nikah setepatnya kunci kesejahteraan keluarga - News | Good News From Indonesia 2025

Nikah Setepatnya, Kunci Kesejahteraan Keluarga

Nikah Setepatnya, Kunci Kesejahteraan Keluarga
images info

Hari Keluarga Internasional (International Day of Families) dirayakan setiap tanggal 15 Mei. Peringatan ini bertujuan untuk menyuarakan isu-isu terkait keluarga dan menumbuhkan kesadaran akan peran keluarga dalam masyarakat.

Forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan 15 Mei menjadi Hari Keluarga Internasional melalui resolusi A/RES/47/237 pada tahun 1993. Sejak saat itu, perayaan diisi oleh tema tertentu yang mencerminkan isu keluarga di seluruh dunia.

Di tengah gaya hidup yang serba cepat, teknologi yang kian mendominasi dan berbagai tantangan serta tekanan, banyak orang aktif membangun koneksi dengan orang lain melalui media.

Aspek kecepatan seakan meruntuhkan berbagai batasan. Bahkan topik-topik yang bersifat pribadi seolah menjadi hidangan favorit untuk dikonsumsi. Kawan, dapat kita saksikan bersama, media tak henti-henti membagikan sajian informasi mengenai perselingkuhan, perceraian, dan drama keluarga lainnya. Hal ini membentuk pola pikir baru terhadap makna ikatan pernikahan.

Hari Keluarga Internasional menjadi momentum untuk kita memikirkan kembali bagaimana seyogianya pernikahan. Ia merupakan janji sakral di hadapan Tuhan yang sepatutnya dijaga, dibina dan dipupuk setiap saat. Namun, isu keluarga di media saat ini sangat jauh dari gambaran keluarga ideal. Hal ini menyebabkan sebagian besar generasi muda tidak ingin terburu-buru mengambil keputusan untuk membangun keluarga.

Pada tahun 2024 Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan data Statistik Pemuda Indonesia. Laporan itu menunjukkan sebuah tren menarik antara lajang vs menikah di kalangan generasi muda. Dalam kurun waktu 10 tahun dari 2015 - 2024, pilihan untuk melajang pada usia 16 - 30 tahun terus mengalami peningkatan. Berbanding terbalik dengan tren pernikahan. Hal ini tentu menjadi polemik tersendiri bagi Indonesia, yang populasinya didominasi oleh anak muda.

Tren dan Pergeseran Makna Pernikahan di Indonesia

Tren Anak Muda Indonesia Lajang dan Menikah (2015-2024) Sumber: BPS (Badan Pusat Statistik)
info gambar

Melalui data dari BPS tersebut, dapat dilihat bahwa pada tahun 2024 anak muda Indonesia masih berstatus lajang. Alih-alih menikah pada usia muda karena tantangan dan tekanan, mereka memilih untuk fokus pada pendidikan, karier dan stabilitas ekonomi. Hal ini tentu menjadi harapan akan tumbuh keluarga harmonis di tengah gempuran isu miring pernikahan. Faktor kesiapan individu tentu berpengaruh pada keberlangsungan pernikahan.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkuat alasan mengapa tren tersebut kian meningkat. Hal ini dilihat dari indeks literasi keuangan Indonesia. Pada tahun 2024, OJK melakukan Survei Nasional Literasi Keuangan dan Inklusi Keuangan (SNLIK).

Hasilnya menyatakan bahwa indeks literasi keuangan mencapai 65,43 persen. Angka ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia telah memiliki pengetahuan, keterampilan dan keyakinan yang membentuk sikap dan pengelolaan keuangan. Sikap ini diperlukan untuk mencapai taraf kesejahteraan masyarakat.

Kesiapan finansial tentu menjadi pertimbangan khusus untuk memutuskan kapan individu harus membangun keluarga. Jangka waktunya tidak dapat disamaratakan. Namun, meningkatnya indeks literasi keuangan menjadi bibit harapan akan sebuah pernikahan yang dibangun atas dasar kesiapan bukan paksaan. Sebab, sikap pengelolaan keuangan keluarga akan menjadi jembatan yang paling dekat untuk untuk menghubungkan kembali fungsi utama keluarga dalam rangka pemenuhan hak dasar.

Pertama, keluarga berperan untuk menjalankan fungsi pendidikan. Bagi anak, keluarga adalah institusi pendidikan pertama. Untuk mengoptimalkan tumbuh kembang anak, kehadiran ayah dan ibu diperlukan untuk menanamkan nilai-nilai, norma, dan cara-cara berinteraksi. Hal ini perlu dukungan ekonomi yang stabil agar setiap keluarga dapat mengakses sumber daya pembelajaran, termasuk fasilitas serta menyediakan lingkungan perkembangan yang kondusif.

Selain itu, kehadiran ibu penting juga penting untuk membentuk karakter dan identitas. Apabila ibu memiliki tingkat literasi yang baik, anak-anak juga akan teredukasi sejak dini. Sehingga, seluruh anggota keluarga dapat melek dan bijak menggunakan uang. Hal ini merupakan contoh fungsi sosialisasi yang seharusnya hadir dalam keluarga.

Generasi muda atau gen Z bukan generasi yang bermental strawberry. Mereka disiapkan untuk menghadapi berbagai macam tantangan. Ketika media menyajikan beragam persoalan mengenai pernikahan dan keluarga, mereka mengkaji ulang dan menemukan makna baru atas keluarga. Acap kali, sikapnya terlihat satir di media sosial. Tetapi, niat mereka untuk membangun keluarga berdasarkan kesiapan sangat kuat.

Literasi keuangan mendorong sikap perencanaan jangka panjang. Kemampuan generasi muda untuk mengelola dan mengembangkan finansialnya diharapkan mampu mencapai stabilitas ekonomi yang kokoh di setiap keluarga. Hal itu akan menciptakan rasa aman dan ketenangan bagi keluarga.

Finansial yang stabil mampu memberikan kepastian akan kebutuhan pokok, seperti sandang, pangan, tempat tinggal, dan jaminan kesehatan tanpa rasa khawatir. Jika hal ini tercapai, keluarga akan terhindar dari stres finansial yang memicu berbagai konflik rumah tangga.

Dengan kata lain, stabilitas ekonomi bukan hanya menciptakan keamanan finansial, tetapi juga menciptakan kesejahteraan holistik, mencakup aspek fisik, mental, dan sosial. 

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AN
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.