Konferensi Pendidikan Indonesia (KPI) 2025 resmi dibuka dengan tema “Berdaya Bersama untuk Keberlanjutan Pendidikan yang Berpihak kepada Anak”.
Acara yang digelar pada 14 Mei 2025 ini menghadirkan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, praktisi pendidikan, hingga pegiat komunitas, untuk mendiskusikan langkah nyata mewujudkan pendidikan inklusif dan adaptif bagi anak Indonesia.
Kolaborasi untuk Pendidikan Adaptif
Dalam sambutannya, Kepala Dinas Pendidikan Jakarta, Nahdiana, menegaskan bahwa KPI merupakan wujud nyata kolaborasi Lingkar Daerah Belajar (LDB) dalam menciptakan sistem pendidikan yang lebih berpihak kepada anak.
“Melalui forum ini, kami berharap dapat menghasilkan kebijakan yang mengoptimalkan potensi anak tanpa diskriminasi,” ujarnya.
Ia juga menyoroti komitmen Pemprov DKI Jakarta dalam meningkatkan akses pendidikan, seperti program Kartu Jakarta Pintar dan layanan inklusif bagi anak disabilitas.
“Kami terus berupaya meningkatkan kapasitas guru dan ekosistem pendidikan agar setiap anak di Jakarta mendapat kesempatan yang sama,” tambah Nahdiana.
Baca juga Kenapa 2 Mei Diperingati Sebagai Hari Pendidikan Nasional? Ini Sejarahnya
Konsistensi dalam Pemerataan Pendidikan
Najeela Shihab, Dewan Penasihat LDB, memaparkan perkembangan LDB sejak berdiri tahun 2020. “Awalnya, kami hanya bekerja di 10 daerah, tetapi kini telah berkembang dengan prinsip berpihak pada anak, berbasis data, dan solusi lokal,” jelasnya.
Menurut Najeela, konsistensi dalam menerapkan theory of change telah terbukti efektif di puluhan daerah. “Nilai dasar kami adalah Gender Equality, Disability, and Social Inclusion (GEDSI) dan pendekatan berbasis aset (assets-based). Ini kunci menciptakan ekosistem pendidikan yang kuat,” tegasnya.
Guru sebagai Kunci SDM Unggul
Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendikti Saintek), Brian Yuliarto, menyoroti pentingnya peran guru dalam membangun SDM unggul. “Guru adalah posisi mulia yang seharusnya sejalan dengan tingkat kesejahteraan,” ujarnya.
Ia mengakui tantangan ekonomi masih menjadi penghambat, tetapi optimis dengan meningkatnya jumlah peminat beasiswa. “Ini menunjukkan kesadaran masyarakat akan pendidikan semakin baik. Namun, kita perlu gotong royong untuk memastikan akses pendidikan merata,” kata Brian.
Sinergi dan Keberanian dalam Kolaborasi
Dialog dengan pegiat pendidikan turut menghadirkan Nuri, Kepala Sekolah Karangmloko 1 Sleman, yang berbagi pengalaman tentang pentingnya kolaborasi. “Sejak 2007, saya belajar bahwa pendidikan bukan tanggung jawab individu, melainkan semua pihak,” ungkapnya.
Nuri menekankan bahwa tantangan terbesar adalah keberanian untuk bergerak bersama. “Dulu jaringan terbatas, sekarang semakin banyak stakeholder yang siap berkolaborasi. Kekuatan kita akan semakin besar jika bersinergi,” pesannya.
Keberlanjutan pendidikan hanya bisa tercapai jika semua pihak berkomitmen untuk berdaya bersama. Mulai dari kebijakan inklusif, peningkatan kualitas guru, hingga kolaborasi antarpegiat, semua harus bergerak untuk pendidikan yang benar-benar berpihak kepada anak.
Baca juga Jejak Panjang Kurikulum Indonesia, dari Alat Kolonial hingga Merdeka Belajar
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News