menangis dalam diri.

Komunikasi tidak harus dilakukan dengan dua orang ataupun sekelompok orang. Dalam model komunikasi intrapersonal, pembaca buku diajak untuk menyadari proses merenung, berpikir, dan juga berdialog dengan diri sendiri adalah sebagai bentuk komunikasi yang sahih.

Buku membuka percakapan menjadi lebih menarik, kaya akan informasi, dan bermakna. Kata demi kata yang termuat dalam sebuah novel, esai, maupun puisi kerap menjadi perpanjang tangan ke dalam ruang reflektif.

Hari Buku Nasional Momentum Bermakna Tumbuhkan Minat Literasi untuk Negeri

Mengingat, mengoreksi, atau menerima luka yang selama ini kita sembunyikan dan enggan untuk disampaikan.

Bagi banyak orang, buku hanya sekadar bibliotherapy. Rodiah (2013:167) menjelaskan bahwa bibliotherapy sebagai usaha mencari solusi dari suatu masalah agar tercipta perubahan dalam diri.

Dalam keadaan kegelisahan, buku menawarkan sekumpulan narasi, konflik, dan resolusi yang sejalan dengan kehidupan kita. Memang buku tidak memberikan solusi yang instan, melainkan memberi ruang untuk merasakan. Itu lebih dibutuhkan daripada sekadar berada di zona yang nyaman.

Dalam pengalaman pribadi, buku-buku seperti Hello, Cello karya Nadia Ristivani bukan sekadar bacaan. Menjadi saksi diam dari malam-malam penuh tanya, bagaimana berproses dalam menyembuhkan luka emosi. Lembar demi lembar, ada kata-kata yang terasa seperti berpihak pada kisah cinta yang sedang dijalani seorang remaja.

Pada hal ini, kelebihan buku mendominan dalam level komunikasi dari segi emosional dan afektif. Membangun keterpaduan pemikiran antara pembaca dan penulis, sekalipun keduanya tidak pernah bertemu.

Dalam dunia yang terus berkembang begitu pesat ini dan menuntut feedback, buku justru mengajarkan kita untuk berhenti, diam, dan sejenak untuk peduli dan mendengarkan apa yang ingin disampaikan mengenai kehidupan ini.

Buku menyelamatkan bukan karena ia megubah hidup ini menjadi lebih praktis, tetapi karena ia ingin menemani jiwa-jiwa yang merasakan sendirian. Banyak pembaca yang diselamatkan dari mati rasa, insecure, trauma, dan depresi karena menemukan kesamaan dalam cerita orang lain.

Hal ini menjadi bukti nyata bahwa komunikasi melalui tulisan-tulisan memberikan kontribusi yang sebanding dengan komunikasi secara lisan. Didukung karena situasi yang sunyi, maka ia akan membekas lebih dalam.

Hari Buku Nasional: Momentum Menghidupkan Budaya Literasi di Era Digital

Sebagai seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi yang percaya bahwa buku adalah saluran komunikasi yang unik, lantaran ia memberikan ruang yang intim. Meskipun sering ada asumsi yang salah.

Kali ini akan dibenarkan bahwa buku memberikan komunikasi yang intim lantaran kita dapat membaca secara pribadi, tetapi berkaitan dengan ide, pengalaman dan juga pemikiran yang kolektif. Hal itu lahir dari tulisan yang dimuat pada buku.

Di tengah banjir informasi yang mudah didapatkan dan terkadang memberikan rasa lelah, mari kita kembali ke buku. Buku bukan sekadar sebagai sumber pengetahuan melainkan tempat untuk pulang dan merenungkan kehidupan.

Tarigan (2015) menjelaskan bahwa novel yang merupakan buku adalah eksplorasi kehidupan, direnungkan dan dilukiskan dalam bentuk cerita.

Setiap membaca buku dapat menemukan bagian-bagian diri kita yang telah hilang. Kita dapat berdamai dengan masa lalu, atau sekadar merasa ingin dimengerti tanpa harus menjelaskan.

17 Mei kemarin tepat pada hari Buku Nasional, sudah seharusnya kita merayakan bahwa buku bukan sekadar jendela dunia, melainkan juga jendela hati. Bisa jadi, di antara rak-rak yang tidak disentuh dan berdebu, ada salah satu buku yang sedang menanti dan siap untuk menyelamatkan kita serta bangkit sekali lagi.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

DA
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.