burung hantu untuk basmi hama di sawah ternyata kurang efektif pakar ipb berikan solusinya - News | Good News From Indonesia 2025

Burung Hantu untuk Basmi Hama di Sawah Ternyata Kurang Efektif, Pakar IPB Berikan Solusinya

Burung Hantu untuk Basmi Hama di Sawah Ternyata Kurang Efektif, Pakar IPB Berikan Solusinya
images info

Burung hantu serak jawa (Tyto alba), predator tikus yang terbukti efektif di perkebunan kelapa sawit luar Jawa, kini tengah dijajaki potensinya dalam pengendalian hama tikus sawah di Pulau Jawa.

Efektivitas burung hantu ini sebagai pengendali alami menjadi perhatian utama mengingat kerugian signifikan yang dialami petani akibat serangan hama tikus.

Pengendalian Hama Sesuai dengan Ekosistemnya

Dr Swastiko Priyambodo, Ahli Manajemen Vertebrata Hama dan Ilmu Hama Tumbuhan IPB University menjelaskan, keberhasilan Tyto albadalam mengendalikan tikus di perkebunan sawit perlu ditunjang oleh ketersediaan mangsa yang stabil sepanjang tahun.

“Ketersediaan buah sawit yang berkelanjutan memungkinkan populasi tikus dan predatornya, Tyto alba, untuk terus lestari,” terang dosen Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian (Faperta) IPB University ini.

Namun, lanjutnya, kondisi di ekosistem sawah berbeda signifikan. Populasi tikus sawah cenderung menurun drastis setelah masa panen padi, yang mengakibatkan Tyto alba kehilangan sumber makanan utamanya. 

“Konsekuensinya, burung hantu ini akan mencari alternatif mangsa seperti ular sawah, katak, dan kadal,” imbuhnya.

Baca juga Mengenal Serak Jawa, Burung Hantu yang Andalan Prabowo Berantas Hama Tikus

Pelepasan Burung Hantu Kurang Efektif

Lebih lanjut, Dr Swastiko juga memaparkan tiga prinsip dasar dalam pengendalian hayati: inokulasi (introduksi musuh alami), inundasi (pelepasan musuh alami dalam jumlah besar), dan konservasi (pelestarian musuh alami yang sudah ada).

Menurutnya, gagasan pemerintah untuk menerapkan inundasi melalui pelepasan Tyto albasecara massal, kurang sesuai untuk pengendalian tikus sawah di pertanaman padi.

Meskipun demikian, ia menegaskan bahwa kehadiran Tyto alba sebagai predator alami tidak berdampak negatif terhadap ekosistem padi. Sebaliknya, burung hantu ini berpotensi memperkaya keanekaragaman hayati agroekosistem sawah. 

“Ini berbeda dengan pengendalian hama secara kimiawi menggunakan pestisida yang seringkali menimbulkan efek merugikan bagi lingkungan,” tambahnya.

Perlu Strategi Komprehensif

Dr Swastiko menekankan bahwa pengendalian hama tikus sawah yang efektif memerlukan strategi yang lebih komprehensif, salah satunya melalui penerapan Trap Barrier System (TBS).

“Metode ini akan mencapai hasil yang lebih optimal jika dikombinasikan dengan teknik lain seperti pengemposan dan gropyokan, yaitu perburuan tikus secara massal setelah panen padi. Kombinasi ketiga metode pengendalian hayati inilah yang saat ini terbukti cukup efektif dalam menekan populasi tikus sawah,” jelasnya.

Ia juga menyarankan penerapan cara kultur teknis, yang meliputi pengaturan waktu tanam dan panen secara serentak antarpetani, rotasi tanaman dengan tanaman palawija, serta pengaturan jarak tanam padi menggunakan sistem jajar legowo.

“Dengan pendekatan terpadu yang mengintegrasikan pengendalian hayati, termasuk peran Tyto alba, dengan TBS dan praktik kultur teknis, diharapkan populasi tikus sawah dapat dikendalikan secara lebih efektif dan berkelanjutan, tanpa menimbulkan kerusakan pada ekosistem pertanian,” pungkasnya.

Baca juga Burung Hantu: Solusi Ramah Lingkungan Atasi Hama Tikus di Lahan Pertanian

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Firdarainy Nuril Izzah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Firdarainy Nuril Izzah.

FN
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.